Lu Tang-wan terperanjat, tanyanya, "Dihitung waktunya, tak mungkin ia bisa sembuh begitu cepat ia meninggalkan gubukku? Sip toako, dimanakah kau bersua dengan dia?"
Tatkala itu Ling Houpun sudah keluar mendengar suara sahabatnya itu. Mendengar Sip It sian pernah ketemu putranya segera ia ajukan pertanyaan.
Sip It sian lantas menceritakan pengalamannya, ketiga pendengarnya menjadi keheranan dan terlongong longing.
"Cara bagaimana dia bisa tertangkap oleh anjing bangsa Mongol itu?" tanya Ling hou gugup.
"Apa lagi kalau bukan karena Pinghoat karya Go Yong itu?" ujar Sip It-sian. "Anjing Mongol itu menyangka berada ditangannya, bahwasanya sudah dibawa merat oleh In tiong-yan!"
Ling Hou membanting kaki, katanya, "Soal dia tertangkap urusan kecil, bila Pinghoat itu benar terjatuh ditangan bangsa Mongol, urusan itulah yang penting dan besar artinya."
Sip It-sian tertawa, katanya, "Saudara Ling tidak perlu gelisah, Ping-hoat itu sekarang berada ditanganku.''
"Hah, saudara Sip, tidak malu kau dijuluki simaling sakti nomor satu diseluruh jagat ini!" Ling Hou memuji kegirangan.
"Sekali ini bukan hasil curian, adalah In tiong-yan sendiri yang menyerahkan kepada aku." tutur Sip It sian.
Selanjutnya Sip It-sian menutur malam pertemuannya dengan In-tiong yan ditengah hutan itu, karena mereka menjadi heran dan tak mengerti. Sambil menghela napas lega Ling Hou berkata, "Bila putraku itu mendapat bantuannya secara diam diam, akupun tidak perlu kuatir lagi." Sebaliknya Lu Tang-wan sedang berpikir, "Apakah In tiong-yan juga sudah kepincut dengan bocah itu ?"
"Meski begitu kitapun harus segera menyusul kesana menolongnya," demikian kata Cin Hou-siau, "Saudara Lu, kesehatanmu belum pulih seluruhnya. Ling toako kau tinggal di-rumah saja mengawasi dia. Besok pagi biar aku berangkat bersama Sip-toako."
Kata Lu Tang-wan, "Kesehatanku sudah sembuh tujuh delapan bagian, mana bisa aku berpeluk tangan saja ?"
"Ada seorang Geng kongcu apa pernah datang kemari?" tanya Sip It sian.
"Geng-kongcu yang mana?" tanya Cin Hou-siau.
"Putra Kanglam Tayhiap Geng Ciau yang bernama Geng Tian, konon dia pernah mendapat pertolongan dari Lu toako."
"O, kiranya dia !" seru Lu Tang wan, "Sebab musabab permusuhanku dengan Lian Tin-san justru karena dia itulah. Tapi tak kelihatan dia pernah kemari."
"Kenapa keponakan Liong-hwi tidak kelihatan, bukankah dia berada disini ?" tanya Sip It sian.
"Sip toako, kenapa kau tanyakan hal ini?" tanya Cin Hou siau kaget. "Apakah kau sudah mampir kerumahku dan tidak melihat dia disana ?"
"Ya begitulah!" sahut Sip It sian.
Cin Hou-siau menjadi bingung dan curiga, jantungnya mendebur keras, katanya, "Adakah terjadi sesuatu atas dirinya ?"
"Kukira tidak mungkin," sahut Sip It sian. "ranjangnya masih rapi belum pernah ditiduri, keadaan kamarnyapun seperti sedia kala. Tidak seperti pernah terjadi pertempuran disana."
Cin Hou-siau jadi berpikir, "Jikalau anakku itu diringkus orang, meski kepandaiannya tidak becus, betapapun dia bisa meronta. Sebagai seorang ahli, pernah memeriksa pula keadaan dikamar Cin Liong hwi, tentu rekaan Sip It-sian itu tidak akan salah lagi.
"Ini sungguh aneh kemana dia telah pergi ?" gumam Cin Hou siau.
