Peninggalan Pusaka Keramat Chapter 65

NIC

"Uru . . . san ... ini pan . . . jang seka . . . li apabila dice . . . ritakan."

Tangan I Ki Hu masih menekan jalan darah di punggung Lim Cin Ing. Dia dapat merasakan detak jantung perempuan itu sudah semakin lemah. Dalam sekejap mata saja perempuan itu akan menemui kematiannya, karena perasaannya semakin panik.

"Tidak usah panjang lebar, yang penting kau jawab, apakah dia anak kandung kalian atau bukan?"

Kepala Lim Cin Ing sudah mulai terkulai. Suaranya juga sudah lirih sekali, tetapi keadaan di dalam ruangan batu itu demikian heningnya sehingga I Ki Hu dan Tao Ling masih bisa mendengar ucapannya dengan jelas.

Sekali lagi Lim Cin Ing menarik nafas panjang.

"Di . . .a ... me . . . mang ... bu ... kan ... a ... nak kan . . . dung ... ka ... mi."

I Ki Hu langsung tertawa terbahak-bahak. Ta-ngannya merenggang.

"Aku memang sudah menduganya!"

Lim Cin Ing memang hanya mengandalkan bantuan hawa murni yang dipancarkan tangan I Ki Hu di punggungnya sehingga masih sempat hidup beberapa saat. Begitu tangan I Ki Hu merenggang, ia pun mati seketika.

"Apakah dia putra tocu Hek Cui to, Ci Cin Hu?" tanya Tao Ling panik.

Lim Cin Ing sudah mati, mana bisa men jawab pertanyaan Tao Ling. Dengan perasaan lesu Tao Ling berdiri. Di depan pelupuk matanya seakan terlintas bayangan Lie Cun Ju yang sebatang kara tanpa perlindungan siapa pun. Dan di sebelahnya seakan ada I Ki Hu yang siap menghantam batok kepala pemuda itu dengan telapak darahnya.

Hati Tao Ling terasa perih. Sepasang Iututnya jadi lemas. Tiba-tiba dia sudah menjatuhkan diri berlutut di depan I Ki Hu.

"Hu kun, apa yang dikatakan Lim Cin Ing menjelang kematiannya tidak dapat dijadikan pegangan. Apakah kau tetap akan menurunkan tangan jahat kepada Lie Cun Ju?"

Ucapannya ini benar-benar mengharukan. Siapa pun yang mendengarnya pasti akan tergerak hatinya. Tetapi I Ki Hu sama sekali tidak tergugah, bahkan tampak angker.

"Hu jin, kita sudah menjadi suami istri, tentunya kau tidak mengharapkan kelak aku dicelakai orang, bukan?" "Hu kun, kau memiliki kepandaian yang sakti. Siapa pula yang sanggup mencelakaimu?"

"Hal ini sulit dikatakan," kata I Ki Hu dengan nada dingin. "Hampir dua puluh tahun ini aku mencari jejaknya. Aku berniat membasmi rumput sampai ke akar-akarnya. Itu bukan hal yang mudah. Kau tidak perlu berkata apa-apa lagi!"

Tao Ling sadar banyak bicara pun tidak ada gunanya. Terpaksa dia bangun dari berlutut. I Ki Hu sendiri terus mondar mandir di dalam ruangan batu itu. Suasana di dalam ruangan itu demikian heningnya. Tao Ling masih berdiri dengan termangu-mangu. Perasaan hatinya terlalu galau. Bahkan begitu resahnya ia sampai pikirannya menjadi kosong melompong. Sampai cukup lama tiba-tiba terdengar suara Bum! Bum! seperti ada benda-benda yang dilemparkan di depan pintu.

Begitu mendengar suara itu, I Ki Hu langsung menuju depan pintu. Dia menempelkan telinganya dan mendengarkan suara itu dengan seksama. Tampak vvajah I Ki Hu semakin lama semakin tidak enak dilihat. Tampak menyiratkan kegusaran yang tidak terkirakan. Kemudian dia mendengus dingin. Tangannya menjulur ke depan dan diguncang- guncangkannya pintu batu itu.

