"Berapa lama mereka menetap di Yo-ka thong tidak kami ketahui, bukan mustahil sekarang Ling Tiat-wi dan siluman perempuan itu sudah meninggalkan tempat itu dan tengah menempuh perjalanan ke Holin."
Kata Lu Giok-yau dengan tegas dan kukuh, "Tapi betapapun kami harus meluruk kesana dulu untuk menyaksikan sendiri, seumpama tidak ketemu juga bisa menentramkan pikiran."
Cin Liong-hwi jadi berpikir, "Perjalanan ke Yo-ka-thong ini aku bisa seperjalanan dengan dia, jauh lebih baik bertiga dengan Khu Tay seng pun lebih leluasa. Menurut penuturan Suhu, kebanyakan Ling Tiat wi dan In tiong-yan tentu sudah meninggalkan rumah keluarga Lou. Begitu sampai di Yo-ka thong aku dapat mencari kebenaran berita ini, lantas aku bisa pulang bersama dia. Betapapun aku harus berani menempuh bahaya ini," setelah tetap pikiran hatinya segera ia berkata, "Baiklah aku sendiri juga mengharap dapat menyelidiki secara jelas dan gamblang. Sekarang juga kami berangkat."
O^~^~^O
Cin Liong-hwi menyangka Ling Tiat wi dan In tiong-yan sudah berangkat pulang ke Mongol, diluar tahunya justru mereka masih berdiam dirumah keluarga Lou di Yo ka thong.
Sebetulnya memang Liong-siang Hoatong sudah ajak In tiong-yan pulang ke Holin, dasar pintar dan suka aleman In tiong-yan dapat membujuknya sehingga mereka menetap lebih lama disana.
Kepada Liong siang Hoatong, In tiong yan menceritakan cara bagaimana Sip It-sian berhasil mencuri Pinghoat yang digembolnya, katanya, "Koksu, Sisiok (paman keempat, yang dimaksud Dulai), menyuruh aku merebut Pinghoat itu, meskipun kita berhasil menawan Ling Tiat-wi, kukira juga tidak bakal memperoleh penghargaan yang setimpal, bila pulang bagaimana kita harus menjelaskan kehilangan ini?"
"Aku pernah dengar simaling sakti nomor satu sejagat Sip it sian itu jejaknya tidak menentu kemana lagi kita harus mencarinya," kata Liong siang Hoat-ong.
"Koksu,'' ujar In-tiong-yan tertawa, "Kau seorang cerdik melebihi orang lain, kenapa kau lupa bahwa kita memegang umpan yang berharga, masa kau takut mangsa yang kita incar tidak bakal kepancing datang?"
"Maksudmu Ling Tiat wi bocah itu?"
"Benar Ling Tiat wi menjadi umpan kita. Kepandaian silat Sip It sian tidak becus, sedang guru dan ayah Ling Tiat wi tidak bisa harus meluruk datang untuk menolongnya. Sudah tentu mereka harus datang bersama Sip It sian."
Liong-siang Hoat-ong menjengek dingin, ujarnya, "Tepat mengulur benang untuk mengail ikan besar. Meski caramu ini belum tentu dapat membuat Sip It-sian masuk ke-dalam jaring yang kita pasang paling tidak ada setitik harapan, tak berhasil meringkus Sip It-sian, bila dapat membekuk ayah dan Guru Ling Tiat-wi juga bolehlah. Tapi mengenai Tiat wi bocah itu cara bagaimana kita harus menghadapi dia, cara halus dan kasar tidak mempan meluluhkan tekadnya."
"Aku sudah dapat menyelami wataknya," ujar In-tiong-yan, "Dia memang seorang yang teguh dalam pendirian secara kekerasan mungkin tidak akan berhasil, baiklah kita gunakan ulur waktu jangka panjang untuk meluluhkan imannya."
