"ergerak hati Giok-Iiong, ada niatnya hendak menjelaskan tentang keonaran yang bakal menimpa kaum persilatan, diminta mereka suka memberikan bantuannya, namun setelah dipikirkan lebih lanjuf, rasanya rada janggal dan rikuh, P&Fog tidak mereka bakal kembali ke Tiong-goan lagi, tatkala mana pasti pada saatnya mereka bisa bertemu dan ngobrol. Maka segera ia unjuk soja, serunya.
"sungguh besar rejeki Wanpwe dapat berkenalan dengan para Cianpwe yang oiutai. Besar harapan Waupwe kelak dalam waktu yang tidak lama bertemu lagi, masih ada sesuatu hal yang Wanpwe akan minta bantuan dari para Cian-pwe."
King thian-sin berempat berbareng berkata.
"Kelak kalau kita kembali lagi ke Tiong goan, bila Siau-hiap benar-benar memerlukan bantuan kita, menerjang gunung bergolok atau lautan api juga pasti kita lakukan tanpa pamrih."
Habis berkata berbareng bayangan mereka berkelebat membawa kesiur angin yang ringan sekali tahu-tahu bayangan mereka sudah menghilang didalam hutan lebat di depan sana.
Hati Giok liong serasa kosong hampa, tapi rada terhibur dan bersyukur pula.
Menurut katanya tadi King-thian-sin Lo Say buru-buru hendak kembali ke Ping goan dilaut utara, terang bahwa pangkalan mereka pasti disana.
Apakah mereka ada hubungan dengan Hwi thian-khek Ma Huan dari laut utara itu ? Kalau dugaan ini benar maka-hari-hari selanjutnya banyak sekali pertolongan yang harus dinyatakan kepada mereka.
Sesaat Giok-liong berdiam diri, matahari sudah terbit semakin tinggi menerangi jagat raya ini, dalam hati ia tengah menerawang tindakan selanjutnya yang harus dilaksanakan.
Teringat tugas berat yang di-pikulnya, tanpa merasa ia menghela napas panjang.
Menjejakkan kaki, badan seringan asap lantas meluncur dengan pesat sekali sambil mengembangkan Leng-hun-toh ia berlari-lari kencang menuju ke timur laut.
Giok-liong sudah kerahkan seluruh tenaganya untuk mengembangkan ilmu ringan tubuh leng hun-toh ini, maka badannya seperti berubah segulung jalur putih melesat kencang dan meluncur gesit selulup timbul di hutan lebat dan semak belukar.
Tapi hati Giok-liong sedang gundah dan memutar otak berpikir, sejak meninggalkan hutan kematian hampir satu bulan sudah.
Menurut pesan Wi hian ciang Liong Bun diharuskan dalam jangka waktu setengah tahun dirinya harus sudah dapat menemukan gurunya, menyatukan Ih lwe-su-cun bersama seluruh kaum gagah persilatan untuk melawan kekuatan terpendam dari Hutan Kematian.
Satu persoalan belum lagi dapat diatasi bersama pula, telah muncul golongan Hiat-ing-bun di Kangouw, Selama hampir satu bulan ini apa yang telah dialami sungguh sangat banyak dan ruwet sekali.
Istana beracun sudah ietaBS-tv".ausaii muncul kembali dengan taasNj terornya yang ganas meruntuh totalkan pihak Go bi-pan.
Serta Hian-bing-mo-kek yang serba misterius ini, ini cukup mengejutkan dan menguatirkan sekali.
Kalau dihitung secara total, kecuali Hiat-hong dan Kim-i dua organisasi jahat yang malang melintang di Kangouw tak terhitung didalamnya.
Hutan kematian, istana beracun, Hiat - ing - bun, Hian-bing-mo-kek serta aliran Ctrm merupakan lima golongan dan aliran yang hebat dan berkekuatan besar pula.
Kelima aliran jahat ini masing-masing tentu mempunyai kaki tangannya yang hebat dan lihay dengan berbagai ajaran silatnya yang tersendiri dan aneh.
Satu saja dari kelima golongan ganas ini cukup untuk menyapu dan memberantas golongan lurus kaum persilatan.
Jikalau delapan besar aliran silat lurus serta para orang gagah dan satria jantan tidak bisa bersatu padu, bekerja sama untuk membendung bencana yang bakal timbul ini, maka dunia persilatan didataran tengah ini sulitlah untuk angkat kepala atau hidup aman dan sentosa."
Karena pikirannya ini, seketika Giok-liong terbayang adegan pembunuhan total dipuncak Go bi-san tempo hari, tanpa merasa ia menjadi merinding dan ngeri, diam-diam ia ambil ketetapan dalam benaknya.
"Istana beracun sudah mulai mengulurkan cakar jahatnya, aku harus segera menuju ke Butong- san untuk mencegah terulangnya kejadian bencana darah."
Ya, memang letak Bu-tong adalah yang paling dekat dengan Go bi-san.
