"Kau tidak dapat membedakan salah dan benar, jangan salahkan aku tidak mengenal kasihan."
"Kalau kau berani, cobalah bunuh aku!"
"Hm, kau kira aku tidak berani ?". "Keparat kau memang telengas kejam, rendah dan hina lagi, perbuatan apa yang tidak pernah kau lakukan."
"Sekaii lagi tuan mengudal mulut semena-mena, asal aku mengerahkan sedikit tenaga, cukup membuat kau mampus tanpa liang kubur ..."
Tiba-tiba sebuah hardikan nyaring menembus angkasa, sebuah bayangan putih meluncur datang dari tengah udara, Siuuur, sejalur kain sutra panjang mendesis keras tahu-tahu sudah menggubat dileher Giok-liong, sedikitpun Giok liong tidak menduga dirinya bakal dibokong dari belakang, begitu mendengar angin mendesis dan tahu gelagat yang membahayakan untuk berkelit sudah tidak sampai lagi.
Tahu-tahu ia merasa napasnya menjadi sesak lehernya terikat kencang, sedapat mungkin ia meronta berusaha melepaskan diri, tapi gerak gerik pendatang baru ini betulbetul cepat luar biasa, begitu serangannya berhasil tanpa ayal tangannya lantas menarik dan menyendal dengan keras.
Karena leher digubat selendang satra, Gi-ok-liong sulit mengerahkan Lwekangnya, kontan tubuhnya kena digentak mumbul ketengah udara, melayang seperti layang layang putus benang setinggi tiga tombak terus terbanting keras di tanah.
Karena tiada kesempatan untuk mengerahkan hawa murni melindungi badan, seketika ia terbanting celentang dengan kaki tangan menghadap kelangit.
Keruan sakitnya bukan buatan, sampai mata berkunangkunang kepala pusing tujuh keliling.
Bantingan keras ini betul-betul merupakan suatu pukulan keras bagi Giok-liong selama kelana di Kangouw, betapa dia takkan berjingkrak gusar seperti kebakaran jenggot.
Begitu tubuhnya menyentuh tanah, hawa murni segera di empos, dengan mengerahkan seluruh kekuatannya ia mencelat setinggi tiga tombak, badannya terus meluncur tiba sambil menggerakkan kedua telapak tangannya.
Saking susar dan gemas maka luncuran serta serangannya ini betul-betui hebat sekali, seolah-olah ingin rasanya sekali pukul hancur leburkan lawan menjadi bergedel.
Begitulah dengan nafsu membunuh yang bergelora di badannya Giok-liong meluncur turun laksana air bah dicurahkan dari tengah udara, tapi tiba-tiba ia berseru kejut.
Lekas lekas ia menarik serangannya dan punahkan tenaga kekuatan pukulannya, badan juga lantas berhenti meluncur dan hinggap ditengah jalan, Begitu berdiri tegak dengan kesima ia berdiri mendelong, berutang kali ia kucek-kucek matanya menatap pendatang baru ini, air mukanya kaku tanpa perasaan ia berdiri terlongong seperti patung.
"Bocah keparat, apa yang kau lihat !"
Giok-liong tetap kesima berdiri ditempatnya, Sebab perempuan pertengahan umur yang membawa selendang sutra sepanjang dua tombak itu betul betul persis seseorang, seorang yang selalu dirindukan oleh Giok-liong.
"Persis benar, seperti pinang dibelah dua !"
Dalam hari Giok-liong membatin .
"Selain usianya yang berbeda, boleh dikata orang ini seperti duplikat adik Sia, mungkinkah didunia ini terdapat orang yang begitu mirip satu sama lain ! "
Sementara itu, perempuan pertengahan umur itu sudah menggulung selendangnya terus menghampiri kesamping lakilaki kekar, suaranya lembut penuh kekwatiran .
"Bagaimana luka-Iukamu ..."
Wajah laki-laki kekar mengunjuk penasaran dan gusar, sahutnya dengan kepedihan.
"jangan kau hiraukan aku ! carilah dia ...."
Sampai disini ia sudah tak kuat meneruskan sambil menunjuk Giok liong yang masih berdiri terlongong itu ia berkata lagi tergagap.
"Ringkus dia ... tuntut pertanggungan jawabnya !"
Perempuan pertengahan umur menjadi terharu dan mengembeng air mata, Tar ...tiba-tiba ia mengayun selendang sutra ditangani nya seperti pecut, terus menerjang maju kehadapan Giok liong, bentaknya sengit.
"Bocah keparat, kembalikan anak putriku!"
Saat mana Giok-liong, tengah berdiri kesima, seketika ia menjadi tertegun mendengar seruan orang mundur selangkah ia bertanya.
"Putrimu! Dari mana asal pertanyaanmu ini, selamanya kiia belum pernah bertemu muka. apa kau sudah gila!"
"Apa, jadi kau hendak mungkir!"
"Bukan aku ingin mungkir, adalah menista orang semenamena!"
"Kau melepas api membakar rumah, pura-pura mau sembunyi tangan, lihat serangan."
Selendang sutranya berputar ditengah udara melingkar seperti-ular hidup terus menukik turun menindih ke atas kepala Giok-liong, perbawa serangan ini cukup lihay dan hebat.
Kalau Giok-liong tidak mau melawan, terpaksa ia harus melompat mundur baru bisa menghindar dari ancaman berbahaya ini, Tapi pelajaran yang dialami tadi membuat ia harus berpikir dua belas kali, berulang kali ia sudah berusaha mengalah dan main mundur, akhirnya dirinya malah kehilangan kontrol dan kepepet semakin payah, kehilangan inisiatif menyerang setiap tindak, setiap langkahnya selalu menghadapi mara bahaya melulu.
