Eng Eng mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu menjawab,
"Bagus, bagus kau tentu lapar sekali!"
Tentu saja Ting piauwsu menjadi melongo mendengar ucapan ini. Apakah ia salah dengar? "Maaf, sahabat," katanya,
"apakah maksudmu?"
Eng Eng memandang ke arah mangkok mi-nya yang sudah hampir kosong lalu berkata lagi,"Kau tentu lapar sekali, makanmu amat gembul!"
Memang gadis ini sudah biasa makan berdua dengan suhunya dan ucapan seperti ini sudah biasa ia keluarkan kepada suhunya. Akan tetapi, ia menjadi tidak mengerti mengapa orang yang mengaku Ting Kwan Ek ini ketika mendengar kata-katanya menjadi merah mukanya dan terbatuk-batuk seakan-akan ada mi yang melintang dan mengganjal kerongkongannya! "Kalau makan jangan terburu-buru, selain kau bisa tercekik karenanya juga makanan ini sukar menjadi hancur di dalam perut sehingga kau akan sukar buang air pula?" Eng Eng memberi nasehat yang seringkali ia dengar dari suhunya dulu.
Kini Ting Kwan Ek benar-benar menjadi melongo. la merasa marah, heran dan juga bingung. Gilakah pemuda ini? Tak mungkin, mukanya begitu terang dan sinar matanya lembut dan tajam, sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa otaknya miring. Apakah pemuda ini sengaja hendak mempermainkannya? Akan tetapi hal ini meragukan pula, karena sikap pemuda tampan ini demikian sungguh-sungguh. Ah, barangkali dia seorang perampok tunggal yang tinggi kepandaiannya dan sengaja datang hendak mencari perkara!
Dalam pekerjaannya sebagai piauwsu, Tan Kwan Ek sudah seringkali bertemu dengan penjahat-penjahat yang berilmu tinggi dan berwatak aneh, maka kini tlmbul perkiraannya bahwa pemuda tampan Inl tentulah seorang dari golongan hek-to (jalan hidup golongan penjahat) yang datang hendak mengganggunya. Ia bersikap hati-hati dan merasa bahwa lebih baik menjauhi permusuhan dengan orang ini. Ia berdiri dan berkata,
"Maaf sahabat, karena aku mengganggumu lebih baik aku pindah ke lain meja." Piauwsu ini lalu mengangkat rnangkok dan sumpitnya dan duduknya pindah ke lain bangku. Akan tetapi Eng Eng menganggap hal inl biasa saja, sama sekali tidak mau memperdulikan orang lain.
Hanya saja ia merasa kecewa mengapa orang itu tidak mau membagi makanannya dengan dia dan membawa pergi mangkok terisi mi itu!
Pelayan yang tadi menyambutnya lalu menghampirinya dan karena pemuda ini sejak tadi tidak memesan makanan ia Ialu berkata,"Kongcu, kau hendak makan apakah?"
Eng Eng memandangnya dengan heran lalu bertanya,
"Kau punya makanan apa?" Pelayan itu menyebutkan nama beberapa macam masakan sehingga Eng Eng menjadi bingung. Kemudian ia memutar tubuhnya dan sambil menuding ke arah mangkok mi di depan piauwsu tadi, ia berkata,"Aku ingin makan seperti yang dimakannya itu!"
Pelayan tersenyum geli dan piauwsu itu menjadi makin merah mukanya. Benar-benar orang muda yang tampan itu telah berlaku kurang ajar sekali dan benar-benar hendak mencari perkara dengan dia. la maklum bahwa orang ini tentulah seorang dari kalangan perampok yang sengaja hendak memperlihatkan sikap bermusuhan dengan dia. Sebagal seorang piauwsu ia mengerti bahwa dirinya tentulah dimusuhi oleh para perampok, dan tentu pemuda ini sedang memancing-mancing kemarahannya. Akan tetapi, Ting piauwsu biarpun usianya baru tiga puluh tahun, namun ia telah mempunyai banyak pengalaman. la pura-pura tidak mendengar omongan Eng Eng ini dan melanjutkan makan mi-nya, diselingi dengan meneguk cawan araknya.
Tak lama kemudian pelayan datang membawa semangkok mi. Karena Eng Eng sudah merasa amat lapar, maka cepat ia menyikat habis mi semangkok itu. Ting piauwsu memperhatikan cara Eng Eng makan dan hatinya berdebar. Mi yang dihidangkan itu masih amat panas, akan tetapi pemuda tampan ini dapat makan begitu saja tanpa merasakan panas dan mempergunakan sumpitnya juga istimewa. Orang Iain tentu akan mempergunakan sepasang sumpit untuk menjepit mi, akan tetapi pemuda tampan ini hanya rnemakai sebatang sumpit saja. Sumpit yang hanya sebatang ini digerakkan dengan cepat dan dengan dua kali putaran saja mi yang panjang-panjang itu telah membelit sumpit dan ketika sumpit diangkat, mi semangkok itu telah terangkat semua dari mangkok lalu dimakan seperti orang menggerogoti paha kelinci yang gemuk!
