Akhirnya, pada keesokan harinya, setelah matahari mulai memandikan permukaan pulau itu dengan sinarnya yang keemasan, Keng Han mengeluh dan membuka matanya. Dia mengejap-ngejapkan matanya, silau karena kebetulan mukanya menghadap ke matahari, lalu menggosok-gosok kedua matanya. Kemudian dia teringat akan kakek raksasa rambut putih dan ular merah, maka dia cepat bangkit duduk. Ketika membuat gerakan ini, dia terkejut sendiri karena tubuhnya terasa demikian ringan seolah tidak berbobot! Dia lalu duduk bersila dan mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Dia naik perahu bersama Paman Ji Koan nelayan tua itu menuju ke pulau kosong yang oleh para nelayan disebut Pulau Hantu. Dia telah tiba di pulau dan nampak ada tujuh buah perahu di tepi dekat batu-batu. Lalu ada ular-ular merah menyerangnya.
Kemudian dia melompat ke atas batu meninggalkan Ji Koan dan melihat seorang kakek raksasa berambut putih bertempur melawan para perampok yang dipimpin oleh Hek Houw. Dan semua perampok telah dibunuh oleh kakek raksasa. Dia keluar dari balik batu menegur dan dia lalu dipukul oleh kakek itu. Dan dia digigit ular-ular merah! Hanya itulah yang diingatnya. Dia tidak tahu bagaimana kini dia berada di tempat itu, di sebuah gua yang menganga besar seperti mulut seekor naga raksasa. Mengingat bahwa dia pernah terpukul oleh kakek raksasa bernama Swat-hai Lo"kwi yang membuat tubuhnya terasa dingin sekali itu, dan mengingat bahwa dia digigit ular-ular merah, dia terkejut sekali. Kenapa dia tidak mati seperti yang lain? Dia lalu memejamkan kedua matanya dan mengatur pernapasan dalam.
Ternyata tubuhnya tidak mengalami luka dalam. Dia menyalurkan hawa dari tan"tian untuk melihat apakah tenaga sin"kangnya masih ada. Dan dia terkejut. Ketika dia mulai mengerahkan tenaga, ada tenaga yang amat dahsyat bangkit membubung ke atas dari tan-tian dan hampir saja dia tidak dapat mengendalikannya dan tubuhnya terjengkang! Untung dia segera menghentikan pengerahan tenaganya sehingga dia tidak sampai terguncang dan terluka oleh hawa sakti itu sendiri. Tubuhnya mendadak menggigil kedinginan lalu berubah menjadi kepanas"an. Ada dua hawa yang berlawanan ber"ada di tubuhnya dan keduanya demikian kuatnya mempengaruhi tubuhnya. Dia sama sekali tidak tahu bahwa hawa dingin akibat pukulan Swat-hai Lo-kwi itu menjadi berlipat ganda kuatnya setelah dia makan tiga ekor ular itu, perbuatan yang tidak diingatnya lagi.
Di tubuhnya kini ada dua tenaga sakti yang luar biasa dahsyatnya. Hal ini mulai dia rasakan dan ketahui dan diam-diam Keng Han juga dapat menduga bahwa ini tentu akibat pukulan kakek raksasa dan akibat gigitan ular merah. Keng Han adalah seorang pemuda yang cerdik, maka dia sudah dapat menduga akan hal ini. Tentu saja dia merasa girang sekali. Dia lalu bangkit berdiri, keluar dari dalam gua itu dan menghampiri sebuah batu sebesar gajah. Dia lalu memasang kuda-kuda yang kokoh dan mengerahkan tenaga sin"kangnya, memukul dengan kedua telapak tangan ke depan. Serangkum tenaga yang tadi membuatnya terjengkang keluar melalui kedua tangannya menghantam batu besar itu dan.... dan batu besar itu meledak-ledak pecah dan menggelinding sampai jauh!
Keng Han cepat menyimpan kembali tenaganya dan dia memandang kagum. Ah, dia harus berhati-hati sekali dan tidak boleh bermain-main dengan tenaganya itu. Dia harus melatih diri tmtuk dapat menguasai tenaga itu sepenuhnya sehingga dapat dia pergunakan seperlunya. Kemudian dia teringat kepada Ji Koan. Paman itu masih dia tinggalkan di dalam perahu! Teringat akan ini, dia lalu melompat dan berlari turun. Hampir saja dia bergulingan jatuh kalau tidak cepat dia menyimpan tenaganya. Ketika dia mengerahkan tenaganya berlari, tubuhnya terdorong kekuatan yang demikian hebat sehingga dia seolah terbang! Dia telah lupa lagi! Dia belum menguasai benar tenaga itu sehingga seolah-olah masih liar.
