Peninggalan Pusaka Keramat Chapter 58

NIC

Dia dapat mengedarkan hawa murninya sesuka hati. Karena itu dengan sebelah tangan bisa menempel di langit- langit ruangan. Tubuhnya bisa menggelantung di udara.

Kemudian terdengar lagi seseorang berkata.

"Moay cu, buat apa banyak bicara dengannya. Dia toh sesumbar kehebatannya sendiri, kita Hhat saja bagaimana dia bisa meloloskan diri dari ruangan itu." I Ki Hu masih terus tertawa dingin. Telapak tangannya bergeser sedikit, dia mengintip dari sebuah lubang.

"Kalau aku sudah keluar dari ruangan ini, kalian baru tahu rasa."

Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar melihat wajah I Ki Hu tampak dari celah lubang angin. Dia segera mengeluarkan sebilah pisau kecil kemudian dihunjamkannya melalui lubang itu.

Dalam pikirannya, I Ki Hu pasti tidak sempat menghindar. Walaupun belum tentu bisa membunuh si Raja Iblis itu, setidaknya dapat membuat wajahnya menjadi cacat.

Setelah kematian Sang Hao, di dalam keluarga Sang memang masih ada beberapa orang tokoh yang ilmunya cukup tinggi. Cukupanlah apabila ingin menjual lagak di dunia kang ouw. Tetapi untuk memahami sampai di mana tingginya kepan-daian I Ki Hu, tentu masih jauh sekali.

Begitu pisau kecil tadi menyusup ke dalam lubang, tiba-tiba I Ki Hu menyurutkan kepalanya dan jari tangannya menelusup ke dalam celah lalu menjepit pisau itu kuat-kuat.

Sekejap kemudian terdengarlah suara jeritan histeris laki- laki itu. Disusul dengan suara Bluk! seperti benda berat yang jatuh. I Ki Hu pun tertawa dingin.

"Sudah tahu kehebatanku?" katanya sinis.

Rupanya ketika jari tangan I Ki Hu sudah berhasil menjepit pisau tadi, dia segera mengerah-kan tenaga dalamnya ke ujung jari. Pisau itu pun terpental membalik dan menghunjam ke orang itu sendiri. Benar-benar senjata makan tuan.

Kali ini terdengarlah suara bising berkumandang dari atas.

Rupanya mereka terkejut sekali melihat kelihaian I Ki Hu. "Cepat pergi! Dia toh sudah terkurung di dalam bangunan ini. Cepat atau lambat dia pasti mati kelaparan," seru seseorang dari keluarga Sang.

Orang-orang itu bergegas meninggalkan atap bangunan. Mereka tidak memperdulikan I Ki Hu lagi. Tangan I Ki Hu yang sebelah menelusup ke dalam saku. Kemudian menyusup kembali ke dalam celah lubang angin lalu mengibas. Saat itu juga terdengar suara pekik kesakitan, juga suara Bak! Buk! Bak! Buk! seperti benda jatuh. Rupanya barusan dia menyambitkan sejumlah senjata rahasia dan pasti ada beberapa orang yang menjadi korban. I Ki Hu tersenyum puas, tubuhnya pun melayang turun lagi ke bawah.

Tampak Kuan Hong Siau memandanginya sam-bil menarik nafas panjang.

"Kepandaian saudara seperti dewa," kata Kakek Kuan. "Apakah kau bisa menghitung berapa orang yang menjadi

korban senjata rahasiaku tadi?" tanya I Ki Hu dengan tawa datar.

Kuan Hong Siau ikut tertawa.

"Yang jatuh dari atas saja ada sembilan orang, mungkin ada yang mati sebelum sempat melompat turun," jawabnya.

I Ki Hu merasa bangga sekali, dia meremas-remas tangannya sambil tertawa senang.

"Tampang saudara gagah sekali. Ilmu kepandaian juga mengejutkan. Apalagi orang-orang dari keluarga Sang tadi memanggil Anda I sian sing. Jangan-jangan saudara ini yang mendapat julukan Gin leng hiat ciang I Ki Hu."

"Tidak salah. Sahabat Kuan, tidak disangka kita bisa bertemu di tempat seperti ini, bukan?"

"Memang benar-benar tidak disangka," ucap Kuan Hong Siau dengan tawa getir. Kuan Hong Siau adalah seorang pendekar dari golongan lurus dan berjiwa besar. la paling membenci segala macam kejahatan. Sebetulnya bertolak belakang dengan I Ki Hu. Tetapi justru tidak terduga-duga mereka bisa terkurung dalam ruangan yang sama.

