Seruling Samber Nyawa Chapter 60

"Berhenti!"

Kesiur angin dingin yang membekukan juga segera melingkari sekitar tanah lapang diluar gua itu.

Sigap sekali Giok-liong membalik tubuh, Tampak dibelakangnya beranjak puluhan tombak disana berjajar berdiri empat orang yang mengenakan pakaian seperti rasul jubah abu-abu tadi.

selayang pandang saja lantas bergetar perasaan Giok-liong.

Bukan saja cara berpakaian besar tinggi badan mereka yang sama, sampai wajahdan raut muka mereka juga persis benar, malah kaku dingin tanpa emosi lagi seperti wajah mayat hidup.

Setelah membalik badan Giok-liong juga mandah berdiam diri, hadap berhadapan tanpa membuka suara sekecappun, namun diam-diam otaknya berpikir cara bagaimana hendak menghadapi pendatang baru ini.

Diukur dari kepandaian silat dan Lwekang rasul jubah abuabu yang mampus itu terang masih setingkat dibawah kemampuannya.

Tapi bila kepandaian silat keempat rasul jubah abu-abu ini juga setarap dengan yang telah mampus itu, dengan gabungan kekuatan rnereka, payahlah pasti dirinya.

Sementara itu, tanpa bersuara keempat rasul jubah abu-abu sudah beranjak maju semakin dekat, Otak Giok- liong berputar cepat sekali sayang sekian lama ini tak terpikirkan olehnya cara yang tepat untuk menghadapi mereka.

Akhirnya ia ambil keputusan yang drastis.

"Permusuhan ini relatif sudah terjadi, sifat merekapun begitu buas tanpa perikemanusiaan, Berantas dan bunuh mereka habis-habisan!"

Waktu dia ambil ketetapan hati ini, keempat rasul jubah ibu abu sudah mendekat beranjak delapan tombak.

Wajah Giok-liong mulai bersemu merah nafsu membunuh sudah mencorong dari sorot matanya, pelan-pelan dirogohnya Kim-pit dan Jan hun-ti serta dicekal kencang-kencang, menarik napas panjang ia kerahkan Ji-lo berputar melindungi badan, dalam segala waktu ia bisa segera melancarkan seluruh kekuatannya untuk merobohkan musuh.

Tapi sikap ia berdiri rada acuh tak acuh kelihatan seperti tiada minat untuk bertempur.

Kupingnya mendengar pula bisikan Li-Hian berkata.

"Buyung, lekas masuk kemari, kau bukan menjadi tandingan mereka."

Nada perkataannya mengandung rasa kuatir dan gelisah. Dengan lemah lembut Giok-liong menyahut.