Tenaga liar yang menguasai tubuhnya amatlah berbahaya kalau tidak dapat dia kendalikan. Dia lalu berjalan biasa saja menuruni bukit itu, menuju ke tepi di mana dia mendarat kemarin. Dia pun tidak tahu bahwa semalam telah lewat, disangkanya hari itu masih hari kemarin ketika dia datang. Ketika tiba di tempat itu, dia masih melihat tiga puluh orang perampok itu malang melintang dan sudah tewas semua, dan banyak barang berceceran di tempat itu. Golok dan pedang, peti-peti terisi barang berharga, mungkin barang rampokan, segala macam prabot masak dan lain-lain. Akan tetapi raksasa rambut putih itu sudah tidak berada di situ. Hal ini melegakan hatinya dan cepat dia naik ke atas batu-batu di tepi pantai. Hatinya berdebar penuh ketegangan dan kekecewaan. Bukan saja dia tidak melihat Ji Koan, akan tetapi juga dia tidak melihat sabuah pun perahu di situ!
Dan melihat bekas-bekasnya, agaknya, pernah air laut pasang dan menyapu pergi semua perahu yang berada di situ. Bekas air laut sampai naik ke dekat tempat orang-orang itu bertempur dan beberapa buah peti agak"nya terbawa air karena dia melihat be"berapa buah peti itu terapung di laut. Tentu perahu-perahu itu telah hanyut oleh air pasang. Atau ada yang membawa pergi? Dia tidak tahu benar dan apa pun yang telah terjadi, kenyataannya bahwa dia ditinggal di situ tanpa perahu! Bagaimana dia akan dapat meninggalkan pulau itu? Keng Han merasa lemas hatinya dan dia duduk termenung di atas batu, memandang jauh ke laut yang tidak bertepi. Dia tidak percaya kalau Ji Koan, paman nelayan yang baik hati itu, sengaja meninggalkannya! Kakek raksasa yang amat kejam itu! Dan dia mengkhawatirkan nasib Ji Koan.
"Tenangkan hati dan pikiranmu, Keng Han!"
Katanya kepada diri sendiri. Dalam keadaan seperti itu, dia harus bersikap tenang. Harus dapat menentukan apa yang lebih baik dan lebih dulu harus dia lakukan. Mayat-mayat itu! Kalau dia dipaksa harus tinggal di tempat itu, lebih dulu mayat-mayat itu harus dikubur dengan baik. Kalau tidak mereka akan membusuk dan menimbulkan penyakit yang membahayakan dirinya. Setelah berpikir demikian, dia segera memilih tempat yang tanahnya agak lunak, menggunakan golok yang banyak terdapat di situ dan meng"gali beberapa buah lubang yang besar.
Enam buah lubang besar dia gali dan ketika melakukan pekerjaan ini, dirasakan mudah sekali. Tenaganya amat besar dan menggali lubang itu dirasakan ringan saja. Setelah menggali lubang-lubang itu, dia lalu mengubur tiga puluh mayat itu. Lima buah dalam satu liang dan setelah semua dikubur, dia menimbuni liang-liang itu dengan tanah. Setelah selesai, dia mencuci kedua tangan dan kakinya dengan air laut sampai bersih benar. Kemudian kembali dia duduk berpikir. Apa yang harus dikerjakan sekarang? Mengumpulkan barang-barang yang akan berguna baginya. Kalau dia terpaksa hidup di pulau itu, dia harus memiliki barang-barang yang berguna. Mulailah dia memilih-milih di antara barang yang berserakan, milik para perampok itu. Dia mengambil dua batang golok yang terbaik, lalu mengambil prabot-prabot masak.
Kemudian dia mengangkut barang-barang berharga seperti kain dan per"hiasan-perhiasan dan mengumpulkan semua itu ke dalam, gua di atas bukit. Gua itulah satu-satunya tempat yang baik baginya untuk dijadikan tempat tinggal. Pekerjaan ini dilakukan sampai malam tiba. Perutnya terasa lapar sekali, akan tetapi karena malam telah tiba dia tidak dapat pergi mencari makanan. Dia membuat api dan membakar api unggun di mulut gua, lalu tertidur beralaskan sehelai permadani yang diketemukannya di antara banyak kain dan barang berharga tadi. Dia merasa heran mengapa tadi dia tidak melihat ada seekor pun ular merah. Agaknya ular-ular itu pergi bersembunyi ketika air laut pasang, pikirnya. Akhirnya dia pun tertidur saking lelahnya dan lapar di perutnya tidak dirasakannya lagi.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi setelah terang tanah pertama-tama yang dilakukan Keng Han adalah mencari sumber air di pulau itu. Hal ini amatlah penting karena tanpa adanya air tawar, bagaimana dia dapat hidup. Dan dia yakin bahwa di pulau di mana terdapat begitu banyak pohon, tentu ada sumber airnya dan dia pun benar. Dia menemukan sumber air di lereng belakang bukit di mana terdapat hutan. Dengan gembiranya dan dalamnya ada sepuluh meter. Dia mencoba memasuki gua itu lebih dalam dan ternyata dia menemukan sebuah lorong yang tadinya tertutup batu besar. Setelah dengan mudah dia menggeser batu yang menutupi lorong itu, terbukalah sebuah lorong dalam tanah. Karena lorong itu gelap, dia lalu membuat obor memasuki lorong itu. Panjang lorong itu ada dua puluh meter dan ke"tika tiba di ujung lorong, ada sinar menerangi ujung itu.