"Begitupun baik, kuserahkan bocah itu kepada kau. Biar kami berlaku sebagai orang jahat dan kejam, kau boleh menjadi orang baik dan welas-asih menolong dia mungkin usahamu ini bisa sukses."
Hari kedua Liong-siang Hoat-ong suruh Umong menghajar Ling Tiat wi habis-habisan sampai babak belur dan jatuh pingsan, malamnya ia suruh In-tiong-yan membawa obat untuk mengobati luka-lukanya itu. Itulah sebabnya pelayan pribadi istri Lou Jin cin yang bernama Siau-cui pernah melihat In-tiong-yan keluar dari kamar tahanan Ling Tiat-wi.
Tujuan Liong siang Hoat-ong supaya In tiong-yan dapat membujuknya supaya bocah kukuh itu merubah haluan, sesuai dengan keadaan dan kesempatan itu In tiong yan diam-diam berunding mencari cara untuk meloloskan diri, namun pikir punya pikir selama itu mereka belum menemukan cara yang sempurna.
Malam itu In-tiong yan mendatangi kamar tahanan Ling Tiat hwi lagi. Luka-luka Hong-thian lui boleh dikata hampir sembuh seluruhnya, tinggal luka-luka kulit bekas hajaran Umong saja yang memburuk dan berbau busuk, namun dengan tekun In-tiong-yan merawat luka lukanya itu tanpa canggung atau takut akan baunya yang busuk. Hong-thian-lui sendiri akhirnya menjadi risi dan tidak enak, katanya, "Biarlah aku sendiri yang melakukan."
"Luka disebelah depan kau bisa melakukan pengobatan sendiri, luka dipunggungmu ini harus akulah yang bantu membubuhi obat. Sudah tidak usah main sungkan sebentar beres seluruhnya."
"Ai, sebagai seorang tuan putri yang berkedudukan agung masa kau harus merawat aku yang kotor ini. Entah cara bagaimana aku harus membalas kebaikan budimu ini."
In-tiong yan tersenyum lebar, katanya, "Kau masih menyinggung kedudukan agung dan tuan putri apa segala, bukankah karena kedudukanku ini sehingga kau pernah hendak membunuh aku ? Yang kuharap selanjutnya kau tidak maki aku sebagai 'siluman perempuan' lagi."
Hong thian-lui menjadi menyesal, katanya, "Memang akulah yang salah, mataku buta melek, tidak tahu kebaikan hati orang. Bila kau selalu menyinggung soal itu, sungguh membuat aku malu sekali."
"Aku hanya kelakar saja, kenapa kau anggap serius ?" goda In tiong yan.
"Sebetulnya pandangan Hek-swan-hong jauh lebih tajam dari aku. Sayang aku tiada kesempatan jumpa dengan dia, bila ketemu aku akan terima salah padanya."
"Bicara baik-baik kenapa ngelantur kepada Hek swan-hong, untuk soal apa sehingga kau terima salah kepadanya ?"
"Urusan terjadi pada hari pertama aku berkenalan dengan dia itu, hubungan kami begitu akrab seperti sahabat lama saja layaknya." demikian tutur Hong-thian lui. "Waktu pembicaraan berkisar mengenai dirimu, kami masing-masing punya pandangan yang berbeda mengenai dirimu. Tatkala itu belum lama kau membawa lari Pinghoat itu, dia masih begitu percaya kepada kau. Sebaliknya secara langsung dihadapannya aku mengumpat caci padamu, malah kubujuk dia supaya tidak kecantol dan kena tipu muslihatmu."
Sebenarnya Hek-swan-hong sendiri waktu itu juga rada curiga terhadap In-tiong-yan, kata kata Hong thian-lui mengenai sangat percaya, sudah tentu rada berlebihan dan mengumpak belaka.
Namun bagi pendengaran In-tiong-yan hatinya menjadi manis, katanya, "Apakah benar Hek swan hong begitu percaya kepada aku ?"
