"Ayah tak boleh kau ...
"
"Budak goblok ! Apa kau sudah gila, lekas minggir!"
Tampak sebuah telapak tangan merah darah menyelonong keluar dari guIungan merah itu, sehingga hawas sekelilingnya seketika terasa panas membakar.
Giok-liong sedang berusaha dengan susah payah mengerahkan hawa murninya seketika terasa olehnya seluruh isi perutnya menjadi mengangah seperti dibakar, keringat sebesar kacang mengalir deras dari atas jidatnya ! "Ayah, apa kau bisa mengampuni jiwa nya?"
"Budak, kenapa kau ini tidak lekas menyingkir ?"
"Ayah ! Kau ... kau ... ampunilah jiwanya !"
"Ai, budak ini ! Baik ambillah seruling samber nyawa itu, nanti ayahmu mengampuni jiwanya"
Hati Giok-liong gelisah seperti dibakar, dia rela berkorban demi keselamatan seruling samber nyawa itu, betapapun ia tidak rela kehilangan benda pusaka pemberian perguruan yang diandalkan kepadanya.
Apa boleh buat namun tenaga untuk berdiri saja tiada apalagi hendak melawan sampai bergerak juga susah takut membuyarkan hawa murni yang sudah mulai terhimpun, akibat ini akan membuat tubuhnya cacat untuk selama-lamanya.
Terpaksa harus pasrah nasib saja melihat orang sesuka hati berbuat atas dirinya.
Sinar mas mencorong menyilaukan mata.
Begitu putri bayangan darah merogoh kesaku Giok liong seketika ia berseru kaget, Karena yang dirogohnya keluar bukan lain tuanya Potlot masnya itu.
Semula ia sangka itulah Seruling samber nyawa, maka bahkan heran ia berseru kejut tadi.
Hiat ing-cu mendesak dua langkah, ujarnya.
"Mana Serulingnya ?"
Meski Ling Soat-yan sudah menggeledah seluruh tubuh Giok liong, namun bayangan seruling samber nyawa saja tidak kelihatan ! Dengan mendelong Hiat-ing cu awasi putrinya menggeledah tubuh Giok-liong, namun seruling samber nyawa itu belum juga diketemukan seketika hawa amarah merangsang benaknya, bentaknya dengan bengis .
"Bocah licik ?"
Lengan kanannya sedikit digentakkan pancaran sinar merah darah lantas berkembang dengan gusar ia membentak.
"Biarlah Lohu menyempurnakan kau !"
Segulung kekuatan dahsyat seperti berkuntum-kuntum bunga langsung menerjang kearah Giok-liong, Bayangan merah jingga segera menubruk maju menghadang didepan Giok-liong.
Mulut Ling Soat-yau berpekik sambil menyemburkan darah segar badannya terpental jauh terkena angin pukulan Hiat-ing cu yang dahsyat itu.
Keruan Hiat-ing-cu sangat terkejut, gerungnya keras .
"Anak ing"
Segera bayangannya berkelebat, sebelum badan Ling Soat-yau menyentuh tanah sudah diraihnya ke dalam pelukannya.
Tampak wajah Ling Soat-yau pucat pasi, darah masih meleleh dari ujung mulutnya, dari kedua matanya yang terpejam masih mengalirkan air mata, membuat siapa yang melihat merasa kasihan dan terharu.
Sedang sebelah tangannya dengan kencang menyekal secarik sapu tangan yang terbuat dari sutra halus, Sapu tangan sutra halus ini digeledahnya dari dalam baju Giokliong.
Mimpi juga Hiat ing-cu tidak menyangka putrinya bakal berbuat sebodoh itu, rela berkorban untuk menalangi pukulan yang dihantamkan kcarah Giok-liong tadi.
Kini melihat keadaan putrinya yang kempas kempis ini, hatinya menjadi duka dan perih.
"Anak Yau, kenapa kau senekad ini!"-sementara telapak tangannya menekan dijalan darah Tiong-ting tepat didepan jantungmya. Pelan-pelan Ling Soat-yau membuka mata, napasnya masih memburu, ujarnya lemah.