"Sahabat Kuan, mengapa pasangan suami istri Lie Yuan bisa tertotok jalan darahnya? Dan sebetulnya bagaimana cara Sang Hao menemui kematiannya? Dapatkah kau menjelaskannya dengan terperinci?" tanya I Ki Hu.

"Baik," sahut Kuan Hong Siau.

Dia langsung menceritakan kedua peristiwa yang disaksikannya dengan mata kepala sendiri. I Ki Hu mendengarkan dengan penuh perhatian. Kenyataannya apa yang ia dengar dari Kuan Hong Siau tidak banyak bedanya dengan cerita yang pernah didengarnya dari orang lain.

I Ki Hu merenung sejenak setelah cerita Kuan Hong Siau selesai.

"Kalau begitu, Lo Sang secara tidak langsung dibunuh oleh perasaan terkejutnya ketika mengetahui siapa yang menotok jalan darah pasangan suami istri Lie Yuan?" tanyanya kemudian.

"Cayhe juga mempunyai pendapat yang sama. Tempo hari ketika pertama kali Sang Cu Ce melihat totokan yang terdapat di tubuh pasangan suami istri Lie Yuan, wajahnya langsung berubah hebat. Tetapi rasa terkejut yang diperlihatkan oleh Sang Cu Ce berbeda maknanya dengan rasa terkejut yang diaiami Sang Hao. Dalam anggapan Sang Cu Ce, ilmu totokan keluarga Sang terkenal di dunia bu lim. Tetapi kenyataannya dia tidak tahu jalan darah mana di bagian tubuh pasangan suami istri Lie Yuan yang tertotok. Belum tentu dia tahu siapa orang yang melakukannya. Bagaimana menurut pendapat saudara?" "Betul. Tetapi sekali lihat saja Lo Sang sudah mengenali siapa pelakunya. Karena itu, saking terkejutnya jantungnya jadi putus seketika. Tampaknya sahabat yang melakukannya patut bangga juga karenanya. coba aku ingin melihatnya, siapa tahu aku akan mengikuti jejak Lo Sang?" kata I Ki Hu dengan maksud bergurau.

Sembari berkata, bibirnya menyunggingkan senyuman. Dia berjalan menghampiri pasangan suami istri Lie Yuan yang terbaring di lantai. Kemudian dia membungkukkan tubuhnya meme-riksa dengan teliti. Padahal senyuman yang menghiasi bibirnya wajar sekali, namun setelah memper-hatikan keadaan pasangan suami istri Lie Yuan, senyumannya langsung terpaku. Mimik wajahnya jadi aneh sekali. Mirip seseorang yang sedang tersenyum tetapi tiba-tiba tertotok jalan darahnya sehingga tetap seperti semula tapi kaku.

I Ki Hu yakin mereka memang para pendeta dari Oey kau. Untuk sesaat dia juga tidak berani sembarangan bertindak, karena ilmu kepandaian yang diturunkan oleh agama yang satu ini mengandung keanehan tersendiri. Boleh dibilang berbeda dengan ilmu silat aliran mana pun di dunia ini. Diam- diam hati I Ki Hu juga merasa heran, karena selama ini para lhama dari Oey kau hanya menetap di wilayah Tibet atau Mongol. Mereka tidak pernah muncul di luaran. Apalagi kalau menilik usia ketiga orang ini yang sudah tinggi sekali, kedudukan mereka dalam agama itu jelas juga termasuk angkatan tua. Entah ada keperluan apa mereka datang ke Tiong goan? Mendengar nada suara lhama tua itu, tampaknya dia sudah bersedia meminjamkan perahu. Karena itu I Ki Hu merasa senang sekali. Dia melepaskan cengkeraman tangannya dari bahu orang tadi.

"Apabila Taisu sudah bersedia meminjamkan perahu, cayhe juga tidak akan menyusahkan lagi." Tubuhnya berketebat ke depan perahu, dan dengan menggunakan tali tadi sebagai titian, dia kembali ke tepi sungai. Setelah itu dia menarik tali tadi agar perahu mendekat. Kereta kuda dinaikkan ke atasnya, tali yang digunakan digulung kembali lalu memutar haluan perahu untuk menyeberangi sungai.

I Ki Hu berdiri di samping kereta, dia khawatir ketiga Ihama itu tiba-tiba akan menimbulkan kesulitan baginya. Karena itu dia juga berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan. Perahu melaju dengan cepat, sekejap kemudian mereka sudah berada di tengah-tengah sungai.

Posting Komentar