"Kapan aku pernah membual? Sayang aku terkurung disini tak bisa keluar. Bila aku bisa bertemu dengan dia betapa baiknya. Aku akan ceritakan segala pengalamanku selama ini tuturkan kepadanya, supaya jauh lebih jelas mengenai pribadimu. Maka kekuatirannya yang terakhir itupun bakal tersapu bersih!"
In tiong-yan menghela napas, ujarnya, "Aku sendiri juga ingin bertemu dengan dia, sayang keadaanku sekarang kurang bebas aku kuatir selama hidup ini sukar dapat bertemu lagi dengan dia," ternyata kedatangan Liong siang Hoat-ong kali ini membawa serta perintah Dulai, setelah segala urusan disini dapat dibereskan, diperintahkan supaya In-tiong-yan pulang, tiba-tiba bentaknya, "Siapa itu ?" orang diluar menyahut tertawa dengan suara lirih. "Orang yang ingin kau temui !"
Hampir saja In tiong-yan tidak percaya akan pendengarannya, sejenak ia tertegun, Hong thian lui sudah berjingkrak bangun teriaknya : "Hek swan-hong, benarkah kau telah datang?"
Saking kegirangan Hong-thian-lui lupa akan luka-lukanya yang belum sembuh, begitu meloncat bangun, begitu kedua dengkulnya kesakitan, tanpa kuasa ia terbangkit, roboh lagi. Tak sempat menunggu In-tiong-yan membuka pintu, sekali pukul Hek swan-hong merusak jendela terus menerobos masuk.
In-tiong-yan masih tertegun dan belum tenang pikirannya, cepat berkata, "Hek-swan-hong, kenapa begitu besar nyalimu, lekas pergi, lekas pergi !"
Hek-swan hong menyambut tertawa, "Mari kita merat bersama."
"Tidak, tidak mungkin !" seru In-tiong-yan gugup, "kau tidak tahu Liong-siang Hoa-tong sangat lihay, dengan memanggul seorang betapapun kau tidak bisa mampu lolos. Lekaslah kau lari, jangan sampai konangan mereka, kelak aku masih punya kesempatan membantu Ling toako meloloskan diri."
"Tak mampu lolos juga harus dicoba," Hek-swan-hong berkukuh.
"Hek-swan-hong," Hong-thian-lui menyela bicara, "Dengarlah nasehat nona In! Aku tidak mampu bergerak, akupun tidak sudi kau bawa lari." Lantas dia duduk bersila dan berpeluk tangan supaya Hek-swan-hong tidak kuasa memanggulnya pergi.
Pada saat itulah mendadak terdengar seseorang membentak diluar, "Ada maling, hayo lekas datang, tangkap maling!" Itulah suara Umong.
"Celaka, tidak sempat lagi," Keluh In-tiong-yan. Sekonyong-konyong tergerak hatinya, cepat ia lolos pedangnya "Sret !" ia serang Hek-swan hong dengan sebuah tusukan, sembari berkata lirih, "Lekas ringkus aku!" lalu ia berteriak keras. "Umong lekas datang, malingnya disini!"
Serangan tusukan pedang itu dilancarkan cukup tepat dan sempurna sekali, sekaligus ia membuat lobang beberapa tempat dibaju dada Hek-swan-hong sehingga kelihatan bahwa mereka sudah bergebrak dengan sengit, namun sedikitpun tidak melukai kulitnya.
Sebagai orang cerdik, sejenak melengak Hek-swan hong lantas paham duduknya perkara, cepat ia tarik pergelangan tangan In-tiong-yan terus menjinjingnya menerjang keluar. Kebetulan Umong dan Cohaptoh memburu datang melihat In-tiong-yan teringkus oleh Hek-swan hong; mereka tertegun kaget hingga sesaat mereka menjublek tidak tahu harus berbuat apa.
Hek-swan-hong menjengek dingin, "Kalian menawan sahabatku, apa boleh buat terpaksa akupun ringkus tuan putri kalian sebagai sandera."