Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 64

NIC

Cui Hong mengerutkan aiisnya dan me mandang wajah yang cantikitu dengan heran. Seingatnya, ketika terjadi ma lapetaka men impa dirinya, yaitu ketika ia berusia sekitar enam belas tahun, kurang lebih se mbilan tahun yang la iu, saudara sepupunya ini menjadi seorang penyanyi yang amat terkenal. Hidupnya serba kecukupan, mewah, dan dikagumi banyak orang. Ketika itu, ia tidak mendengar berita apa pun tentang Kim Lan Hwa, apalagi setalah peristiwa menyedihkan men impa dirinya, ia lalu menghilang dari dunia ramai, menjadi murid Toat-beng Hek- mo sela ma tujuh tahun. Setelah tamat belajar dan terjun ke dunia ramai lagi, ia pernah mendengar bahwa Kim Lan Hwa telah menjadi selir Panglima Besar Bu Sam Kwi dan tentu saja ia menganggap saudara misannya itu hidup daiam kemuliaan. Tentu saja ia merasa heran mendengar ucapan wanita itu bahwa setelah menjadi panglima besar, hidupnya a mat pahit! "Tapi, aku mendengar bahwa engkau menjad i selir yang paling disayang oleh Panglima Besar Bu Sam Kwi! Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa engkau hidup pahit, berarti tidak berbahagia?"

"Justru kenyataan itulah yang menyebabkan hidupku terasa sakit, Hong-mo i. Memang, Panglima Bu a mat sayang kepadaku, akan tetapi hal itu justru me mbuat seluruh keluarga Pangiima Bu, terutama isteri dan para selirnya, merasa iri dan tidak suka kepadaku, bahkan mereka dia m-dia m a mat me mbenciku! Aku hidup seperti dikelilingi musuh-musuh, Hong-moi. Bagaimana aku dapat hidup senang? Padahal, sebelum aku menjad i selir Panglima Bu, dan hidup sebagai seorang penyanyi, semua orang sayang dan memujiku. Ah, ketika itu aku hidup berbahagia, akan tetapi setelah menjadi selir Panglima Bu, aku hidup sengsara walaupun berada dalam gedung besar dan serba mewah dan kecukupan." Wanita itu lalu me nangis perlahan.

"Akan tetapi, Lan-ci, mengapa engkau perdulikan mereka semua itu? Yang terpenting suamimu. Kalau engkau menc intanya dan dicinta olehnya, hal-hal lain dan sikap orang- orang lain tidak perlu diperdulikan."

Kim Lan Hwa menyusut air matanya dan menghentikan tangisnya. "Engkau tidak tahu, Hong-moi. Justru itu yang pertama-tama me mbuat aku tidak berbahagia. Aku sama sekali tidak menc inta laki- laki yang menjad i suamiku. Ketika Panglima Besar Bu menga mbil aku sebagai selir, siapa yang berani meng halanginya? Aku pun tentu saja tidak berani meno lak. Aku hanya mengharapkan agar dapat hidup berbahagia di sa mpingnya karena aku mendengar bahwa Panglima Bu adalah seorang yang baik dan adil. Akan tetapi kenyataannya, aku tidak dapat mencintanya. Hal itu mestinya masih dapat kupertahankan karena dia me mang a mat baik dan sayang kepadaku, akan tetapi setelah semua anggauta keluarga me mbenciku, aku merasa seolah hidup dalam neraka. Bahkan, ketika Panglima Bu mengir im pasukan menje mput keluarganya, isteri dan para selirnya meninggalkan aku dengan alasan agar aku me njaga gedung keluarga kami."

Kim Cui Hong mengangguk-angguk. Kini ia baru mengerti an dapat membayangkan betapa tidak enaknya hidup seperti saudara sepupunya itu. Menjadi isteri seorang laki-laki yang tidak dicintainya, malah dibenci oleh se mua keluarga yang merasa iri. Tentu setiap saat bertemu dengan pandang mata me mbenci dan muiut ce mberut, suara-suara yang mence moohkan dan me manaskan hati!