Maka dapatlah dipastikan sasaran kedua akan teror yang bakal dilaksanakan oleh pihak istana beracun pasti adalah Bu-tong pay! Maka tanpa ayal lagi kakinya semakin cepat bergerak terus melesat dengan kencang, membelok arah menuju ketimur laut.
Sehari-harian ia berlari kencang tanpa merasa sampai hari telah menjelang magrib Lwekang latihan Giok-liong boleh dikata sudah mencapai puncak kesempurnaannya, meskipun hari sudah mulai gelap matanya masih dapat melihat tegas dan jelas, pada saat mana ia sudah mulai memasuki daerah pegunungan Bu-san pada puncak kedua belas.
Suara burung gagak ramai dan ribut kembali kcdalam sarangnya, matahari memancarkan sinar kuningnya sebelum sembunyi kedalam peraduannya, setelah menembus sebuah hutan lebat Giok-liong tiba disebuah dataran rumput yang luas dan menghilang jelas terlihat didepan sana terbentang sebuah aliran sungai kecil, dengan aliran airnya yang bening gemericik, sungguh indah pemandangan panorama menjelang malam ini.
Setelah menempuh perjalanan jauh selama satu hari Giokliong merasa letih juga, sampai dipinggir sungai ia duduk serta menggayung air, dengan telapak tangannya untuk membasuh mukanya yang kotor penuh debu, seluruh badan seketika serasa nyaman dan silir sehingga semangatnya pulih kembali bergegas ia berdiri dan menggeliat dan memandang kesekitarnya.
Dilihatnya setelah melampaui padang rumput ini didepan sana terdapat sebuah hutan lebat pula, di belakang hutan ini adalah sebuah puncak gunung yang menembus awan sambung menyambung memanjang tak kelihatan ujung pangkalnya.
Menurut perhitungannya dengan kecepatan larinya ini, mungkin tengah malam nanti ia sudah dapat tiba di Sam-cingkoan di Bu-tong-san.
Begitulah setelah beristirahat sekedarnya, ia bergerak lagi dengan pesat berlari kencang didataran padang rumput ini terus menyelinap memasuki hutan lebat langsung menuju kearah letak Bu-tong-san.
Tidak lama setelah Giok liong melewati hutan lebat ini, dipinggir sungai sana terdengar kesiur angin dari lambaian pakaian orang, ternyata disana sini sudah berdiri jajar empat Hwesio pertengahan umur yang mengenakan jubah abu-abu disebe!ah samping lagi berdiri dua orang Tosu yang bersikap agung dan suci.
Salah seorang Hwesio yang terdepan menjengek kasar "Hm, betul juga dugaan ketua kita, kiranya tidak sia-sia kita menunggunya didalam hutan ini! iblis laknat ini terang sedang menuju ke Bu-tong-san."
Lalu ia ayunkan tangan menyambitkan selarik sinar putih perak berbunyi nyaring menembus angkasa, dibawah pancaran sinar matahari kuning sungguh sangat menyolok dan terang sekali.
Salah satu dari kedua Tosu yang berdiri disamping itu mengekeh dingin, katanya.
"Bocah keparat itu sekali ini pasti takkan dapat lolos, Hehehe, disorga ada jalan dia tak wau pergi, neraka tertutup sebaliknya ia datang menerjang, Butong- san agaknya bakal menjadi tempat kuburnya!"
Seorang Tosu yang lain mengerutkan alis, ujarnya.
"Aneh benar kulihat Ma Giok liong ini bukan ini bukan seorang tokoh kejam yang bertangan gapah dan berhati kejam. Kenapa lengannya itu berlepotan darah..."
Segera seorang Hwesio menyelak bicara.
"To heng menilai seseorang jangan dari raut mukanya, demikian juga mengukur dalamnya laut jangan dari permukaan airnya "Apa kau bisa menduga kalau bocah keparat itu memiliki kepandaian silat yang sehebat itu? Kalau hari ini tidak melihatnya sendiri sungguh aku tak percaya."
"Hahahaha, apapun yang bakal terjadi terang tindak tanduknya sudah masuk kedalam perhitungan kita! Mari jangan berayal, kita kuntit dirinya!"
Mereka saling pandang sambil tersenyum puas terus berloncatan dan berlari enteng seperti awan mengembang dan air mengalir langsung menembus kedalam hutan.
Baru saja bayangan mereka lenyap, dari atas pohon besar yang terdekat dipinggir sungai itu tiba tiba terdengar jengekan tertawa dingin orang, sedikit daun bergerak lantas berkelebatan bayangan scsok abu-abu melambung tinggi terus terbang pesat menyelinap kedalam hutan lebat di depan sana.
Suasana di padang rumput kembali menjadi sunyi, namun kadang kadang terdengar kesiur anngin dari lambaian baju orang yang tengah berlari kencang.
Tiba tiba berkelebat dua sosok langsing semampai, tahutahu dipinggir sungai itu telah berdiri dua gadis ayu jelita yang mengenakan mantel kuning serta baju putih.
