Tatkala mana hawa ungu diwajah Ci hu-sin-kun semakin tebal Demikian juga semu merah dimuka Giok-liong semakin besar, seluruh badannya diselubungi kabut putih, akhirnya kabut ungu menjadi gelap dan Ci-hu-sin kun dikerahkan sampai puncak tertinggi.
Berhadapan dengan mega putih yang semakin tebal.
Jilo sudah dihimpun sampai titik paling sempurna.
Dua musuh tua dan muda dalam waktu sedetik atau semenit ini bakal mengadu kepandaian membagi hidup dan mati.
Sekonyong-konyong, dari kejauhan diufuk langit sana terdengarlah suitan panjang yang melengking tinggi menggiriskan sukma orang, disusul suitan lain saling berebut dari berbagai penjuru, seluruh pegunungan Bu-tong-san, dari berbagai penjuru terdengar lengking suitan yang menggetarkan sukma itu.
Kalau disebelah sana terjadi suatu keributan yang menggemparkan lagi, tapi ditengah gelanggang bayangan putih dan ungu sedikitpun tidak terganggu atau tergugah oleh suitan yang menyayatkan itu."
Mereka masih tegas dalam tujuan pertama mengadu jiwa sampai mati.
"Haha ...
"
"Hai ..."
Dua gerangan dan gemboran keras berbareng keluar dari mulut kedua lawan yang berhadapan itu.
Kabut ungu tiba-tiba meletus sampai lima tombak luasnya terus menubruk kedepan dengan kekuatan dahsyat.
Mega putih juga mengembang luas sekitar lima tombak sekelilingnya, menerpa deras kearah musuh, sedetik sebelum kedua kekuatan dahsyat kedua belah pihak saling bentrok, mendadak sejalur bayangan ungu meluncur datang dengan kecepatan anak panah terus menyelusup diantara gelombang pukulan yang hampir beradu itu terdengar suara berteriak keras "Jangan!"
Namum suara itu menjadi kelelap oleh ledakan gemuruh yang menggoncangkan bumi dan memekakkan telinga sehingga jantung para penonton berdebur keras, napas juga menjadi sesak seperti dada ditimpa godam.
Kejadian adalah begitu cepat, kabut ungu seketika lenyap tampak badan Ci hu-sinkun yang tinggi itu melayang ringan jatuh meluncur setombak diluar sana.
Begitu juga mega putih lantas ditarik kembali, bayangan Giok-liong jumpuIitan mendarat diatas tanah.
Sebuah bayangan ungu lain adalah seorang gadis jelita yang terbanting keras diatas tanah, mulut kecilnya langsung menyemburkan darah segar, wajahnya pucat pasi, rambutnya nap-riapan menggeletak celentang tanpa bergerak.
Peristiwa ini terjadi begitu cepat dan di luar dugaan, boleh dikata hanya sekedipan mata belaka.
Serentak Ci hu-ji lo melejit maju, berbareng mereka berseru.
"Tuan putri!"
Belum sempat Ci tau-sin-kun pernahkan diri dan menormalkan pernapasannya ia menjadi kaget setengah mati, seketika air mukanya berubah pucat dengan terhuyung ia memburu maju sambil berteriak.
"Anak Ling! anak Ling!"
Saat mana Giok-liong juga sudah melihat, keadaan Kiong Ling-ling yang mengenaskan itu.
Teringat akan budi kebaikan Kiong Ling-ling yang telah berdampingan bersama Tan Soatkiau menolong jiwanya, hatinya menjadi haru dan tak tega, sekuatnya ia melangkah maju sambil berteriak.
"Nona Kiong!"
Ci-hun-sin-kun mendelikan matanya semprotnya mendesis.
"Apa pedulimu!"
Ma Giok-liong juga tidak mau kalah garang, tentangnya berani.
"Apa! Mau coba-coba lagi?"
Ci-hu-sin-kun sudah malang melintang memimpin golongan hitam sekian tahun lamanya, jelek-jelek ia seorang cikal bakal sebuah perguruan silat maha agung, dalam gebrak pertama ini tanpa dapat dibedakan siapa menang dan asor, ini sudah merupakan pukulan batin dan jatuh pamor baginya, mana kuat ia mendengar ejekan Giok-liong yang kurang ajar ini.