Tetapi pintu batu itu demikian tebal, beratnya mungkin mencapai laksaan kati. Meskipun tenaga dalam I Ki Hu sudah hampir mencapai taraf kesem-purnaan, tenaga seorang manusia mana mungkin dibandingkan dengan dinding sekokoh itu. Apalagi di kiri kanannya dipasang seutas rantai sebesar lengan manusia dewasa. Karena itu, pintu batu itu tidak bergeming sedikit pun juga.

Kegusaran di wajah I Ki Hu semakin parah, dia terus mondar mandir di dalam ruangan batu. Langkah kakinya berat sekali. Setiap tempat yang dilaluinya meninggalkan bekas tapak kaki yang dalam. Seakan-akan ia sedang mengumbar kemarahannya dengan cara demikian. Tidak lama kemudian, dari luar berkumandang suara pletak! pletok! Tao Ling tidak mengerti mengapa ketika mendengar suara debuman dari luar, wajah I Ki Hu langsung tampak menyiratkan kegusaran. Sekarang dia mendengar suara pletak! pletok! dari luar pintu. Dia langsung tersadar, rupanya keluarga Sang sedang melemparkan kayu atau balok- balok besar di depan pintu barusan sehingga terdengar suara debuman. Dan suara yang didengarnya sekarang membuktikan bahwa mereka akan membakar ruangan batu itu.

Meskipun tembok batu ruangan itu sangat tebal, apabila terbakar selama berhari-hari ber-malam-malam, mungkin tiga hari saja pasti seluruh ruangan batu itu sudah merah membara seperti tungku perapian. Dan otomatis orang yang ter-kurung di dalamnya pun tidak bisa memper-tahankan selembar nyawanya.

Hati Tao Ling menjadi gundah mengingat dirinya akan terbakar hidup-hidup di dalam ruangan batu. Sesaat kemudian sebuah ingatan melin-tas di benaknya. Perasaannya menjadi lega. Di bibirnya tersungging seulas senyuman yang sudah cukup lama tidak diperlihatkan.

Dalam keadaan seperti ini, tiba-tiba Tao Ling mengembangkan seulas senyuman yang manis. Hal ini bukan disebabkan karena jiwanya yang terguncang mengetahui dirinya akan dibakar hidup-hidup oleh keluarga Sang.

Tao Ling yakin malaikat Elmaut pasti akan menjemputnya beberapa hari kemudian, namun hatinya tidak merasa takut sedikit pun. Bahkan tersirat kebahagiaan yang tidak terlukiskan, karena yang akan mati terbakar di dalam ruangan batu itu bukan hanya dia seorang, tetapi termasuk juga I Ki Hu.

Pada dasarnya Tao Ling tidak mencintai I Ki Hu sedikit pun. Kebahagiaan yang dirasakannya tentu bukan karena mereka saling mencintai dan dapat mati bersama. Tetapi karena dia menyadari, apabila I Ki Hu sampai mati, selembar nyawa Lie Cun Ju dapat dipertahankan.

Lie Cun Ju lah laki-Iaki yang dicintai Tao Ling. Asal Lie Cun Ju dapat meneruskan kehidupannya dengan tentram, meskipun dia harus terkurung dalam ruangan batu dan terbakar menjadi abu, hatinya rela sekali.

Di pelupuk matanya kembali melintas ba-yangan Lie Cun Ju. Cuma kali ini tidak ada lagi bayangan I Ki Hu yang mengangkat tangannya yang berwarna merah darah ke atas. Bahkan dalam bayangannya Lie Cun Ju sedang tersenyum.

Senyuman di bibir Tao Ling pun semakin me-ngembang. Meskipun sadar dirinya pasti akan mati, tetapi hatinya gembira sekali. Sekarang dia merasa I Ki Hu sama sekali tidak menakutkan. Karena paling lama tiga hari laki-laki itu juga akan melebur jadi abu bersama-sama dirinya. Begitu senangnya hati Tao Ling sampai-sampai ter-tawanya menimbulkan suara terkekeh-kekeh.

I Ki Hu memandang Tao Ling dengan dingin. Wajahnya juga tersenyum. Tetapi senyumnya me-ngandung kemarahan dan menyeramkan.