Maka untuk kali ini terpaksa ia tidak sudi main mengalah atau mundur lagi, jurus Cin chiu pelan-pelan dilancarkan untuk memunahkan serangan musuh mengurangi tekanan dahsyat.
bentaknya keras.
"Nama atau shemu saja aku tidak tahu darimana . .."
"Tidak tahu sudah tentu akan kubuat tahu!"
Perempuan pertengahan umur ini menyerang dengan penuh nafsu, seiring dengan makiannya, selendang sutra dilarikan semakin kencang sebegitu lincah dan cepat sekali seumpama hujan angin juga sudah menembusnya.
Begitu besar tenaga yang terkerahkan di atas senjata panjangnya ini sampai angin menderu menyapu debu dan rumput disekitar geIanggang.
Tatkala itu sudah menjelang tengah hari, bayangan selendang berlapis-lapis melayang ditengah udara memancarkan sinar sutra yang berkiiau menyilaukan mata.
Apalagi pakaian panjang yang dikenakan perempuan pertengahan juga warna putih dari sutra lagi.
Demikian juga jubah panjang Giok-liong berwarna putih bersih pula, Maka terlihatlah dua bayangan putih saling berloncatan dengan diselubungi seleadang sutra yang selulup timbul diantara mega putih laksana naga mengamuk.
Sebetulnya kalau Giok-liong mau melancarkan kepandaian simpanannya, selendang sutra lawan sejak tadi sudah berhasil dapat dihantam hancur berkeping-keping, paling tidak musuh juga sudah terluka parah, Andaikata tidak bagian Lwekangnya saja yang terkerahkan kiranya cukup dapat mengambil kemenangan tanpa menghadapi rintangan yang berarti ! Tapi Giok-liong tidak mau berbuat demikian, karena apakah ? Tak lain karena wajah perempuan pertengahan umur persis benar dengan istri tercinta yang tengah mengharap dirinya pulang ke Hwi-hun san-cheng.
Betapapun ia tidak tega turun tangan untuk menurunkan tangan kejam.
Pertempuran silat tingkat tinggi memerlukan kosentrasi yang berlipat ganda, bagaimanapun sekali pikirannya bercabang, bukan saja tidak dapat mengambil kemenangan malah mungkin sedikit saja saja lantas mengunjuk setitik lubang kelemahan ini cukup kesempatan bagi musuh untuk melancarkan serangan mematikan.
Demikianlah keadaan pertempuran saat itu, sekejap mata lima enam puluh jurus sudah berlalu.
Diatas dataran lamping gunung ini, selendang sutra putih sepanjang dua tombak telah ditarikan demikian rupa oleh perempuan pertengahan umur sehingga angin menderu laksasa angin lesus, laksana hujan badai seperti pula gelombang ombak samudra, semakin lama ternyata semakin cepat dan semangat, sebaliknya keadaan Giok liong semakin terdesak dan terkekang didalam lingkungan angin menderu, keadaannya sudah semakin payah dan terdesak dibawab angin, terang tidak lama lagi dirinya pasti dapat dikalahkan.
Sekonyong-konyong terdengar bentakan nyaring merdu.
"Roboh!"
Bayangan putih berkelebat sejalur serangan dahsyat bagai layung menerjang tiba "Celaka !"
Dalam kesibukannya, lekas-lekas Giok-liong gunakan tipu Jiang-liong-jip-hun (ular naga menyusup ke dalam awan) sekuat tenaga kakinya menjejak tanah, seketika tubuhnya mencelat tinggi melambung ke tengah udara setinggi lima tombak.
"Blang."
Ledakan dahsyat seperti gugur gunung menggetarkan bumi pegunungan. Ternyata selendang sutra yang lemas itu telah melilit sebuah pohon besar terus digulung tinggi tercabut keakar-akarnya terbang meninggi ketengah udara.
"Krak". "Byar!"
Daun dan debu beterbangan sejauh tujuh delapan tombak.
Bayangkan betapa dahsyat perbawa keku atan selendang sutra ini, seumpama orang yang kena dililit dan dibanting pasti badannya hancur lebiir menjadi perkedel, masa bisa hidup lagi.
Begitu jurus serangan ampuhnya melilit roboh sebuah pohon, bukan saja rasa amarah perempuan pertengahan belum reda malah semakin berkobar seperti api disiram minyak, Kelihatan rasa gemas dan dongkolnya semakin mendalam, sekali lagi ia ayun dan tarikan selendang senjatanya itu, seraya melompat menubruk.
Udara serasa menjadi gelap kerena tertutup oleh putaran selendang yang melebar dan mendesis kencang itu, laksana mega mendung menjelang hujan lebat dengan angin badai menerpa dahsyat.
Belum lagi badan Giok-liong menyentuh tanah, selendang sutra yang lemas itu sudah memecut tiba lagi.
Bercekat hati Giok-liong, hatinya rada gentar menghadapi senjata lemas musuh yang hebat tadi, cepat-cepat ia gunakan gaya Hoan-inhu hu.
untuk kedua kalinya badannya melenting tinggi, dalam seribu kerepotannya, tangannya meraih sebatang dahan pohon dengan meninjam daya pantulan dahan pohon ini badannya terus terayun lima tombak lebih jauhnya.
Waktu badannya meluncur turun dan hinggap ditanah kebetulan tiba disamping laki laki kekar yang tengah duduk semadi mengerahkan tenaga istirahat, sebetulnya bagi Giokliong tiada maksud tertentu.
Tapi lain bagi penerimaan perempuan pertengahan umur itu, bentaknya nyaring penuh kekuatiran.
"Bocah keparat, berani kau!"
Ternyata ia mengira Giok-liong hendak mengambil keuntungan ini menyerang orang yang sudah terluka tak mampu bergerak itu.