Maka sambil melintangkan kedua tangannya, ia menghardik dengan murka.
"Bocah sombong, kau sangka aku takut!"
Tiba-tiba bayangan hijau melejit datang menghadang dihadapan mereka. ternyata Bik-lian hoa sudah berdiri ditengah gelanggang sambil berseri tawa, ujarnya.
"Tidak perlu bertanding lagi, kalah menang sudah kelihatan! "
"Apa kalah menang sudah berketentuan?"
Semprot Ci-hu-sin-kun tercengang, matanya membelalak gusar. Bik-lian-hoa menarik badan Giok-liong, ujarnya lembut.
"Nah, mari kita pergi, gebrak pertama ini kemenanganmu bagus sekali."
Giok-liong tidak tahu kemenangan cara bagaimana yang dikatakan itu, tanyanya.
"Aku ..."
Bik-lian-hoa menyelak.
"Pihak Ci-hu-bun telah melanggar janji, dua lawan satu malah yang satu terluka parah lagi bukankah sangat mentereng kemenangan mu ini."
Ci hu-sin-kun menjadi gugup dan menggerung gusar.
"Omong kosong belaka anakku..."
"Anak gadismu membantu kau toh masih kewalahan jaga, Haha, sungguh memalukan!"
Demikian jengek Bik-lian-hoa. Sebaliknya Ma Giok liong menyangkal.
"Dia bukan membantu, tapi..."
Giok-liong tahu bahwa tujuan Kiong Ling-ling adalah hendak melerai dan mencegah pertampuran ini, siapa tahu dia sendiri yang konyol terluka parah. Tak duga Bik lian hoa melerok kearahnya sambil omelnya.
"Bocah gendeng, ayah anak kandung sendiri kalau tidak membantu dia masa membantu kau malah, Mari pergi!"
Keruan Ci hu-sin-kun semakin berjingkrak gusar seperti kebakaran jenggot, rambut diatas kepalanya sampai berdiri bergo-yang-goyang.
Tapi seumpama si bisu menelan empedu yang pahit, ada maksud berkata tapi tak dapat bersuara.
Dalam pada itu terdengarlah keluhan sakit Kiong Ling-ling yang mulai sadar dari pingsannya, Ujung mulutnya masih melelehkan darah, badannya lemah celentang di-tanah, dadanya kembang kempis pernapasannya memburu cepat.
Menolong orang lebih penting, maka sambil membanting kaki segera Ci-hu-sin-kun merogoh pulungan obat dari dalam bajunya terus berjongkok menuang dua butir pil sebesar anggur terus dijejalkan ke mulut anaknya.
Lalu dijinjing dan dipeluknya badan putrinya lalu ancamnya kepada Giok liong penuh kebencian.
"Buyung, ingat perhitungan hari ini."
Lalu membentak kearah Ci-hu ji-lo.
"Ayo pulang!"
Sekejap saja bayangan mereka sudah meluncur jauh keluar hutan sana dan menghilang.
Mengantar kepergian Ci-hu-sin-kun, perasaan Giok-liong menjadi mendelu dan tertekan seperti kehilangan sesuatu.
Enjah mengapa hatinya merasa menyesal, terasa olehnya bahwa derita yang menimpa Kiong Lin-ling adalah penasaran belaka, meskipun dirinya tidak sengaja hendak melukainya, tapi mengapa ia merintangi pukulan ayahnya sedang serangan tangannya ...
Giok liong menduga bahwa iuka-Iukanya itu pasti sangat parah, karena serangan yang dilancarkannya itu merupakan himpunan seluruh kekuatannya, betapa hebat hantaman dahsyat itu boleh dikata merupakan ketahan seluruh tcekuatan latihannya selama ini.
Masa ia kuat bertahan jikalau hantaman nya ini sampai menghancur leburkan isi perutnya ...
Giok-liong tidak berani memikirkan akibat selanjutnya.
"Cian-pwe selamat bertemu !"
