Begitu lekas serangan sampai, mendadak Uy Cin putar tubuhnya, berbareng dengan itu, tangannya pun bergerak.
367 Tepat sekali, tumbak kena ditangkis sambil terus dicekal. Itu adalah gerakan ilmu silat tangan kosong melawan senjata, yang sukar dijakinkannya, tapi Uy Cin tekah berlatih beberapa puluh tahun. Maka begitu lekas dapat menyekal, dia terusi membetot tumbak itu. Berbareng membetot lawan, dia pun menoleh kesamping sambil dengan tangan kirinya menangksi serangan Beng San, sedang kaki kanannya digeser setengah tindak, guna menghindari jejakan Beng Gie, yang datang dari belakang.
Menyusul betotannya Uy Cin, Eng Cay terdengar menjerit keras. Dia tak mau lepaskan tumbaknya, maka itu tubuhnya kena terangkat naik, terlempar melewati kepala orang, terus jatuh terbanting dilantai. Akan tetapi jeritannya bukan disebabkan terbantingnya itu. Hanya selagi dia terbetot, ketika tubuhnya mendekati Uy Cin, lawannya ini lepaskan tumbak yang dicekal, pundaknya kiri dipakai menggempur iga kanan lawan hingga ketua Liong Yu Pang itu merasakan sakit hebat sampai kesumsumnya.
Segera beberapa orang Liong Yu Pang maju untuk tolongi ketua itu.
Dalam rombongan Liong Yu Pang itu ada ketua mudanya, Bu-pangcu Khu Kak Lian, murid kepala Eng Cay yang bernama Bun Hoa dan murid kedua bernama Chio Thong Cou. Mereka ini jadi sangat gusar, hingga tanpa bilang suatu apa, mereka lompat menyerang.
Uy Cin layani tiga musuh baru itu, Baru beberapa jurus, ia telah berhasil membanting mereka satu demi satu, malah Bun Hoa patah lengan kanannya, hingga dia terluka parah.
Setelah itu, tidak ada lagi orang Liong Yu Pang yang berani maju. Maka selanjutnya, Uy Cin terus melayani Ngo Cou dari Cio Liang Pay. Pertempuran seru sekali, hingga keenam orang tertampak bagaikan bajangan saja yang saling sambar. Ada kalanya Uy Cin dapat lolos dari kepungan atau segera ia terkurung pula, saking gesitnya kelima lawan, yang cara pengepungannya tak pernah menjadi rancu.
"Benar hebat," memikir Uy Cin akhirnya, sesudah lama juga ia berkelahi dengan tidak ada hasilnya. Tidak pernah ada satu diantara musuh yang dapat ia serang. Mau atau tidak, ia sibuk sendirinya.
Juga lima saudara Un menjadi heran dan kagum. Tidak mereka sangka lawan ini, yang mirip dengan satu pedagang atau orang biasa saja, demikian liehay. Sudah dikepung hebat, pembelaannya tetap rapat dan rapi.
Selagi pertempuran berlangsung makin seru, Uy Cin lihat tegas cara penyerangan lawan-lawannya. Ada kalanya seorang hendak menendang, atau mendadakan dia berkelit kesampung dari mana menyeranglah lain kawannya. Ada waktunya seorang mementang kedua tangan untuk rangkul dia, hingga dia mesti mundur, atau dari belakangnya, satu kaki mendupak dia!
Selagi penyerangan lawan jadi semakin hebat, macamnya serangan pun bertambah beraneka-warna, hal ini membuat ia jadi repot, maka untuk tidak menempuh bencana sia-sia, mendadakan ia keluarkan seruan panjang, kedua tangannya lantas keluarkan pit dan shuiphoa - Tong- pit Thie-shuiphoa. Didalam hatinya dia pikir : "Kamu berlima, aku sendirian, tidak ada halangannya akan aku gunai senjata." Maka itu sekarang selagi menyerang, saban- saban ia cari jalan darah lawan-lawannya.
