Uy Cin berdiam sedari tadi. Ia tahu, percuma saja ia turut bicara. Diam-diam ia siapkan kedua rupa senjatanya, untuk menolong disaat sutee itu terancam bahaya. Pada Hie Bin dan Siau Hui ia beri kisikan: "Musuh kita terlalu kuat, jumlah kita juga terlalu sedikit, apabila sebentar aku beri tanda, kamu mesti loncat naik keatas genteng untuk menyingkir, aku dan Wan Sutee akan memegat dibelakang. Tidak perduli kami berdua menghadapi ancaman hebat, jangan kamu bantu kami!"
Dua orang yang dipesan itu berikan janji mereka.
Uy Cin memesan demikian untuk lindungi dua anak muda itu, supaya mereka pun tidak merintangi ia dan
381 suteenya itu. Ia percaya, ia dan sang sutee pasti dapat loloskan diri andaikata mereka menghadapi bahaya. Dia juga memikir, andaikata dia gagal mendapat pulang emas itu, dilain hari dia akan kembali bersama lebih banyak pembantu, ialah jie-suteenya, Poan-sek-san-long Kwie Sin Sie suami-isteri, sahabatnya, Pou Sian Taysu dari kuil Hoa Giam Sie di Hoopak, dan gurunya, Bok Jin Ceng, atau Bhok Siang Toojin. Asal seorang tandingi satu orang, lima saudara Un itu tentu mati daya, Ngo-heng-tin akan pecah. Nampaknya Uy Cin lucu, sebenarnya dia bisa berpikir jauh. Dia tak pilih Sin Cie sebab dia kuatir sutee ini kurang latihan.
Walaupun semua sudah siap sedia, Sin Cie masih kata pada lima jago keluarga Un itu : "Loyacu semua sudi beri pengajaran padaku, kenapa masih ada yang ditahan, sehingga aku merasa tin ini belum lengkap?"
Beng Tat heran.
"Apakah yang kurang lengkap?" tanya dia.
"Disebelah Ngo-heng-tin, masih ada barisan pembantu sebelah luar yaitu Pat-kwa-tin." Sahut Sin Cie. "Kenapa Pat- kwa-tin juga tidak diatur sekalian, supaya aku bisa menambah puas pemandangan mataku?"
Beng Gie lantas saja membentak : "Inilah kau yang mengatakannya, maka kalau sebentar kau mati jangan kau menyesal!" Terus dia berpaling pada Un Lam Yang: "Lam Yang, mari maju semua!"
Un Lam Yang ada ketua dari angkatan kedua dari Cio Liang Pay, dengan suatu tanda, muncullah lima-belas kawannya yang tadi disiapkan untuk kepung Sin Cie.
Uy Cin lihat rombongan itu terdiri dari lelaki dan perempuan, diantaranya ada dua pendeta. Mereka semua mengatur diri disebelah belakang Ngo Cou, mereka bergerak-gerak, ber-putar-putar, gerakan mereka semua beres dan rapi, sehingga Uy Cin yang luas pengalamannya jadi heran dan kagum. Orang berlari-lari tetapi tidak terdengar suara tindakan mereka.
"Wan Sutee tidak tahu urusan," pikir toasuheng ini. "Dengan dia layani Ngo Cou saja, umpama ia terancam, aku bisa nyerbu untuk menolongi, sekarang barisan ditambah dengan lapis yang kedua, dengan jumlah sampai enam-belas orang, mana ada lowongan lagi untuk menerjang masuk? Jangan-jangan seekor lalat juga sukar molos. "
Suheng ini terus berdiam, ia terbenam dalam keragu- raguan.
Sin Cie didalam kurungan tetap berlaku tenang. Ia jepit tusuk konde kumala dengan jempol dan jeriji tengah kanan, tangan kirinya diangsurkan kedepan, ia pasang kuda-kuda dengan kaki kiri didepan, setelah itu, ia geraki tubuhnya lebih jauh, akan lari berputaran, setelah empat atau lima balik, ia teruskan.
Ngo Cou juga lantas bersiap, semua mata mereka dipakai mengawasi anak mdua dalam kurungan itu.
Sin Cie berputaran saja, ia tidak lantas menyerang. Ketika dahulu Kim Coa Long-kun lolos dari tangannya
Ngo Cou dari Cio Liang Pay ia keram diri didalam guanya,
setiap saat, setiap waktu, ia asah otak memikiri jalan untuk pecahkan Pat-kwa Ngo-heng-tin. Ia tidak mengerti, kenapa kurungan Ngo-heng-tin tidak dapat digempur, dan asal yang satu bergerak, empat yang lainnya lantas menyusul, menyusul tak hentinya, sampai lawan sudah kena dirubuhkan. Beberapa tahun telah dilewati, hasilnya tetap tidak ada, jalan tidak didapati. Pada suatu pagi Kim Coa Long-kun mencari hawa dipuncak Hoa San, tiba-tiba ia lihat seekor ular merayap berliku-liku, kapan binatang itu dengar tindakan orang, dia berhenti berjalan, dia melingkar, kepalanya diangkat. Itulah kebiasaan ular, untuk bersiap melawan atau menyerang musuh, tanpa diserang lebih dahulu, ia tidak akan mendahului.
