Pedang Ular Mas Chapter 71

NIC

"Kau lihat!" katanya kepada si nona. Belum pernah Ceng Ceng lihat pemuda ini demikian gusar, malah waktu menghadapi lawan tangguh, dia ada tenang sekali. Sekarang muka orang merah-padam, urat- uratnya seperti melingkar keluar. Hingga mau atau tidak, ia heran dan kaget sekali. Buru-buru ia menyambuti surat yang diangsurkan dan baca itu.

Itulah suratnya Kiu-Ong-ya To Jie Kun, pangeran Boan yang disebut-sebut persaudaraan Su. Itulah surat rahasia untuk dua saudara Su itu. Mereka ini diberi perintah, sesudah memfitnah Ciau Kong Lee hingga Kong Lee tumpas, mereka mesti gunai ketika untuk merampas kekuasaan dalam Kim Liong Pang, supaya anggauta- anggauta perkumpulan rahasia ini bisa dijadikan pekakas, penyambut dari dalam, bagi penyerbuan bangsa Boan kepada Tionggoan. Peng Kong dan Peng Bun dianjurkan akan tancap kekuasaan di Kanglam, supaya sambil selidiki rahasia negara, mereka cari kawan-kawan orang-orang kangouw, untuk bekerja bersama. Mereka mesti sambut serbuan angkatan perang Boan agar serbuan itu pasti berhasil.

Ceng Ceng begitu murka hingga tak dapat ia mengucapkan kata-kata. Ia muda dan besar kepala, tapi ia mencintai negerinya. Dalam murkanya, setelah sadar, ia hendak robek surat rahasia itu.

Sin Cie sambar surat penting itu.

"Hei, adik Ceng, kenapa kau begini semberono?" menegur dia.

Ceng Ceng sadar dengan cepat.

"Kau benar," katanya. "Inilah surat bukti!"

"Apakah kau tahu, kenapa dua saudara Su tidak hapuskan surat ini?" Sin Cie tanya. "Aku tahu," jawab si pemudi. "Dia hendak pakai ini untuk pengaruhi Bin Cu Hoa!"

"Begitulah pasti," Sin Cie membenarkan," Aku telah pikir, habis menolongi Ciau Kong Lee, aku hendak lepas tangan, untuk tidak campur lebih jauh urusan mengenai mereka, siapa tahu disini menyelip urusan amat besar ini. Jangan kata Baru bentrok dengan jie-suko, biar ada rintangan lain yang terlebih besar, aku tidak takut."

Bukan main kagumnya Ceng Ceng terhadap pemuda ini.

"Memang kita harus campur tangan," iapun kata. "Umpama kata jie-suheng itu mengadu kepada gurumu, aku percaya gurumu bakal benarkan pihakmu. Toako, aku bersalah. "

"Apa?"

Pemudi ini tunduk.

"Aku telah goda padamu. " Katanya.

Mendengar itu, Sin Cie tertawa.

"Sudah, pergilah kau tidur!" kata dia. "Sekarang aku hendak memikirkan daya upaya dengan cara bagaimana kita bisa hadapi kawanan pengkhianat itu."

Ceng Ceng menjadi jinak, ia menurut.

Besoknya pagi, kapan ia mendusi dari tidurnya, Sin Cie terus bercokol diatas pembaringan, untuk bersamedhi, akan pelihara napasnya, akan bikin jalan darahnya sempurna. Diam-diam ia merasa sangat gembira karena semakin lama ia rasai kemajuannya terus bertambah. Kapan kemudian ia turun dari pembaringan, ia lihat diatas meja sudah disajikan dua mangkok lektau serta sepiring yutiau. Ia tahu itu ada sajiannya Ceng Ceng hanya ia tidak tahu, kapan itu disiapkannya. Tiba-tiba saja si nona muncul sambil terus tertawa.

"Hweeshio tua, apa kau sudah selesai sembahyang?" tanyanya.

"Ah, kau bangun pagi-pagi sekali!" kata Sin Cie sambil tertawa juga.

"Kau lihat ini!" kata si nona, yang tidak sahuti pemuda itu. Dari belakangnya, ia tunjuki satu bungkusan besar, yang ia letaki dimeja, untuk terus dibuka. Itulah dua perangkat pakaian baru. Ia tambahkan: "Kita telah bunuh Ma Kongcu, perlu kita tukar pakaian."