Sampai cukup lama, Tao Ling baru mendengar kata I Ki Hu. "Hu jin, apakah kau mengira aku tidak akan keiuar lagi dari

ruangan batu ini?"

Tao Ling mendongakkan kepalanya, seakan tidak mendengar apa yang dikatakan suaminya. Sekali I Ki Hu mengeluarkan suara tawa yang dingin dan menyeramkan.

"Hu jin, dugaanmu salah sekali. Aku pasti bisa keiuar dari ruangan batu ini. Seluruh keluarga Sang akan kubunuh sampai binatang peliharaan mereka pun tidak ada yang kulepaskan. Demikian pula Lie Cun Ju, dia juga tidak bisa meloloskan diri dari kematian." Kata-katanya demikian tegas. Seperti mengan-dung keyakinan penuh. Tetapi Tao Ling hanya menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya atas apa yang dikatakannya. I Ki Hu pun tertawa terbahak-bahak.

Pada saat itu mungkin di dalam hati I Ki Hu memang ada keyakinan bahwa dia bisa keiuar dari ruangan batu itu. Karena dia tidak tahu apa yang sedang dilakukan keluarga Sang di luar.

Di luar ruangan batu, sebatang demi sebatang balok telah disusun setinggi tiga depa. Keluarga Sang menumpuk balok dan kayu-kayu bukan hanya di depan pintu ruangan itu saja, tetapi juga sekelilingnya. Bahkan setiap balok dan kayu sudah direndam sebentar dengan minyak tanah. Mereka menggunakan jenis balok dan kayu dari pohon siong yang paling cepat menyerap minyak. Karena itu, apabila api disulutkan, kayu dan balok itu akan bertahan lama dalam pembakaran. Dan sekarang pun pembakaran telah dimulai.

Rumah batu yang mirip penjara itu sekarang berubah menjadi sarana kremasi. Hanya saja yang dibakar bukan niayat tetapi manusia hidup.

Sang Ling dan anggota keluarga lainnya berdiri di kejauhan. Suara tertawa I Ki Hu yang menyeramkan berkumandang keiuar dan terde-ngar jelas di telinga mereka. Walaupun saat ini 1 Ki Hu sudah terkurung di dalam ruangan batu, tetapi nama besar iblis ini memang menggetarkan. Suara tawanya saja masih sanggup membuat wajah-wajah keluarga Sang pucat pasi.

Bahkan ada seseorang yang berkata dengan suara berbisik.

"Moay cu, meskipun sekarang kita berhasil mengurungya di dalam rumah batu itu, tetapi kalau dia sampai tidak mati dan berhasil keluar dari sana, seluruh permukaan tempat tinggal keluarga Sang ini pasti rata menjadi tanah dan jangan harap ada satu pun dari kita yang berhasil meloloskan diri." Sang Ling tidak langsung menyahut, di dalam hatinya juga timbul ketakutan yang sama. Sejak kematian si Kakek berambut putih Sang Hao, secara tidak langsung dia sudah menjadi kepala dalam keluarga Sang. Dia juga tahu I Ki Hu tidak mungkin meloloskan diri dari rumah batu itu. Rasa takut dalam hatinya dan dalam hati setiap anggota keluarganya hanya karena kepandaian I Ki Hu yang terlalu tinggi dan namanya yang terlalu meng-getarkan.

"Kalian tidak perlu cemas!" katanya singkat.

Seluruh anggota keluarga Sang memang berkumpul di tempat itu. Dari kejauhan mereka melihat api mulai berkobar. Dari kecil api itu mem-besar. Kurang lebih satu kentungan kemudian, seluruh rumah batu itu sudah tertutup api.

Malam harinya, anggota keluarga Sang masih terus menambah balok-balok dan kayu yang telah dilumuri minyak. Dengan demikian nyala api bukan mengecil bahkan semakin lama semakin besar.

Meskipun si jago merah sudah memperlihatkan kegarangannya dan mengurung seluruh rumah batu itu, lidah api tampak menjilat-jilat dan me-ngeluarkan suara deruan yang mengerikan hati, tetapi para jago keluarga Sang masih tidak berani beristirahat.

Posting Komentar