"Ke mudian apa yang terjadi maka engkau dapat berada di tempat pertempuran tadi, Enci Lan?"

"Pagi tadi datang tiga orang berpakaian petani yang mengaku perwira-perwira utusan Panglima Bu yang menyamar untuk mengunjungi aku. Akan tetapi kemudian ternyata mereka itu adalah para pemimpin laskar rakyat yang me mberontak."

"Ah...l" Kim Cui Hong terkejut. "Laskar rakyat yang dipimpin Li Cu Seng yang terkenal itu?"

Kim Lan Hwa men gangguk dan menunjuk ke arah punggung kusir kereta. "Dialah Li Cu Seng sendiri! Dan dua orang pengawal itu para pembantunya!"

"Ahh...!" Cui flong terkejut dan tubuhnya menegang, siap menghadap i musuh.

Tanpa menoleh, Li Cu Seng yang sejak tadi mendengarkan, berkata, "Nona, jangan kaget dan khawatir. Kami adalah sahabat dan pelindung rakyat. Musuh kami hanyalah pemerintah Kerajaan Beng yang dipimpin pe mbesar-pe mbesar korup dan lalim. Kami berjuang de mi kepentingan rakyat!"

"Dia benar, Hong-moi. Engkau sendiri tentu sudah mendengar betapa laskar rakyat yang me mbebaskan banyak propinsi di daerah barat dan utara itu selalu disa mbut dengan gembira oleh rakyat yang mendukung mere ka. Bahkan aku mendengar bahwa ketika Kaisar minta bantuan kepada Panglima Bu untuk me ngirim pasukan me mpertahankan kota raja, Panglima Bu menolak. Agaknya Panglima Bu sendiri me lihat kelalima n Kaisar yang dipengaruhi dan dikuasai para Thaika m. Karena itulah, maka kami saling berjanji. Aku me mbantu Li Bengcu (Pemimpin Rakyat Lu) dan dua orang pembantunya keluar dari kota raja, dan dia akan me mbantu aku, mengantarkan aku pergi ke San-hai-koan menyusul Panglima Bu. Kami berhasil keluar dari pintu gerbang, akan tetapi setelah tiba di sini mereka tadi menghadang dan hendak menang kap kami. Lalu engkau muncul dan juga para pengemis tadi datang me mbantu sehingga musuh dapat diusir pergi."

"Mereka bukan penge mis-penge mis biasa, Nona Kim. Mereka adalah anggauta-anggauta Hek-tung Kai-pang yang gagah perkasa dan me mbantu perjuangan kami." Kata Li Cu Seng.

"Hong-mo i, engkau sudah mendengar se mua r iwayat dan pengalaman ku. Sekarang ceritakanlah padaku, kemana saja selama ini engkau menghilang ? Aku mendengar akan se mua sepak terjangmu, ketika engkau menghukum Pui Kongcu (Tuan Muda Pui) putera Jaksa Pui yang korup dan sewenang- wenang itu, juga para jagoannya. Mereka me mang manusia- manus ia iblis yang jahat dan pantas menerima huku man yang berat. Aku kagum sekali kepada mu yang telah memba las kematian ayahmu. Akan tetapi lalu ke mana engkau pergi? Dan bagaimana engkau bisa menjad i demikian lihai?"

Kim Cui Hong menghela napas panjang. Sungguh pahit mengenang se mua pengalamannya itu. "Enci Kim Lan Hwa, banyak hal kualami dan agaknya hidupku yang lalu juga tidak lebih daripada keadaanmu. Setelah ayah dan suheng terbunuh orang-orang jahat, aku hampir putus asa. Akan tetapi aku lalu ditolong dan dia mbil murid suhu Toat-beng Hek- mo dan dige mbleng sela ma tujuh tahun."

"Hebat! Kiranya Nona murid Lo-cian-pwe (Orang Tua Gagah) Toat-beng Hek-mo (Iblis Hitam Pencabut Nyawa) yang amat sakti?" tiba-tiba Li Cu Eng bertanya. "Nona, di mana suhumu itu sekarang dan bagaimana keadaan beliau?"

Posting Komentar