Rajawali Lembah Huai Chapter 53

NIC

Kakak beradik Bouw tentu saja sudah yakin akan kemampuan Shu Ta, akan tetapi Yauw- Ciangkun memandang dengan khawatir. Ketika dua orang yang akan bertanding itu berdiri saling berhadapan, memang nampak jelas sekali perbedaannya, yaitu dalam penampilannya, Shu Ta kalah segala-galanya. Kalah tinggi besar, kalah kokoh dan agaknya sekali gebrakan saja pemuda sederhana itu akan roboh!

“Ciangkun, aku sudah siap,” kata Shu Ta. Sebelum kalimat ini habis diucapkan, Khabuli sudah mengeluarkan bentakan nyaring dan tubuhnya yang tinggi besar itu sudah menerjang ke depan. Karena diapun dapat menduga bahwa orang sederhana ini tentu memiliki sedikit kepandaian maka diusulkan menjadi perwira oleh kakak beradik Bouw, biarpun dia memandang rendah, namun begitu menyerang dia sudah mengerahkan tenaganya sehingga terjangannya itu cepat dan kuat bukan main. Khabuli adalah seorang jagoan yang selain mempelajari ilmu silat, juga dia ahli ilmu gulat yang menjadi kebanggaan bangsa Mongol.

Karena itu, terjangannya itu selain mengandung pukulan kedua tangan yang dahsyat, juga jari-jari tangannya siap untuk menangkap anggota tubuh lawan. Sekali bagian tubuh lawan dapat dicengkeram jari-jari tangan yang hitam panjang itu, akan celakalah lawan!

Namun, Shu Ta yang sudah waspada dan tidak pernah memandang rendah lawan, menghadapi terjangan itu dengan gerakan lincah mengelak ke kanan sehingga tubuh tinggi besar itu bagaikan seekor gajah menyuruk ke depan. Shu Ta menggerakkan kakinya menendang ke arah tepi lutut kiri lawan, namun dalam keadaan tersaruk ke depan itu, Khabuli masih dapat mengangkat kaki mengelak dari tendangan. Dia membalik dan menyerang lagi dengan lebih ganas dari pada tadi. Serangannya bertubi-tubi, dan dia sama sekali tidak memberi kesempatan kepada Shu Ta untuk membalas. Dia menampar dari samping, menonjok dari depan, mencengkeram dari atas, dan kedua kakinya yang panjang dan besar itupun tidak tinggal diam, melengkapi hujan serangannya dengan tendangan-tendangan!

Agaknya, Khabuli bernapsu besar untuk merobohkan lawan, maka dia sudah mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menghujankan serangan. Kakak beradik Bouw yang melihat kegarangan Khabuli ini, mau tidak mau merasa khawatir pula, apa lagi Yauw- Ciangkun yang maklum betapa besar bahayanya melawan seorang yang kokoh kuat seperti Khabuli. Namun, Shu Ta masih bersikap tenang saja walaupun dia dihujani serangan. Dengan elakan-elakan cepar, mempergunakan keringanan tubuhnya, juga kadang dia menangkis dari samping, dia dapat menghalau semua terjangan yang ganas itum dan sengaja dia mengeluarkan suara seperti orang menertawakan lawan. Hal ini membuat Khabuli menjadi semakin marah dan penasaran. Dia menyerang terus, terpancing kemarahannya dan tanpa memperhitungkan apa-apa lagi, diapun mengerahkan seluruh tenaga dan menyerang bertubi- tubi. Pengerahan tenaga yang terus menerus ini, membuat dia sebentar saja, setelah lewat dua puluh lima jurus, menjadi terengah-engah dan tubuhnya sudah mandi keringat. Namun, panglima raksasa ini memang seorang yang terlalu tinggi hati. Dia tidak dapat melihat betapa lawannya amat lincah dan memiliki gerakan yang amat cepat, melainkan dia menganggap bahwa lawan yang sama sekali belum membalasnya itu terdesak dan gentar terhadap serangan-serangannya yang bertubi-tubi.

Setelah melihat lawan terengah-engah dan sambaran pukulan dan cengkeraman tangannya tidaklah seganas tadi, tanda bahwa tenaga lawan mulai berkurang, barulah Shu Ta mengirim serangan balasan. Ketika melihat lengan kanan lawan yang besar panjang itu menyambar lewat, secepat kilat dia menggunakan jari-jari tangan terbuka menghantam dari samping ke arah belakang siku lawan.

“Dukk...!!” Tangannya tepat sekali mengenai otot yang berada di dekat siku dan seketika lengan kanan Khabuli tergetar hebat dan seperti lumpuh. Pada saat itu, kaki Shu Ta juga menyambar dan mengenai belakang lutut kiri lawan.