"Cin-toako," timbrung Ling Hou, "salah seorang muridmu pernah datang kemari tadi siang waktu itu kau dengan Lu-toako sedang berada didalam kamar, aku tidak berani memanggil kau,"
"Apa yang dia katakan ?"
"Katanya, beberapa hari ini mereka berlatih silat dirumah masing masing."
Berkerut alis Cin Hou siau katanya, "Apakah Liong hwi tidak memberi pelajaran kepada mereka ?"
"Hari pertama pernah mengajar namun hari itupun hanya mengajar setengah dan kepalang tanggung, keponakan Liong lantas suruh mereka pulang."
"Lalu dia sendiri kemana ?"
"Menurut katanya dia ketinggalan diatas gunung, sampai sore baru pulang."
Ternyata tujuan murid itu kemari sebetulnya hendak mengadu kepada Cin Hou siau tentang kejadian hari itu, namun Ling Hou tidak berani membeberkan seluruhnya.
Cin Hou-siau merenung, katanya, "Belakangan ini latihan Lwekangnya menyeleweng, apakah karena keenakan dan menjadi tamak akan kemajuan, setiap malam pergi keatas gunung untuk berlatih disana? Baik, saudara Sip, mari kau temani aku kesana melihatnya."
Mendadak Lu Tang-wan berkata, "Mari akupun ikut kalian kesana. Waktu sudah lewat kentongan ketiga tak perlu takut dilihat orang."
Sebenarnya Cin Hou-siau mau pergi mencari putranya, hubungan Lu Tang wan dengan Cin Hou-siau belum terlalu kental, sebetulnyalah tidak perlu harus ikut kesana. Maka ia mengajukan permohonannya itu. Cin Hou-siau sendiri juga merasa heran dan diluar dugaan, teringat akan kejadian tadi siang waktu dia menjajal kepandaian putranya, sama-sama terasa ada suatu keganjilan yang luar biasa, tapi Lu Tang-wan sendiri telah mengajukan permohonan ini, Cin Hou siau menjadi rikuh untuk menolak kebaikannya.
O^~^~^O
Dengan perasaan gundah dan tidak tenteram pada kentongan ketiga seperti beberapa malam yang lalu Cin Liong-hwi menuju ke-belakang gunung untuk bertemu dengan gurunya yang baru yaitu Jing hou-khek.
Setelah menjajal ilmu yang diajarkan Jing hou-khek berkata, "Kenapa kemajuanmu hari ini begitu lambat seperti hatimu kurang tenang dan kurang bersemangat?"
"Suhu," kata Cin Liong-hwi tergagap, "Aku ada sebuah persoalan, harap Suhu suka memberi ampun untuk pernyataan yang kuajukan ini."
"Aku paling suka orang yang terus terang dan blak-blakan," ujar gurunya, "kau tak usah kuatir dan takut-takut, coba katakan!"
Kata Cin Liong-hwi, "Kalau berlatih ilmu ajaranmu, setelah matang apakah tidak merusak badan sendiri?"
Dengan pandangan dingin Jing-hou khek menatap lekat lekat, katanya, "Kenapa kau mendadak mengajukan pertanyaanmu ini? Apakah ayahmu tadi sudah memeriksa dirimu rahasia kau berguru kepadaku sudah kau bocorkan?"
Cepat Cin Liong-hwi membela diri, katanya, "Tidak, tidak! Mana Tecu berani membangkang perintah Suhu. Pagi tadi ayah pernah menguji latihanku beberapa hari ini, tapi dia menyangka aku latihan secara serampangan saja!"
"Bagus, coba kau tuturkan duduk perkara sejelasnya." setelah mendengar penuturan Cin Liong-hwi, air mukanya tampak rada lega dan katanya kalem, "jadi ayahmu sangka latihan sendiri dan nyeleweng kearah latihan sesat, sehingga kau ketakutan oleh gertakannya itu."
Cin Liong hwi mengiakan secara terus terang.
Kata Jing-hou-khek dingin, "Kau ketakutan karena kau percaya omongan ayahmu, kenapa kau tidak percaya pada gurumu?"
"Tecu tidak berani," tersipu-sipu Cin Liong-hwi berlutut, "tapi pelajaran Lwekang perguruan terlalu luas dan dalam sulit diselami inti sarinya, Tecu hanya ingin tahu lebih banyak lagi, harap Suhu jangan salah paham."