Melihat cara Eng Eng makan mi, makin yakinlah hati Ting piauwsu bahwa pemuda itu tentulah seorang penjahat yang kejam dan yang sengaja datang hendak mengganggunya. Sebagai seorang piauwsu, memang sudah sering kali ia bertempur melawan perampok perampok dan seringkali pula merobohkan para penjahat. Piauwkiok (perusahaan pengawal barang) yang dipegangnya, yakni Pek Eng Piauw-Kiok(Ekspedisi Garuda Putih) dari kota Hun-leng sudah amat terkenal sebagai sebuah perusahaan ekspedisi yang besar dan kuat.
Bendera piauwkiok yang bersulam seekor burung garuda putih sudah merupakan bendera yang garang dan jarang sekali ada perampok berani mengganggu barang-barang yang dikirim apabila melihat bendera ini berkibar di kendaraan barang. Yang paling disegani oleh para penjahat, adalah ketua dan wakil ketua Pek Eng Piauw Kiok. Ketuanya adalah seorang ahli silat bernama Ouw Teng Sin yang menjadi suheng (kakak seperguruan) dari Ting Kwan Ek sendiri. Ouw piauwsu berjuluk Pek eng-to (Golok Garuda Putih) dan karena julukannya inilah maka perusahaan piauwkiok yang dipimpinnya memakal nama Pek Eng Piauwkiok. Sudah hampir dua puluh tahun Ouw-piauwsu mendirikan perusahaan di kota Hun.leng dan mendapat banyak kemajuan. Nama perusahannnya sudah amat terkenal dan mendapat kepercayaan besar. Apalagi setelah sepuluh tahun yang lalu ia dibantu oleh sutenya (adik seperguruannya) yakni Ting Kwan Ek yang kepandaiannya sudah hampir setingkat dengan kepandaian Ouw-piauwsu, maka perusahaan ini berjalan makin lancar.
Selain pandai dalam hal ilmu silat, Ting piauwsu adalah seorang yang cerdik dan pandai mengurus perusahaan. Dengan bantuan Ting Kwan Ek, Ouw-piauwsu dapat duduk dengan enak di rumahnya dan menyerahkan segala pekerjaan kepada adik seperguruannya itu.
Kini setelah dalam perjalanannya, Ting Kwan Ek berteme dengan Eng Eng, piauwsu yang cerdik dan baik hati ini lalu sengaja menjauhkan diri. Hal ini bukan karena ia berhati kecil dan penakut, akan tetapi oleh karena pada saat itu ia sedang melakukan tugas yang amat penting. Ia tidak mau mengacaukan tugasnya dengan melibatkan diri dalam pertempuran atau meladeni pancingan serta kehendak pemuda tampan yang nampaknya mencari perkara dengan dia itu. Tugas ini adalah tugas mengirimkan sebuah benda yang tak ternilai harganya dari kota raja ke Hun leng dan benda berharga itu kini telah tersimpan baik-baik di kantong bajunya sebelah dalam.
Ketika ia melihat Eng Eng sedang makan mi dengan enaknya dan begitu mi semangkok habis, lalu minta tambah semangkok lagi sambil berkata berkali kali,
"Enak" enak"! Ting Kwan Ek tidak mau membuang waktu lagi. la menaruh sepotong uang perak di dekat mangkoknya yang sudah kosong. kemudian dengan tergesa-gesa ia bertindak keluar.
Eng Eng tanpa menengok dapat mendengar bahwa orang yang tadi duduk menjauhinya telah melangkah keluar, akan tetapi tanpa memperdulikannya ia menyerang mi dalam mangkok kedua dengan lahap dan nikmatnya. Tiba-tiba ia mendengar suara ribut-ribut di luar rumah makan. biarpun ia menjadi amat tertarik ketika suara rebut-ribut itu disusul oleh suara beradunya senjata, ia belum mau berdiri melihat sebelum mi dalam mangkoknya habis. Ternyata bahwa ketika Ting piauwsu melangkah keluar dari rumah makan, tiba-tiba mendengar bentakan orang,
"Ting Kwan Ek, perlahan dulu jalan!"
Ting piauwsu cepat menengok dan ia amat terkejut ketika melihat bahwa yang menegurnya adalah seorang tosu (pendeta To) tua berjanggut hitam berdiri menghadang di depannya.
"Ban Yang Tojin!" hatinya berteriak, akan tetapi, saking kagetnya, mulutnya ikut pula berseru menyebut nama yang amat menyeramkan hatinya ini. Siapakah orangnya tidak menjadi gugup melihat Ban Yang Tojin, apalagi kalau orang itu membawa barang berharga seperti yang dibawa oleh Ting Kwan Ek.