“Dukkk...!!” Kembali Khabuli merasa betapa kakinya tergetar dan lumpuh, dan tak dapat pula dia menahan dirinya untuk jatuh berlutut dengan sebelah kakinya! Kalau Shu Ta menghendaki, tentu dia dapat mengirim serangan susulan pada saat lawan berlutut itu. Akan tetapi dia tidak melakukan hal itu, hanya menanti dengan berdiri tegak.

Terdengar tepuk tangan. Yang bertepuk tangan adalah Mimi karena gadis ini merasa girang sekali melihat jagoannya menang. “Kakak Khabuli, engkau sudah kalah!”teriaknya.

Akan tetapi Khabuli yang merasa penasaran dan marah, tidak percaya bahwa dia dapat dibuat jatuh berlutut oleh lawan, menggunakan kesempatan itu untuk melompat dan sekali terkam, kedua lengannya yang panjang itu telah berhasil menerkam tubuh Shu Ta. Mimi mengeluarkan seruan kaget, juga Bouw Kongcu terbelalak, maklum betapa bahayanya kalau orang sudah dapat diterkam oleh Khabuli seperti itu. Jari-jari tangan yang terlatih dengan ilmu gulat itu tentu akan dapat mematahkan tulang, mencekik dan mengunci, membuat lawan tidak mampu melepaskan diri lagi. Khabuli mengeluarkan gerengan seperti seekor beruang yang berhasil menangkap mangsanya. Agaknya, rasa malu karena tadi dijatuhkan, membuat panglima raksasa ini lupa bahwa dia sedang menguji kepandaian seorang calon, bukan sedang berkelahi melawan musuh! Dia sudah mengerahkan tenaga dan siap mematahkan lengan atau tulang punggung lawan.

Akan tetapi, sesungguhnya, Shu Ta bukan dapat diterkam karena lengah. Dia memang sengaja membiarkan dirinya diterkam untuk cepat menyudahi pertandingan itu. Maka, begitu kedua pundaknya dapat diterkamm sebelum lawan mampu mengerahkan tenaganya, secepat kilat kedua tangannya sudah melakukan totokan-totokan. “Tuk! Tuk!” Dua kali jari tangannya menotok dan seketika tubuh Khabuli menjadi lemas. Walaupun kedua lengan Khabuli masih merangkul dan menerkamnya, namun sesungguhnya, raksasa itu sudah kehilangan tenaga karena berada dalam keadaan tertotok! Shu Ta tidak ingin membikin malu lawan, maka diapun mengerahkan tenaga dan memanggul tubuh yang masih menerkamnya itu, membawanya ke meja dan mendudukkan tubuh Khabuli ke atas kursinya, kemudian, secepat kilat dia menggerakkan tangan memulihkan totokan lalu mundur, mendekati kursinya sendiri!

Bouw Kongcu dan Bouw Siocia bertepuk tangan dengan gembira. “Kakak Khabuli, engkau sudah kalah, hayo cepat minta maaf kepada saudara Shu Ta!” kata Bouw Kongcu.

Sekali ini, Khabuli tidak dapat lagi menyangkal kekalahannya. Dia maklum bahwa pemuda sederhana itu benar-benar amat lihai. Juga dia tahu bahwa Shu Ta sengaja tidak ingin merobohkannya dan membikin malu, maka diapun tidak dapat berkata apa-apa lagi.

Wajahnya yang hitam menjadi semakin hitam.

“Kakak Khabuli, hayo kau mengaku kalah!” kata pula Mimi dengan gembira.

“Bouw Kongcu dan Bouw Siocia, sudahlah, sesungguhnya, Khabuli-Ciangkun telah bersikap mengalah. Dia memang hebat, memiliki tenaga yang kuat dan ilmu silat serta ilmu gulatnya lihat sekali,” kata Shu Ta yang tidak ingin menanam permusuhan dalam penyusupannya di pasukan Mongol.

“Saudara Shu Ta, melihat ilmu kepandaianmu, kami merasa gembira menerimamu sebagai seorang perwira dalam pasukan kami. Engkau kami beri tugas untuk mengajarkan ilmu silat kepada para perwira rendahan agar tingkat mereka bertambah.”

Khabuli yang merasa malu dan juga tidak enak untuk terus berada di siu, bangkit berdiri. “Ilmu totok dari saudara Shu Ta memang sungguh lihai sekali sehingga aku dapat dibuat tidak berdaya. Yauw-Ciangkun, aku masih mempunyai kepentingan lain di kota. Aku pergi dulu!

Tanpa menanti jawaban, Khabuli sudah melangkah keluar dari ruangan itu dengan tergesa- gesa.

Posting Komentar