Gadis sebelah kiri agaknya lebih tua dan matang dalam pengalaman, alisnya berkerut dalam, ujarnya lirih.
"Si moay, Kaucu menduga dia pasti lewat daerah sini, kiranya tepat sekali ! Tapi situasi sekarang semakin gawat, bagaimana kita harus cepat bekerja supaya berita ini dapat segera sampai pada Kaucu?"
Adik keempat disebelah kiri itu berseri tawa, biji matanya yang bundar hitam mengerling lalu sahutnya.
"Begini saja Samci, pergilah kau melapor kepada Kaucu, biar adikmu membuntuti dia!"
"Begitu juga baik, segera aku pulang meIapor!"
"Ingat, kau harus lekas pergi cepat kembali, urusan kali ini bukan persoalan sepele."
"Baiklah kita jumpa lagi nanti!"
Serentak mereka bergerak berpencar kedua jurusan sebentar saja bayangan mereka sudah berkelebat menghilang.
Keadaan pinggir sungai kembali hening lelap.
Sekarang marilah kita ikut perjalanan Giok-liong bagai angin lalu seperti burung terbang saja ia menembus hutan yang lebat ini, jurang dilompati lembah diselusuri seenak berlari di dataran lapang, begitulah menyelusuri pegunungan Bu-san ia terus menuju ke utara menempuh ke arah Bu-tongpay.
Kepandaian silatnya boleh dikata sudah dibekali Lwekang ratusan tahun lamanya, maka begitu ia mengembangkan ilmu ringan tubuhnya sekuat tenaga maka perbawanya sungguh sangat hebat.
Tepat tengah malam, sang putri malam memancarkan sinarnya yang cemerlang menerangi jagat raya, dari kejauhan Bu-tong sudah kelihatan seperti raksasa yang tengah berjongkok di bumi yang luas diliputi kegelapan.
Sepanjang jalan ini didapati oleh Giok-liong sudah beberapa kelompok kaum persilatan yang kosen dan lihay tengah menguntit dan mengawasi gerak geriknya.
Tapi dia tidak ambil peduli.
Sebab dia tahu, bahwa dirinya sudah menjadi tokoh yang menggemparkan dunia persilatan.
Maka dalam situasi yang genting dan banyak tokoh-tokoh silat yang mengasingkan diri saling bermunculan ini, tidaklah mengherankan kalau dirinya semakin menarik perhatian dan pengejaran mereka.
Tatkala ia sudah melampaui Bu san dan mulai menginjak daerah Bu-tong-san dengan pegunungan yang lebat memanjang itu.
Mendadak ia melihat dilamping gunung dikejauhan sana ada dua puluhan bayangan orang tengah melayang dan berkelebat menghilang.
Betapa tajam pandangan Giok-liong sekarang, sekilas pandang saja sudah cukup mengejutkan hatinya.
Karena kedua puluh bayangan manusia itu masing masing kepalanya berambut-panjang dan terurai melambai.
Dilihat gelagatnya naga naganya pihak Hian-bing-mo-kek juga sudah ikut bergerak didaerah pegunungan Bu tong-san ini.
Untuk apakah kedatangan mereka? Apakah mereka sudah akan mulai dengan pergerakan? Begitulah sambil berpikir ia meogempos semangat dan mengerahkan tenaga, kini badannya melenting semakin pesat menuju kepuncak Bu-tong-san.
Belum lama ia menempuh perjalanan, tiba-tiba terdengar kumandang tembang mantra dari belakang sebuah batu besar di pinggir jalan.
segera Giok liong menyilangkan kaki badannya terus berhenti bergerak dan berdiri tegak diatas tanah.
Dari belakang batu cadas besar berjalan keluar sebarisan pendeta gundul mengenakan seragam ungu.
Seorang yang memimpin didepan alisnya tampak gombyok memutih menjulai turun, air mukanya bersemu merah seperti muka bayi, sepasang matanya sedikit dipejamkan gerak geriknya sangat lamban dan agung sebagai pembawaan seorang suci.
Yang mengekor di belakangnya terdiri dua baris, kanan kiri masing-masing enam orang, semuanya berjumlah dua belas, rata rata sudah mencapai pertengahan umur, dengan pandangan mata berkilat tajam.
Sekali pandang saja lantas dapatlah diketahui bahwa kedua belas pendeta ini memiliki kepandaian silat yang cukup tinggi.
Iringan para pendeta ini maju terus sampai didepan Giok liong sejauh lima tombak baru menghentikan langkahnya.
Pendeta pemimpin yang lebih tua itu masih beranjak maju dengan langkah lamban dan kalem sampai empat tindak di hadapan Giok-hong baru berhenti.
Sepasang matanya yang merem melek itu dengan seksama tengah mengamati Giok liong.
Melihat sikap pendeta tua yaag agung serta penuh hidmat ini, tahu Giok-liong bahwa orang dihadapannya ini pasti tokoh bukan sembarangan tokoh, sedikit soja ia berseru lantang.