Setelah menjura kearah Bikliau- hoa Giok-liong ber-siap angkat langkah mengejar kearah jurusan Ci-hu sin-kun itu.
"Kemana kau ?"
Bayangan hijau berkelebat tahu tahu Biklian- hoa sudah menghadang dihadapannya menatap tajam kearahnya.
"Aku hendak melihat keadaan Kiong Ling-ling."
Situasi menjadi ribut iagi, bayangan berloncatan mendesat, terdengar dengusan dan makian orang banyak.
"Enak benar mau tinggal pergi !"
"Hutang darah golongan Go-bi-pay Harus kau bayar dengan darahmu pula !"
"Benar urusan ini tokh belum selesai, mau ngacir !"
Thian-san-sam-kiam, Ciong-lam koay-to berserta Hiankhong yang memimpin kedua belas muridnya segera merubung datang mengelilinginya, Tak ketinggalan Hiat-ing-su ai juga berpencar keempat penjuru.
Melihat sepak terjang pihak musuh, Giok-Iiong menjadi bergelak tawa dengan angkuhnya, Sorot matanya mulai buas penuh nafsu membunuh, teriaknya keras.
"Kalian mau apa ?"
Bik-liap hoa juga bertolak pinggang dan berdiri dengan angkernya, bentaknya nyaring.
"Hendak main keroyok ya ?"
Siau-lim Ciang-bun Hian khong Taysu merangkap tangan sambil bersabda Buddha lalu sahutnya perlahan .
"Nona Li jangan kau lupa bahwa Bu-lim-su-bi adalah kaum cendekia yang mengenal keadilan, golongan kependekaran yang diagungkan !" "EaidtjiTifa kau sangka Sia-mo-gwa-to !"
Jengek Bik-lianhoa. Ka Liang-kiam salah satu dari Thian-san-sam-kiam ikut menyelak bicara.
"Lalu mengapa tidak menegakkan keadilan dan kebenaran."
Berubah air muka Bik-lian hoa didesak begitu rupa, makinya tak senang.
"Hidung kerbau menjadi filiranmu berani menuding nonamu ?"
Meagandal kedudukan dan wibawa Thian-san sam-kiam memang tidak berani banyak mulut lagi terhadap Bik-lian-hoa. Muka Ka Ling-kiam menjadi merah, sahutnya tergagap.
"Mana berani, tapi...tapi bocah ini ..."
Giok-liong menjadi gusar selalu dimaki bocah ingusan semprotnya congkak.
"Hai, mari tampil kedepan, jangan pintar bersifat lidah melulu !"
Hiat-ing su-ai terkekeh-kekeh dingin, terlihat bayangan merah darah mulai bergerak "Sungguh menyenangkan. Memang harus begitulah cara penyelesaiannya !"
Serentak mereka bergerak siap hendak melancarkan serangan gabungan.
Belum lagi mereka sempat bergerak, tiba-tiba sebuah jeritan panjang mengalun tinggi ditengah udara, Dipuncak Butong- san didalam Sam cing koan terdengar suara bentakan yang riuh rendah.
Sebuah bayangan orang melesat turun bagi anak panah, begitu cepat seperti mengejar setan laksana meteor jatuh langsung menuju ke kalangan sini.
Keruan seluruh hadirin bercekat hatinya, serentak mereka mementang lebar mata masing masing memandang kearan sana.
"Bluk!"
Tahu-tahu bayangan hitam yang meluncur datang itu tiba-tiba terkapar jatuh diatas tanah, terang menderita luka berat ditambah harus mangerahkan tenaga berlari kencang sehingga tak kuat lagi dan terbanting keras.
Serentak puluhan bayangan tokoh-tokoh silat melejit maju memeriksa.
Tampak bayangan yang meluncur jatuh itu bukan lain adalah seorang Tosu tua yang berjenggot panjang dan bermuka kuning, sepasang matanya mendelik banyak putih dari hitamnya, dari lubang kuping, hidung dan mulutnya merembes darah segar.
"Bu-tong-ciang-bun !"
"Cin-cin-cu, dia ..."