Ternyata ujung itu merupakan ruangan yang lebarnya ada empat meter persegi dan di atasnya ada lubang, maka ada sinar matahari yang masuk. Jadi ruangan itu seperti sebuah dasar sumur yang besar. Dengan obornya Keng Han memeriksa dinding ruangan itu dan dia terbelalak! Keempat dinding itu penuh dengan huruf-huruf terukir, indah dan masih jelas dapat dibaca. Dan ternyata huruf-huruf itu adalah pelajaran ilmu silat! Keng Han merasa beruntung sekali pernah mendapat pelajaran dari Gosang Lama tentang sastra sehingga pengetahuannya cukup mendalam dan dia dapat membaca semua tulisan itu dengan jelas. Mengingat betapa pulau ini pernah tenggelam selama puluhan tahun, kalau tulisan itu hanya digurat di tanah liat saja tentu kini telah terhapus habis. Akan tetapi hebatnya, guratan itu dilakukan orang pada batu yang keras! Ini berarti bahwa penulisnya tentu orang yang memiliki ilmu kepandaian hebat, dan bukan hanya seorang saja.
Melihat bentuk tulisannya, Keng Han dapat membedakan dan mengetahui bahwa tulisan itu dibuat oleh tiga orang. Dugaan Keng Han memang benar. Pulau yang kini menjadi pulau yang subur itu dahulunya memang Pulau Es. Dahulu, di situ terdapat Istana Pulau Es yang kemudian telah terbakar rata dengan bumi, dan ketika pulau itu tenggelam, maka segala sisa dari istana itu hilang sama sekali. Akan tetapi di dalam istana itu terdapat sebuah lorong bawah tanah dan lorong itu adalah yang ditemukan Keng Han sekarang ini. Istana itu sendiri kini hanya tinggal sebagai gua itulah. Dahulu, penghuni Pulau Es ada tiga orang, yaitu seorang pendekar sakti bersama dua orang isterinya. Pendekar itu adalah Suma Han yang terkenal dengan julukan Pendekar Super Sakti atau juga ada yang menyebut Pendekar Siluman karena dia pandai ilmu sihir.
Adapun kedua orang isterinya adalah Puteri Nirahai dan yang ke dua adalah Puteri Lulu. Kedua orang isterinya itu adalah keturunan Mancu. Tulisan itu dibuat oleh ketiga orang ini biarpun ilmu-ilmu mereka telah diwariskan kepada anak cucu. Maksud mereka adalah bahwa mereka hendak bersikap adil, yaitu tidak hanya menurunkan kepada anak cucu, akan tetapi kalau ada orang luar yang menemukan tulisan itu dan mempelajarinya, maka hal itu adalah sudah menjadi kehendak Tuhan dan itulah yang dinamakan jodoh. Mereka masing-masing menuliskan inti sari ilmu mereka yang sebetulnya tidak akan mudah dipelajari orang. Ketika Keng Han secara kebetulan menemukan tempat itu, berarti dialah yang berjodoh mendapatkan Pusaka Pulau Es itu. Memang kebetulan sekali. Andaikata dia tidak mendapatkan dua tenaga dahsyat yang berlawanan akibat pukulan Swat-hai Lo-kwi dan, gigitan ular-ular darah api,
Belum tentu dia akan mampu mempelajari dua macam ilmu menghimpun tenaga dalam Swat-im Sin"kang (Tenaga Sakti Inti Salju) dan Hui-yang Sin-kang (Tenaga Sakti Inti Api) yang dituliskan oleh Pendekar Super Sakti di dinding pertama dan kedua! Pada dinding ke tiga terdapat pelajaran Ilmu Silat Toat-beng Bian-kun (Tangan Lembut Pencabut Nyawa) yang hanya dapat dilatih oleh orang yang memillki sinkang kuat sekali. Dan pada dinding ke empat terdapat goresan tulisan pelajaran ilmu silat Hong In Bun-hoat (Silat Sastra Angin dan Awan), semacam ilmu silat yang amat hebat, berdasarkan tulisan huruf"huruf yang dapat dilakukan dengan tangan kosong maupun dengan pedang. Setelah membaca semua tulisan itu, Keng Han yang cerdik berpendapat bahwa dia menemukan tiga orang "guru"