"Ayah, kau ampunilah dia!.dia ...
"
Hiat ing-cu menjadi keheranan dan tak habis mengerti akan sikap putrinya ini, jiwa sendiri sudah hampir direnggut oleh elmaut toh masih menguatirkan keselamatan Giok-liong, pikir punya pikir akhirnya ia menghela napas panjang, ujarnya.
"Ayah mengabulkan permintaanmu, mari pulang!"
Begitu ia mengulapkan tangan Hiat-ing-su-ai melesat bersama, lalu bayangan darah melambung pergi.
Sambil membopong tubuh putrinya yang terluka berat, Hiat-ing-cu melirik sekilas kearah Chiu ki lalu ia melompat tinggi tiga tombak lebih terus menghilang.
Alas pegunungan ini menjadi kosong dan sunyi, malam semakin berlarut, kesunyian mencekam alam sekelilingnya, Hawa malam semakin dingin, butiran air kabut membasahi seluruh tubuh Giok-liong sehingga merasa kedinginan.
Entah sudah berselang berapa lama baru Giok-liong selesai dengan semadinya.
Terasa seluruh tubuhnya sudah tiada gejala apa apa, namun ia masih tetap duduk bersila sedikit pun tidak bergerak sepasang matanya terlongong melihat barang-barang yang berserakan diatas tanah potlot mas, obat
obatan, perhiasan batu giok ... Dimanakah seruling samber nyawa? Kenapa pula sapu tangan sutra Ya, sapu tangan sutra pemberian istrinya, Coh-Ki-sia sebagai kenang-kenangan? Untuk apa Ling Soat-yau mengambil nya ? Dia adalah ..."
Lama dan lama sekali ia berpikir namun tak kuasa memecahkan pertanyaan hati sendiri.
Mendadak ia berjingkrak bangun kepalanya mendongak ke langit, mulutnya lantas menggembol keras mengalun tinggi seperti gerangan naga laksana pekik burung hong.
Memang malam ini dia merasa sangat dirugikan, selama berkilana di Kangouw belum pernah ia dihina sedemikian rupa, belum pernah tertimpa penderitaan serta siksaan lahir batin semacam ini.
Pertama di gunung Bu-tong san sana ia menjadi penasaran menjadi tuduhan yang semena mena tanpa alasan, Lalu di pancing gadis baju kuning itu, belum lagi mereka bicara habis, dirinya sudah terluka parah terkena gabungan pukulan Hiat-ing-su ai, kalau Ling Soat yau tidak muncul tepat pada wakunya, saat ini...
Jelek-jelek sebagai seorang laki laki sejati, tak duga sekali dua selalu dibela dan dimintakan pengampunan olen perempuan.
Terpikir sampai disini, seolah memperoleh suatu penghinaan yang diluar batas.
"Hiat-ing-cu, sakit hati malam ini betapa juga harus kubalas!"
Sambil berkata-kata telapak tangan kanan menghimpun tenaga terus diserang kedepan terarah kebutan didepannya yang berjarak tiga rombak jauhnya.
Tenaga yang melampiaskan kedongkolan hati ini sungguh dahsyat perbawanya, seketika terjadi suara gcmnruh akan tumbang dan patahnya dahan dahan pohon serta debu pasir yang beterbangan Pohon pohon menjadi roboh dan tumbang seperti didera oleh hujan badai.
Rada lega juga setelah Giok liong melampiaskan dongkol hatinya, Mendakak ia teringat apa-apa, Teriaknya gugup.
"O ! ya. Tentu seruling samber nyawa telah dicurinya. Waktu ia membopong aku karena pukulan Su-ai yang hebat itu, sekaligus ia merogoh dari sakuku, Kalau tidak buat apa seorang gadis tak dikenal mau membopong aku."
"Nona yang manakah membopong aku?"