"Harap Cianpwe lega hati, Wanpwe pasti tidak akan menanggung kerugian! "-lalu pelan-pelan ia pejamkan mata untuk menutupi sorot matanya yang sudah membara penuh nafsa membunuh. Para rasul jubah abu abu sekarang sudah semakin dekat, malah berpencar membentuk setengah lingkaran terus memapak maju ketengah gelanggang. Kelopak mata Giok-liong merem melek, matanya hampir terpejam tinggal sebaris pandangan saja daIam penglihatannya, Ujung mulutnya juga mulai menyungging senyum ejek. Angin dingin menghembus rada keras melambaikan jubah putih Giok-liong, seperti sebatang pohon yang berdiri kokoh diterpa hujan baju dengan angker dan tenang ia berdiri dengan sikap gagah. Hening, melingkupi seluruh gelanggang seakan akan tiada insan penghidupan disekeliling ini, hawa membunuh semakin tebal melingkupi sanubari mereka. Serentak secara tiba-tiba keempat rasul jubah abu abu meluncur lurus menerjang kearah Giok-liong, pertempuran mati matian sudah tak mungkin terhindar lagi. Sekonyong-konyong rasul jubah abu abu nomer dua mendengus rendah, seketika empat suitan nyaring menembus angkasa, Berbareng bayangan abu abu yang bergerak lincah dengan kecepatan luar biasa membawa deru angin pukulan yang dahsyat dingin membeku menggulung tiba kearah Giokliong. Dari pengalaman tempur dengan rasul jubah abu-abu yang dibunuhnya tadi Giok-liong tahu bahwa mereka pasti juga membekal senjata rahasia yang jahat dan berisi, malah kepandaian silat yang mereka latih juga dari aliran amgi yang beracun lagi, Maka dengan berdiri tekun menghimpun semangat meski matanya rada merem melek, hakekatnya ia siap siaga mengawasi gerak gerik musuh dan siap menghadapinya. Baru saja keempat bayangan musuh meluncur dekat masih sejarak satu tombak, tubuh Giok-liong mendadak mengepulkan uap putih terus merembes dan meluas kesekitarnya. Semakin dekat Iuncuran keempat bayangan musuh semakin cepat udara sekitar gelanggang mendadak dilingkupi hawa dingin dan mega mendung. Bayangan kepalan dan telapak tangan pukulan laksana bunga salju menari-nari menerjang dan menyerang keperbagai jalan darah besar yang mematikan di tubuh Giokliong. Bayangan orang berseliweran, deru angin kencang mengamuk bergelombang besar, pekik pertempuran menambah ramai suasana arena perkelahian. Irama seruling mulai mengalun tinggi, sebuah bayang putih membawa tarikan sinar putih dan kuning melambung tinggi ketengah udara, ditengah udara menekuk pinggang sambil membentang kedua tangannya, dua jalur cahaya kuning dan putih lantas berputar memenuhi angkasa laksana naga mengamuk di tengah awan membawa deru gemuruh terus menyapu turun kearah keempat rasul jubah abu-abu. Agaknya keempat rasul jubah abu-abu tidak mengira bahwa pemuda baju putih yang kelihaian lemah lembut ini kiranya membekal ilmu silat dan tenaga dalam yang begitu hebat dan lihay. Saking kagetnya sedikit mereka tertegun irama seruling sudah mengalun dan angin keras juga sudah menyampuk tiba didepan muka, berbareng dua jalur sinar kuning dan putih juga sudah menyapu dan menyerampang datang. Dalam saat saat genting ini mereka berempat saling memberi tanda lalu serempak meloncat tinggi ketengah udara dan meluncur kesamping. Gagal dalam serangannya ini, Giok-liong lantas bersuit panjang nyaring, dimana badannya bergerak seketika ia lancarkan ilmu ajaran Jan-hun-su-sek. Sebuah bayangan putih laksana bayangan dedemit bergerak lincah secepat kilat, tubuhnya dijabat sinar kuning putih dan cemerlang mengeluarkan cahaya putih perak, begitu indah dan menakjupkan benar gerakannya sehingga keempat rasul jubah abu-abu hakikatnya terkekang, dalam serangan potlot mas dan seruling samber nyawa. Tapi keempat rasul jubah abu-abu juga bukan kaum kroco belaka ? Dengan bergabung mereka merangsak semakin hebat meronta seperti binatang dalam kurungan kabut gelap dan angin dingin menghembus keras menderu-deru, empat bayangan abu-abu bergerak limbung seperti setan gentayangan, meski serangan Giok-liong sedemikian gencar dan hebat, tapi mereka masih sekuatnya melawan dan balas menyerang dengan tidak kalah ganas dan lihay. Pertempuran semakin menjadi kacau balau, ditengah udara sekitar gelanggang terbayang mempetakan sebuah bundaran berwarna warni laksana bola kembang. Diatas bundaran bola kembang ini selain kelihatan sebuah bayangan putih bergerak dengan kecepatan seperti kilat, adalah yang paling menyolok mata dua sinar kuning putih yang meluncur memanjang laksana dua ekor naga yang menari lincah sekali. Adalah bola bundar berkembang itu hakikatnya bukan lain adalah kabut gelap dan mega putih yang bergulung berputar. Demikianlah pemandangan dari jauh. Kalau didekati maka dapatlah diketahui bahwa dari tengah-tengah kabut bundar itu saban-saban terdengar ledakan yang menghamburkan batupecah dan tanah, dahan dan daun pohon juga tidak ketinggalan beterbangan, malah mengeluarkan suara gemuruh lagi. Sekali serang tadi sebetulnya bermaksud menggetar menyiutkan nyali pihak lawannya membobol kepungan mereka. Diluar perhitungannya bahwa kepandaian lawan

lawannya ternyata begitu lihay sekian lama mereka jadi sama kuat alias setali delapan uang. Sang waktu berjalan terus tanpa menanti hati Giok-liong menjadi gelisah.

"Bagaimana bila pihak Hiau bing-mo kek datang bala bantuan lagi ?"

Demikian batinnya.

Baru saja ia berpikir demikian, diujung timur sana berkumandang sebuah suitan yang melengking tinggi menembus awan, dengan kecepatan yang susah diukur tengah meluncur mendatang .

..

Begita mendengar suara lengking suitan ini, lantas Giokliong tahu bahwa pihak lawan kedatangan lagi seorang kosen yang berkepandaian lebih tinggi dari keempat lawannya ini.