"Kau memikir sempurna," Sin Cie puji. Berdua mereka lantas duduk, untuk bersantap.

Belum lama habis dahar, satu jongos datang bersama satu orang, jongos itu lantas kata : "Apakah kau cari kedua tetamu ini? Aku tanyakan she dan namanya orang, kau tak dapat menyebutnya. "

Sin Cie dan Ceng Ceng lihat nona Ciau.

Nona itu tunggu sampai jongos sudah berlalu, ia lantas berlutut didepan pemuda kita.

Sin Cie membalas hormat, sedang Ceng Ceng mengangkat bangun.

Nona itu likat bukan main menampak satu "pemuda" cekal lengannya, untuk kasi ia bangun, mukanya merah, akan tetapi karena ingat, mereka adalah penolong ayahnya, ia tidak berontak.

"Nona Ciau, apakah namamu?" Ceng Ceng tanya. "Namaku Wan Jie," sahut nona itu. "Jiewie sendiri?" Ceng Ceng tunjuk kawannya, dia tertawa ketika ia menyahuti: "Kau tanya dia saja! Dia sangat galak, dia larang aku bicara!"

Mengetahui orang bergurau, Wan Jie bersenyum. "Jiewie telah tolong ayahku, budi ini yang sangat besar,

walau tubuhku hancur-lebur, masih tak dapat dibalas,"

katanya.

"Ayahmu ada satu cianpwee," Sin Cie bilang, "sudah seharusnya kami dari angkatan muda melakukan sesuatu apa untuknya. Tak usah kau pikirkan itu. Tolong sampaikan kepada ayahmu untuk sebentar sore ia melanjuti mengadakan perjamuannya yang sudah ditetapkan itu. Disini ada dua bungkusan, tolong kau bawa pulang untuk diserahkan pada ayahmu itu, bilang apabila sudah sampai saatnya yang genting, Baru dia buka untuk umumkan kepada orang banyak, tentu akan ada buah-hasilnya yang istimewa. Karena dua rupa barang ini sangat penting, jagalah supaya tidak ada orang yang pegat dan rampas ditengah jalan!"

Ciau Wan Jie lihat kepadanya diserahkan dua bungkusan, yang satu panjang dan romannya berat, mirip dengan alat senjata, yang lainnya kecil dan enteng sekali. Ia menyambutinya dengan kedua tangan dengan sikap menghormat sekali, lalu ia memberi hormat seraya menghaturkan terima kasih. Habis itu Barulah ia pamitan dan bertindak keluar.

"Mari kita kuntit dia, untuk melindunginya secara diam- diam," Sin Cie kata pada kawannya. "Kita mesti jaga supaya kawanan telur busuk itu tak dapat merampasnya kembali."

Ceng Ceng manggut. Mereka lantas siap, setelah menutup pintu, mereka bertindak keluar. Mendekati thia, mereka lantas umpatkan diri. Disitu masih ada si nona Ciau, entah kenapa, dia tidak segera pulang.

"Suruh kuasa hotel datang!" terdengar kata nona itu. "Naga emas ulur kukunya, mega hitam memenuhi langit!"

"He, apakah dia bilang?" tanya Sin Cie pada Ceng Ceng.

Muda ia ada, nona Hee luas pengetahuannya mengenai dunia kangouw.

"Mungkin itu kata-kata rahasia kaumnya," ia menyahut.

Wan Jie bicara sama jongos yang tadi, yang romannya rada katak, tapi sekarang dia berubah sikap dan menyahuti ber-ulang-ulang," Ya, ya!" Terus saja ia undurkan diri.

Tidak lama muncul kuasa hotel, dia menjura dalam kepada si nona.

"Nona hendak menitah apa?" tanyanya. "Aku akan segera melakukannya."

"Aku adalah Ciau Toa-kohnio" nona itu perkenalkan diri. "Pergi kau kerumahku, bilang aku ada punya urusan penting disini, kau minta semua suko-ku datang kemari!"