Tiba-tiba saja, Kim Coa Long-kun sadar. Inilah caranya untuk pecahkan Ngo-heng-tin! Sehingga bukan main girangnya dia. Itulah gerakan : "Bergerak belakangan, menindas lawan". Ia lantas pulang, kembali ia asah otak. Ia gunai tempo satu bulan, Baru ia insyaf kelemahan Ngo- heng-tin, dan bagaimana caranya harus menerjang pecah. Semua ini lantas dicatat dalam Kim Coa Pit Kip, sebab walaupun ia telah dapatkan rahasia itu, ia sendiri tak dapat menuntut balas. Dengan urat-uratnya telah dibikin putus, ia tidak bisa bersilat lagi seperti dulu. Ia sukar percaya akan ada orang yang nanti dapatkan kitabnya ini atau umpama kata itu diketemukan seratus tahun atau seribu tahun kemudian, pasti Ngo Cou sudah lama mati dan tulang- tulangnya telah lebur menjadi tanah. Biar bagaimana, ia pun masih mengharap-harap. Jikalau Ngo-heng-tin tidak terpecahkan, pasti Ngo Cou akan menjagoi untuk selama- lamanya, sedang mereka ada orang-orang jahat.
Sekarang Sin Cie hendak gunai daya "bergerak belakangan, menindas lawan" itu, maka itu, ia melanjuti berputaran terus, tidak henti-hentinya, sehingga semua lawannya turuti ia ber-putar-putar juga akan awasi dia.
Dari bergerak pelahan pada mulanya, anak muda ini bergerak pesat, setelah sekian lama, ia mulai jadi pelahan pula, jadi kendor, selama itu tetap tidak terlihat sikapnya hendak mulai menerjang. Sebaliknya, dia lantas berhenti berputaran, dia duduk, kedua tangannya dikasih turun kedengkul, tubuhnya diam, cuma tampangnya berseri-seri.
Semua orang menjadi heran. Pihak Un tidak tahu, inilah tipu-daya, guna mengabaikan penjagaan lawan, untuk bikin lawan habis sabar.
Benar saja, Un Beng Gie tidak puas, sehingga ia geraki kedua tangannya untuk menyerang. Ia berada dibelakang Sin Cie, ia bisa membokong si anak muda.
"Jieko, jangan bikin kacau tin!" Beng Go cegah kandanya itu.
Beng Gie dapat dicegah, maka itu, berlima mereka masih berputaran, selalu siap-sedia untuk menerjang begitu lekas lawan bergerak.
Belum lama dia duduk diam, Sin Cie menguap, terus ia rebahkan diri, tidur celentang, kedua tangannya ditekuk, dipakai sebagai bantal, untuk mengalaskan kepalanya.
Ngo Cou masih terus berputaran, meskipun mereka merasa aneh. Mereka jadi bertambah waspada. Mereka mau menyangka, anak muda itu bakal gunai entah akal apa.
Disebelah belakang, enam belas orang dibawah pimpinannya Un Lam Yang turut bergerak-gerak terus juga, akan tetapi mereka tak seulet lima ketua mereka, sesudah lewat banyak tempo beberapa diantara mereka jadi letih, keringat mereka mengucur keluar, napas mereka mengorong.
"Aku hendak lihat, tua-bangka, sampai kapan kamu dapat bersabar," kata Sin Cie dalam hatinya, mendapati tidak ada orang yang hendak serang ia. Selagi rebah, ia curi lihat gerakan lawan. Mendadak anak muda ini membalik tubuh, sehingga ia jadi rebah tengkurap, kedua tangannya ketindihan tubuhnya. Kemudian lagi, terdengarlah suara menggerosnya, sebagai tanda bahwa ia ketiduran, tidur pulas.
Inilah kejadian aneh dalam medan pertempuran. Ini pun lucu. Hie Bin, Siau Hui, Ceng Ceng, dan Un Gie juga, hampir tertawa, tapi juga hati mereka kebat-kebit, saking kuatir. Umpamanya Ngo Cou menyerang, celakalah anak muda itu, yang memasang bebokong.
Cuma Uy Cin yang mengerti sutee itu sedang uji kesabarannya lawan, untuk pancing lawan itu, meski begitu, ia juga berkuatir untuk nyali besar dari sutee itu. Itulah keberanian melewati batas. Apabila serangan datang, bagaimana itu dapat dielakkan?