Dari lamping gunung sebelah sana terlihat sebarisan gadisgadis ayu rupawan laksana bidadari mengiring seorang perempuan yang mengenakan pakaian serba kratonan, pelanpelan mereka sudah tiba didaratan tanah di hadapan sebuah batu besar, terpaut dengan Giok-liong tak lebih satu dua tombak saja.
Seketika terbangun semangat Giok-liong, tersapu habis segala pikirannya yang mengganggu benaknya tadi menjura dalam ia menyapa.
"Harap tahan, apa kalian adalah orangorang dari Ui-hoa-kau?"
Perempuan yang mengenakan pakaian serba kratonan yang mewah itu tersenyum manis, telunjuknya menunjuk sebuah sulaman kembang besar yang berada di depan dadanya, suaranya terdengar merdu.
"Apakah ini perlu ditanya lagi?"
Sulaman kembang mas didalam itu masing masing sampingnya tersulam pula enam lembar daun hijau jadi seluruhnya berjumlah dua belas lembar, sangat jelas dan menyolok mata. Bercekat hati Giok-Iiong, katanya sungguh.
"Jadi Cian-pwe adalah Ui-hoa-kiaucu Kim Eng Kim-cianpwe?"
Perempuan itu tidak menjawab pertanyaan ini, sebaliknya ia berkata.
"Kau hendak menanyakan murid yang telah memancing mu kemari itu ?"
"Ya, nona itulah yang kumaksud !"
"Mari ikut aku !"
Habis berkata sepasang biji mata Ui-hoakiaucu Kim Ing menyapu pandang dengan sorot kilat, sambil mengebaskan lengan bajunya badannya Iantas melambung ringan laksana bayangan setan, tanpa mengeluarkan suara pesat sekali bayangannya sudah menghilang dikejauhan sana! Diam-diarn Giok-Iiong merasa kagum dan memuji dalam hati.
"Hebat benar Gin-kangnya, kiranya latihannya sudah sempurna betul!"
Bukan saja gerak gerik Ui-hoa-kiaucu Kim Ing "serba aneh".
para dayang yang mengiringi dibelakangnya itu juga rata-rata berkepandaian tinggi pula.
Tanpa ayal segera Giok-liong jemput Potlot mas serta benda lain miliknya terus lari mengejar sambil mengembangkan Leng-hun-toh.
Tatkala itu sudah menjelang terang tanah, putri malam sudah hampir tenggelam kearah barat, ditengah cakrawala tinggal bintang-bintang yang berserakan memancarkan sinarnya yang kelap kelip, inilah saat paling gelap menjelang senja.
Tak lama kemudian dari depan kejauhan sana terdengar suara gemuruh laksana derap langkah kuda seperti juga air ditumpahkan dari tengah langit, sekelompok bayangan kuning berlari pesat beriring, paling belakang setitik bayangan putih mengintil dengan ketat.
Suara gemuruh itu semakin dekat dan memekakkan telinga Kiranya itulah sebuah air terjun, air tertumpah jatuh dari sebuah saluran setinggi puluhan tombak.
Bayangan kuning tadi tengah menuju kearah air terjun itulah.
Tidak ketinggalan Giok-liong juga mendarat diatas sebuah batu besar tak jauh disamping air terjun itu.
Ui-hoa-kiau cu membalik tubuh sambil unjuk senyum manis, katanya kepada Giok-liong.
"Ternyata ketenaran nama tuan tidak nama kosong belaka, Gerak tubuh yang pesat sekali. Giok-liong mandah tertawa getir, sahutnya merendah.
"Ah, Cianpwe terlalu memuji. Harap tanya dimanakah nona yang memancingku keluar dari Sam-ceng koan tadi ! Bolehkah aku menemuinya sebentar?"
Tiba-tiba Ui-hoa-kiaucu Kim Ing menarik muka, sikapnya berubah dingin, serunya sambil menunjuk kearah terjun.
"Nah itulah di-sana!"
Tak tertahan Giok liong berjingkrak kaget, kiranya diatas air terjun itu ada sebuah bayangan kuning tengah terayun-ayun bergoyang gontai karena terdorong oleh carahan air terjun.