Belum terlalu lama, lima saudara Un telah menjadi repot, maka mereka tidak sudi mensia-siakan tempo, dengan mendadak Un Beng Tat berseru dengan suitannya. Un Cheng dan Un Lam Yang mengerti tanda dari ketua itu, dengan bergantian mereka lempar-lemparkan gegamannya masing-masing ketua itu, yang menyambuti dengan baik, hingga selanjutnya mereka juga bersenjata semua. Hingga karena itu, golok kongtoo, ruyung joanpian, tongkat besi dan lainnya, saling sambar.
Pertempuran kali ini berlanjut tidak saja lebih seru malah terlebih berbahaya, sebab semuanya menyekal senjatanya masing-masing. Dari itu, para hadirin menjadi tercengang, mereka gembira tapi hati mereka berkedutan.
Cui Hie Bin sibuk bukan main melihat gurunya terancam bahaya kepungan yang sangat kuat itu, ia tahu ia tidak punya guna akan tetapi ia sayang sekali gurunya, maka dengan melupakan segala apa, ia berseru dengan putar goloknya, ia lompat, untuk menyerbu kedalam Ngo-heng- tin. Ia Baru loncat tiga tindak atau didepannya ada berkelebat satu bajangan, yang tangannya segera menekan pundaknya. Ia kaget, ia ayun goloknya, untuk membacok, tapi apamau, tekanan orang itu begitu berat sehingga ia tak sanggup geraki pundaknya.
"Cui Toako, tak dapat kau pergi, sia-sia kau antarkan jiwamu!" demikian satu suara cegahan.
Kapan pemuda she Cui ini mengawasi, ia kenali Sin Cie sebagai penghalang itu. Tadi ia telah saksikan pemuda itu pecundangi Lu Jie Sianseng, masih ia kurang percaya akan kegagahan orang, tetapi sekarang Barulah ia menginsafi tenaganya yang besar luar biasa. Tak dapat ia tak dengar kata lagi.
Sin Cie tarik pulang tangannya seraya terus berkata : "Jangan kau sibuk! Gurumu masih sanggup layani mereka!" Lantas anak muda ini awasi pula pertempuran, sedang Hie Bin terpaksa berdiri melongo, untuk turut menonton terus.
Sin Cie perhatikan jalannya pertempuran tapi kadang- kadang ia dongak keatas genteng, diwaktu begitu agaknya dia berada dalam kesulitan pikiran.
Segera Siau Hui datang mendekati.
"Engko Sin Cie, pergi tolongi Uy Supeh," kata nona ini. "Berlima mereka kepung satu orang, sungguh mereka tak tahu malu!"
Sin Cie tidak menjawab, dengan satu gerakan tangan, ia suruh nona itu mundur.
Siau Hui tidak dapat muka, ia mundur dengan lesu.
Ceng Ceng saksikan lagaknya nona An itu, diam-diam ia bergirang.
Selama pertempuran berjalan dengan seru itu, Uy Cin tidak pernah berhasil dengan pitnya, dengan shuiphoanya, untuk menotok atau sambar senjatanya lawan. Malah senjata mereka tidak pernah bentrok satu dengan lain. Lima saudara itu singkirkan bentrokan, sebagaimana Uy Cin pun tak inginkan itu.
Lagi sesaat, sekonyong-konyong Sin Cie lompat menghampiri Siau Hui.
"Adik Siau Hui, maafkan perbuatan tadi," kata dia. "Tadi aku sedang memikirkan sesuatu. Sekarang aku berhasil memecahkan pikiranku itu."
"Disaat sebagai ini apa masih ada soal maaf?" jawab si nona. "Lekas kau pergi bantui Uy Supeh!"
Sin Cie tertawa. "Aku telah berhasil memecahkan pikiranku, aku tidak kuatir lagi!" katanya.
"Kau benar aneh! Kenapa kau tidak bedakan urusan enteng dan berat, penting dan tidak penting? Kalau ada kesukaran, apa kau tidak bisa tunggu sampai pertempuran sudah selesai Baru kau memikirkannya pula?" tanya Siau Hui.
Kembali Sin Cie tertawa.
"Yang aku pikirkan justru ada soal pertempuran ini!" sahutnya. "Aku pikirkan bagaimana aku bisa pecahkan barisan Ngo-heng-tin ini. Apakah kau tidak dapat ingat atau lihat bagaimana senjata mereka tidak pernah bentrok satu pada lain?"
"Ja, aku pun herani itu," jawab Siau Hui.
