bertambah perlahan dan bertambah gemetar suaranya. Pouw Keng Thian paksakan diri untuk bersenyum.
"Apa yang ditanyakan oleh mereka tadi?" masih Pouw Keng Thian berusaha ingin mengetahui, namun dilihatnya si pengurus rumah penginapan itu mengawasi kesekitar ruangan dan tidak menjawab pertanyaan Pouw Keng Thian.
"Dimanakah letak kota Soan hoa ..?"
Si pengurus rumah penginapan sekarang menatap muka pemuda tamunya, dengan pandangan mata penuh pertanyaan, akan tetapi mau juga dia menjawab :
"Kota Soan hoa merupakan sebuah kota kecil yang letaknya tidak jauh terpisah dari kota Siang yang "
Sejenak Pouw Keng Thian terdiam berpikir. Kota Siang yang merupakan kota perbatasan antara Tiongkok sebelah utara dengan Tiongkok sebelah selatan; kota itu dahulu kala pernah dipertahankan oleh Kwee Ceng berdua isterinya selagi Tiongkok belum sepenuhnya dijajah oleh bangsa Mongolia.
Sesaat kemudian Pouw Keng Thian meninggalkan tempat si pengurus rumah penginapan setelah dia mengucapkan terima kasih, dan dengan pandangan mata yang tajam, sempat dia melirik ke arah buku penerimaan tamu, sehingga dia mengetahui kamar yang disewa dara Soh Sim Lan.
Pada saat berikutnya, sejenak Pouw Keng Thian berdiri didepan pintu kamar dara Soh Sim Lan, yang dia ketahui sebagai pendekar wanita dari kanglam atau Kanglam liehiap, dara perkasa dari wilayah utara yang namanya sudah cukup menyemarak dikalangan rimba persilatan, dan yang tembus menjelajah ke wilayah sebelah selatan.
Mengapa dara yang perkasa itu sekarang berada didusun itu dan untuk apa saudara seperguruannya menantikan Kanglam liehiap Soh Sim Lan dikota Soan hoa?
Akan tetapi, oleh karena dia dalam keadaan ragu-ragu, maka akhirnya Pouw Keng Thian membatalkan diri buat memasuki kamar dara Soh Sim Lan; sebaliknya dia memutar tubuh dan memasuki kamarnya sendiri; di mana dia rebahkan diri dan memikirkan berbagai masalah yang harus dia lakukan.
Letak kota Soan-hoa amat jauh terpisah dari tempat tujuan Pouw Keng Thian, akan tetapi pemuda itu merasa yakin akan adanya sesuatu urusan yang sangat penting, yang menyebabkan ketiga kakak seperguruannya berkumpul dan bersama-sama menuju ke kota Soan hoa.
Pikiran Pouw Keng Thian menjadi ragu-ragu menghadapi dua pilihan, apakah dia harus mengutamakan urusan pribadinya atau dia harus menyusul ketiga kakak seperguruannya; yang entah sedang menghadapi urusan apa, sedangkan untuk menanya dara Soh Sim Lan yang dia yakin menjadi sahabat atau kenalan dari ketiga kakak seperguruannya, tak ada keberaniannya karena terkalahkan oleh rasa malu untuk berbicara dengan seorang dara yang belum dikenalnya.
Dilain pihak, Pouw Keng Thian sangat mencurigai ketiga laki-laki yang sangat ditakuti oleh sipengurus rumah penginapan, dan pemuda ini berpendapat bahwa ketiga orang laki-laki itu mempunyai niat yang tidak baik terhadap diri dara Soh Sim Lan. Teringat dengan niat tidak baik dari ketiga orang laki laki itu, maka Pouw Keng Thian lalu menyiapkan alat tulis yang memang tersedia didalam kamarnya; lalu dia menulis surat-surat singkat buat dia sampaikan kepada dara Soh Sim Lan.
Isi surat yang singkat itu, melulu merupakan peringatan bagi dara Soh Sim Lan yang sedang diintai oleh 'tiga musuh' yang dia tidak kenal.