Maka segera ia kerahkan seluruh hawa murninya, tangan kanan memainkan potlot mas dengan tipu Kang-sim-sek-bun (mengejutkan hati kehilangan sukma) sedang tangan kiri dengan bersenjatakan seruling samber nyawa menggunakan jurus Toan-bing-jao hun (kehilangan nyawa sukma tersiksa).

Jurus tipu ini terbagi dalam delapan gerakan yang berantai, seketika angin badai bergulung-gulung, pancaran sinar putih kuning semakin cemerlang, dimana mega putih menerjang dengan kekuatan dahsyat, seketika terdengar dua jeritan yang mengerikan lalu disusul ledakan keras yang menggetarkan bayangan orang terus berpencaran kabut masih tebal dan mengurung sekitar gelanggang.

Dua bayangan abu-abu membawa aliran darah yang deras terpental sungsang sumbel terbanting keras puluhan tombak jauhnya, setelah tergulung-gulung ditanah lantas tak bergerak lagi, sebaliknya kedua rasul jubah abu-abu lainnya matanya malah memancarkan sorot kegirangan tercampur rasa kejut berbareng mereka melejit mundur delapan tombak jauhnya dengan pandangan dingin mendelik tanpa bergerak mereka memandang kearah Giok-liong dengan berkedip.

Adalah jantung Giok liong bergejolak keras sekali, mata berkunang dan kepala pusing sehingga tak kuat berdiri tegak, beruntun ia tersurut mundur puluhan langkah baru berdiri tegak pula.

Lekas lekas ia himpun semangat dan kerahkan tenaga murni untuk memulihkan pernapasannya yang memburu.

Giok liong insaf bahwa pertempuran lebih dahsyat bakal dihadapinya.

Belum lenyap dugaannya, terdengarlah kesiur angin ringan tahu-tahu ditengah gelanggang sudah bertambah seorang, orang aneh yang mengenakan jubah panjang warna hitam gelap, berwajah hitam pula dengan sikap kaku dan dingin.

Begitu orang aneh jubah hitam itu muncul, kedua rasu! jubah abu abu itu lantas menyembah serta menyapa hormat.

"Rasul jubah abu-abu menghadap pada Hek-i-tong cu."

Terdengar Hek i-tong cu mendenguskan hidungnya, sekilas ia menyapu pandang kearah tiga mayat rasul jubah abu abu jengeknya dingin.

"Inikah hasil kalian?"

Kedua rasoi jubah abu-abu tidak berani bercuit sekian lama mereka menyambai tak berani bersuara dan bergerak akhirnya baru berkata dengan suara lirih.

"pihak musuh terlalu kuat malah membekal senjata pusaka seruling samber nyawa."

Teriihat badan Hek-i Tong-cu rada tergetar tercetus seruan kaget dari mututnya.

"Siapa?"

"Kim-pit-jan hun Ma Giok-liong!"

Pandangan Hek i Tong-cu penuh selidik melirik kearah Giok-liong yang berdiri tenang dengan tangan bertolak pinggang, menatapnya tanpa menunjukkan sesuatu mimik perubahan, tapi nada perkataannya rada ragu dan kurang percaya.

"Dia inikah?"

Kedua rasul jubah abu-abu manggut-manggut berbareng sambil mengiakan. Kata Hek i Tong cu.

"Yang mati siap dibawa puIang, yang luka diberi obat."

Kedua rasul jubah abu-abu mengiakan sambil membungkuk badan, lalu tinggal pergi mengurus ketiga kawannya yang luka-luka dan meninggal.

Dengan pandangan matanya yang tajam berkilat Hek-i Tong-cu tatap Giok liong lalu maju menghampiri dengan langkah lebar.

Angin malam menghembus keras sampai jubah panjang warna hitam yang dipakainya itu berbunyi melambai, demikian juga rambutnya yang hitam panjang menjadi riap riapan menari-nari.

Hanya dua titik sinar matanya yang berkilat itulah yang jelas mencorong dari badannya yang serba hitam, bagi yang bernyali kecil pasti ketakutan melihat rupanya bagai setan.

Belum orangnya sampai sudah terasa hawa sekelilingnya menjadi dingin mendesak kearah Giok liong membuatnya susah bernapas.

setelah mengamati dengan seksama Giokliong berpendapat bahwa Tong cu ini bersikap cukup tabah dan tenang, gerak geriknya sangat tangkas, jalan napasnya begitu ringan ini menandakan tenaga dalamnya sangat kokoh.