"Pokoknya tin mereka ada kecepatan," Sin Cie menjawab. "Sesuatu bentrok senjata berarti mensia-siakan tempo. Maka itu, untuk melawannya, guna memecahkan, kecepatan juga yang dibutuhkan. Kita mesti menangkan kecepatan mereka itu, Baru kita akan berhasil."
0o-d.w-o0
"Mereka telah terlatih sempurna, mereka sangat gesit, bagaimana dapat kita lombainya?" tanyanya.
Sin Cie bersenyum.
"Lihat saja, aku akan coba-coba!" sahutnya. Ia menoleh pada Siau Hui dan berkata : "Coba pinjamkan aku tusukan rambutmu!"
Siau Hui loloskan tusukan rambutnya yang terbuat dari batu pualam dan serahkan itu.
Sin Cie menyambuti, ia dapatkan satu tusuk konde yang bagus sekali. "Aku akan gunai tusuk konde ini untuk layani mereka," katanya.
Hie Bin dan Siau Hui tertawa. Mereka anggap orang lagi main-main. Tidakkah tusukan batu kumala itu regas sekali, gampang patah? Bagaimana itu dapat dipakai sebagai alat- senjata?
Sin Cie tidak ambil mumet dua orang itu terheran-heran, ia hanya awasi pertempuran, lalu ia teriaki Toa-suhengnya itu : "Toasuheng, sut-tou menciptakan it-bok, maka injaklah kian-kiong dan jalan di kam-wie!"
Itulah istilah-istilah dari Pat-kwa.
Uy Cin dengar itu, ia melengak sendirinya, tak dapat ia lantas mengerti itu. Tidak demikian dengan Un-sie Ngo Lo, lima ketua keluarga Un itu, mereka ini terperanjat.
"He, kenapa bocah itu bisa ketahui rahasia Ngo-heng- tin?" pikir mereka. Mereka anggap temponya terlalu singkat untuk menginsafi itu.
Sin Cie tidak perdulikan kakak seperguruan itu mengerti atau tidak, kembali ia perdengarkan suaranya : "Toasuheng, phia-hoh menakluki khe-kim, maka jalanlah di Cin-kiong, keluar dari lie-wie!"
Selama pertempuran yang telah berjalan lama itu, Uy Cin pun gunai pikirannya, sebab ia dapat kenyataan, secara keras, secara halus, masih ia tak dapat pecahkan Ngo-heng- tin. Ia ingat lawan-lawannya kurung ia menuruti garis-garis Pat-kwa, akan tetapi beberapa kali ia sudah coba mendobrak, saban-saban ia gagal. Tapi setelah dengar suara suteenya yang kedua kali, ia pikir pula.
"Baik aku mencoba," ia ambil putusan. Ia lantas menunggu. Sebentar kemudian, datanglah saat yang baik. Dengan tiba-tiba ia ambil jalan cin-kiong, untuk keluar dari lie-wie. Dan ia berhasil! Ia dapatkan satu lowongan! Segera ia hendak nyeplos. Mendadakan Sin Cie serukan pula : "Jalan ke kian-wie! Jalan ke kian-wie!"
Dikedudukan kian-wie itu ada menjaga dua saudara Un, Beng San dan Beng Sie. Tapi Uy Cin percaya suteenya itu, ia tidak mau sia-siakan waktu, tanpa berpikir lagi, ia menerjang kearah kian-wie itu.
Beng San dan Beng Sie Baru menjaga, lantas mereka mesti pecah diri, untuk lowongan mereka diisi oleh Beng Tat dan Beng Go. Itu adalah menurut cara-cara kepungan mereka. Justru mereka hendak memecah diri, disaat itulah Uy Cin menerjang kearah mereka. Maka itu, selagi lowongan sedang terbuka, Uy Cin geraki pitnya dan alat penghitungnya kekiri dan kanan, untuk cegah dua saudara itu merintangi dia. Dia berlompat dengan luar biasa pesat, hingga tahu-tahu dia sudah lolos dari kurungan dan segera berdiri didamping Sin Cie!
Lima saudara Un tercengang, lekas-lekas mereka undurkan diri, akan berdiri berbaris. Nampaknya mereka menyesal. Tapi Un Beng Tat segera bicara.