Akan tetapi, setelah surat itu selesai dia bikin; maka datang lagi rasa ragu-ragu yang mengakibatkan dia batal menyampaikan surat itu kepada dara Soh Sim Lan. Akhirnya terpikir oleh Pouw Keng Thian bahwa sebaiknya secara diam-diam dia akan mengikuti perjalanan dara Soh Sim Lan sambil dia siaga terhadap serangan gelap dari ketiga orang laki laki yang dia curigai itu. Dengan putusan ini, Pouw Keng Thian tidak perduli bahwa dia bakal batal menyambangi makam keluarganya, sedangkan dengan mengikuti perjalanan dara Soh Sim Lan, dia yakin akan menuntun dia untuk berkumpul dengan ketiga kakak seperguruannya.
Lalu, bagaimana dengan dara Ma Kim Hwa yang katanya hendak menyusul ?
("Perduli dengan dia ..!") pikir Pouw Keng Thian didalam hati; sebab dia berpendapat sebaiknya menjauhi diri dari api kalau tak mau terbakar ! Tengah malam itu Pouw Keng Thian meninggalkan kamarnya lewat jendela, kemudian dia duduk umpatkan diri diatas sebuah pohon; sementara pandangan matanya penuh perhatian ditujukan kepada jendela kamarnya dara Soh Sim Lan, dengan sikap siaga kalau-kalau ketiga orang laki-laki yang dicurigai mendatangi kamar dara yang cantik dan perkasa itu.
Malam itu hawa udara cukup dingin, dan Pouw Keng Thian terpaksa membiarkan dirinya digigit nyamuk atau kutu-kutu malam lainnya; namun sia-sia pengorbanannya, karena sampai mendekati waktu subuh tidak terjadi sesuatu, sehingga terpaksa Pouw Keng Thian kembali kedalam kamarnya.
Pemuda ini kemudian tidur dan terus tidur sampai matahari naik tinggi, dan dia bangun kelabakan memanggil pelayan dan membersihkan tubuh secara tergesa-gesa, karena dari pelayan itu dia mendapat keterangan bahwa dara Soh Sim Lan sudah berangkat sejak pagi-pagi meninggalkan rumah penginapan itu !
Pouw Keng Thian larikan kudanya secepat kuda itu sanggup lari, namun pemuda ini tahu benar bahwa dara Soh Sim Lan melakukan perjalanan dengan naik kuda, sehinga tidak mudah buat dia melakukan pengejaran, karena sudah tertinggal cukup lama.
Didekat perbatasan dusun berikutnya Pouw Keng Thian melihat adanya sebuah kedai-nasi yang letaknya disebelah kiri sisi jalan.
Pouw Keng Thian singgah untuk beristirahat dan mengisi perut, terutama kudanya juga memerlukan hal yang sama.
Kedai nasi itu kelihatan sunyi, tidak ada tamu lain yang sedang makan. Pouw Keng Thian duduk dan memesan makanan, untuk dia juga untuk kudanya yang dia minta diberikan makanan pada seorang bocah laki laki; setelah itu dia menanyakan kalau kalau si pemilik kedai pernah menerima kunjungan dara perkasa yang melakukan perjalanan dengan memakai kuda.
Sejenak si pemilik kedai itu mengawasi tamunya dengan pandangan mata yang agak juling, setelah itu dia mengatakan tidak dapat mengetahui tamu mana yang dimaksud oleh Pouw Keng Thian, sebab katanya hari itu dia menerima tamu yang terdiri dari perempuan perempuan muda yang kelihatan cantik dan gagah perkasa !
“Banyak dara dara perkasa ... ?" ulang Pouw Keng Thian bagaikan dia bicara pada dirinya; sementara didalam hatinya terselip pertanyaan; entah ada berapa banyak dara- dara perkasa didalam dunia ini, dan entah bagaimana jadinya kalau dara-dara perkasa itu dikumpulkan menjadi satu kelompok!