Kalau dibanding dirinya, paling tidak masih setingkat berada lebih atas.

Dengan pendapatannya ini hatinya menjadi kaget, pikirnya.

"Tokoh macam apakah sebetulnya Kek-cu ( pemimpin) dari Hian-bing-mo kek ini? Anak buahnya dari para rasul sampai Tong-cunya ini rata-rata berkepandaian begitu tinggi, Kalau anak buahnya saja sudah begini lihay maka dapatlah dibayangkan sifat pemimpinnya tentu hebat luar biasa."

Kira kira jarak tiga empat kaki dihadapan Giok-Iiong baru Hek-i Tong-cu menghentikan langkannya, dari kebawah ia amati lagi seluruh badan Giok-liong, lalu katanya sambil menyeringai dingin.

"Tuan adalah Ma Giok liong ?". Melihat orang mendesak sampai sedemikian dekat baru menghentikan langkah, diam-diam Giok-liong menjadi merinding, seumpama lawan mendadak turun tangan membokong sungguh sukar dijaga dan sungguh berbahaya, sebaliknya kalau dirinya turun tangan lebih dulu, agaknya sangat memalukan. Demikian dalam hati berpikir, mulutnya menyahut .

"Aku yang rendah benar Ma Giok liong adanya ! siapakah tuan ini ?"

"Kami merupakan salah satu diantara delapan belas Tongcu yang dipimbing oleh Hian-bing-mo-kek Kek cu !"

"Dimanakah letak Hian-bing mo-kek kalian ? selamanya aku yang rendah belum pernah dengar di kalangan Kangouw ada suatu organisasi macam Hian-bing-mo kek ini?"

Nada suara Hek i Tong cu selalu terdengar kaku sember sepatah demi sepatah tanpa irama.

Demikian juga mimik raut mukanya kaku membesi tanpa bergerak sedikitpun tidak terlihat expresi wajahnya, hanya sepasang sorot matanya itu yang memancarkan cahaya dingin masih dapat mengunjuk perubahan isi hatinya.

Tapi kala ini sorot matanya tidak berubah, suaranya senadakannya dingin.

"Tuan masih berusia muda sudah tentu belum pernah dengar perihal Hian-bing mo-kek, Kalau tuan sudah pernah dengar ketenaran nama organisasi kita ini. tentu tuan tidak batal berani turun tangan begitu kejam terhadap para rasul kita."

Ucapannya ini tak lain berarti.

"seumpama ilmu silatmu tinggi, sayang usiamu masih sangat muda. Begitu sempit pengalamanmu sampai Hian-bing-mo kek yang begitu tenar ditakuti orangpun kau belum pernah dengar, maka tidaklah heran kau berani berlaku lancang dan bertangan gapah "

Sudah tentu Giok-liong juga maklum akan isi kata-katanya ini, sahutnya.

"Mereka setimpal dihukum mati karena perbuatan yang kurang ajar, bukan menjadi dosaku malah."

"Hm ! Mereka kurang pandai belajar silat sehingga membikin malu nama baik wibawa Hian bing-mo,kek, nanti kalau pulang pasti mendapat ganjaran yang setimpal. Tapi kwatir kau sendiri tidak bisa lepas dari keadaan ini."

"Aku juga kwatir tuan tidak dapat melaksanakan seperti apa yang telah terjadi."

"Sudah tentu aku punya cara lain untuk menyelesaikan ?"

"Coba terangkan !"

"Pertama, serahkan seruling samber nyawa dan menghamba diri dibawah matian Kek-cu, hidupmu akan senang dan banyak mendapat kebaikan. Kedua, kalau tuan tidak ingin serahkan seruling samber nyawa itu kepadaku, bolehlah kau serahkan sendiri kepada Kek cu, tentu Kek cu tidak menyia-nyiakan kebaikanmu ini. Ketiga, tuan harus berkorban demi seruling samber nyawa itu, biarlah aku yang bawa pulang seruling sarnber nyawa ini, tentang jenazahmu kita akan mengurusnya dengan upacara besar. Keempat, kalau tuan mempunyai syarat apa silahkan sebutkan, pasti Kek cu tidak akan membuat tuan merasa kehilangan."

"Kalau satupun aku tidak mau pilih syarat tuan ini bagaimana ?"

"Tuan harus pilih satu diantaranya."

"Kalau tidak ?"

Tanpa bersuara lagi Hek-i Tongcu mundur tiga langkah, tangan kiri diayun keatas.

Posting Komentar