Kaget kuasa itu mengetahui ia berhadapan sama Ciau Toa-kohnio, nona besar she Ciau, segera saja ia lari keluar, untuk loncat naik atas kudanya, yang ia kasi lari pergi. Ia sendiri yang jalankan titah itu.

Selang lama juga, kuasa hotel itu sudah balik lagi bersama dua puluh lebih orang yang dandan seperti guru silat, yang semuanya bekal senjata. Mereka lantas hampirkan nona Ciau.

"Aku tidak sangka begini besar pengaruhnya Kim Liong Pang disini," kata Sin Cie. "Sekarang tak usah kita turut

492 mengantari. Sebentar saja kita hadirkan perjamuan dirumah orang she Ciau itu."

Berdua mereka masuk pula kedalam, sedang Ciau Wan Jie dan rombongannya berangkat pulang. Sesudah siang Barulah Sin Cie ajak kawannya pergi kerumah Kong Lee dimana ternyata sudah mulai banyak orang datang berkumpul. Mereka ikut sekalian tetamu itu masuk ke dalam thia.

Ciau Kong Lee sambut tetamunya dimuka pintu, ia manggut kepada dua anak muda ini, yang ia sangka ada murid-muridnya musuh, ia tidak memperhatikannya.

Begitu lekas semua tetamu sudah datang lengkap, tuan rumah undang mereka ambil tempat duduk, ia lantas membuka pertemuan. Caranya ini beda dengan cara pertemuannya Bin Cu Hoa kemarin ini. Tuan rumah pun ada ketua Kim Liong Pang. Barang santapan sangat istimewa, kokinya pun koki yang kesohor dari kota Kimleng, sedang araknya ada arak Lie-ceng Tin-siau simpanan dua puluh tahun.

Bin Cu Hoa bersama Sip Lek Taysu, Tiang Pek Sam Eng, Bu-eng-cu Bwee Kiam Hoo, Hui-thian Mo-lie Sun Tiong Kun dan sejumlah yang lain lagi, duduk dimeja pertama. Ciau Kong Lee sendiri yang layani sesuatu tetamu itu, sikapnya ramah-tamah.

"Silakan minum!" kata dia.

Bin Cu Hoa angkat cawannya, dengan tiba-tiba saja ia banting itu kelantai, hingga arak berhamburan, cawannya pecah hancur sambil menerbitkan suara berisik!

"Orang she Ciau!" dia berkata dengan bengis. "Disini telah hadir sahabat-sahabat karib dari Rimba persilatan, mereka semua telah memberi mukanya, maka didepan mereka, ingin aku tanya, bagaimana hendak diatur mengenai sakit hatinya saudaraku yang kau telah bunuh? Bilanglah!"

Pertanyaan dimajukan secara sangat terkonyong- konyong, dan caranya pun garang sekali, hal ini membuat sukar kepada Ciau Kong Lee. Justru itu berbangkitlah Gou Peng, murid kepala ketua Kim Liong Pang ini.

"Orang she Bin," berkata Gou Peng, yang hendak wakilkan gurunya, "Baik kau mengerti duduknya hal. Kandamu itu kemaruk paras eilok, dia bermaksud jahat, karenanya dia telah merusak undang-undang dari kita kaum Rimba Persilatan. Guruku..."

Belum habis Gou Peng ber-kata-kata, mendadak ada sambaran angin kearah mukanya, maka lekas ia berkelit sambil tunduk, menyusul mana, dengan memberikan suara keras, sebatang paku tiga persegi panjangnya lima dim nancap di meja!

Gou Peng segera hunus goloknya.

"Bagus betul!" muridnya Kong Lee berseru. "Kau telah bokong Lo Sutee kami, yang kau telah babat kutung sebelah lengannya, sekarang kau kembali membokong aku, oh, perempuan bangsat!"

Dia lantas bertindak maju, untuk tempur penyerangnya, ialah Hui-thian Mo-lie Sun Tiong Kun, si Hantu Wanita.

"Jangan!" Ciau Kong Lee cegah muridnya. Kemudian sambil tertawa, ia menoleh kepada nona Sun itu seraya bilang: "Nona Sun ada ahli dari Hoa San Pay, mengapa kau berpadu pandangan dengan muridku?. "

Posting Komentar