Selagi Pouw Keng Thian bersantap dengan pikiran melayang tak menentu, tiba-tiba dia melihat datangnya dua orang penunggang kuda yang juga singgah dikedai nasi itu, dan kedua tamu yang baru datang itu ternyata berupa dua dara remaja yang kelihatan perkasa !
("Ah ... lagi-lagi dua dara perkasa ....") Pouw Keng Thian berkata seorang diri didalam hati; sementara kedua dara perkasa itu memilih tempat duduk yang menghadap ke tempat Pouw Keng Thian duduk, dan kedua-duanya ternyata memiliki wajah muka yang sama cantiknya tinggal menentukan mana yang lebih menarik, menurut selera masing-masing orang yang melihatnya.
Kedua dara perkasa itu ternyata bukan merupakan dara- dara yang pemalu. Setelah memesan makanan, maka keduanya bercakap-cakap dengan muka cerah penuh suasana yang lincah meriah, sedangkan gerak sepasang matanya seringkali melirik liar ketempat pemuda Pouw Keng Thian duduk; sehingga sekali pernah terjadi, pandangan mata mereka saling bertemu, membikin pemuda Pouw Keng Thian tunduk agak kemalu-maluan sementara kedua dara perkasa itu kelihatan bersenyum manis.
Salah seorang dari kedua dara perkasa itu kemudian berdiri dan mendekati tempat Pouw Keng Thian duduk. Dia bersenyum manis waktu melihat pemuda itu dengan gugup menunda makan; dan senyum manis itu justeru menambah gugupnya si pemuda Pouw Keng Thian.
"Maaf ... bukankah siangkong bernama Nio Beng Hui...
?” dara perkasa yang mendekati Pouw Keng Thian itu menanya dengan suara yang halus merdu; sementara Pouw Keng Thian ikut berdiri dengan sikap sopan.
"Bu .. bukan Namaku Pouw Keng Thian ... " sahut Pouw Keng Thian dengan suara gugup.
"Maaf ...siangkong mirip dengan kenalan kami yang bernama Nio Beng Hui itu. Namaku Gan Leng Soan dan nama temanku Kwa Leng Cu , .." kata Iagi dara perkasa itu, tetap dengan muka cerah dan hiasan seberkas senyum manis; sementara dia telah memanggil temannya untuk ikut mendekati.
"Bolehkah kami duduk dekat siangkong...?" kata dara Gan Leng Soan setelah temannya berdiri disisinya, juga dengan menyertai seberkas senyum yang menawan.
"Si ...silahkan ..." undang pemuda itu sambil memaksa diri untuk tidak berlaku gugup.
"Apakah Pouw siangkong tidak kenal dengan teman kami yang bernama Nio Beng-Hui itu ...?” ganti tanya dara Kwa Leng Cu, nada suara yang tidak kalah merdunya; serta dengan menyertai seberkas senyum yang bisa mengguncang-guncang hati Pouw Keng Thian, seperti mengajak dang-dut.
“Tidak ..." Pouw Keng Thian singkat nunduk karena takut 'ngadu' mata.
"Sayang sekali...” dara Kwa Leng Cu menyambung perkataannya; lembut perlahan tetapi tetap terdengar merdu.
"Mengapa sayang.. ?" Pouw Keng Thian ganti menanya tanpa dia menyadari.
"Sebab rupanya siangkong belum banyak pengalaman .. " dara Kwa Leng Cu yang bicara lagi sambil menyertai senyumnya; sedangkan dara Gan Leng Soan terdengar tertawa perlahan.
Pouw Keng Thian tambah kemalu-maluan, namun kedua dara-perkasa itu ternyata pandai bicara; cerah dan lincah sehingga berhasil mereka mengajak pemuda itu ikut bicara bahkan ikut tertawa ria, lupa dengan dara-dara Soh Sim Lan berdua Ma Kim Hwa !
"Kemana tujuan Siangkong .... " tanya dara Gan Leng Soan ditengah percakapan mereka.