"biarpun kini engkau sudah memiliki kepandaian yang lumayan, tapi janganlah sekali-kali engkau takabur dan menganggap dirimu sendiri yang terpandai di dunia Ini. Di dalam dunia masih banyak terdapat orang-orang pandai. Jika kau menyombongkan kepandaianmu, maka engkau akan terjeblos!"
"Lagi, jangan sekali-kali menggunakan kepandaian untuk menindas kaum yang lemah, Liong. Ingatlah selalu bahwa kami memberi pelajaran padamu ialah untuk digunakan menolong sesama hidup yang tertindas, untuk membela negara dan membasmi penjahat. Kalau kau tersesat dan menggunakan kepandaianmu untuk keuntungan sendiri, maka kau tak akan selamat," sambung Siauw lo-ong Hee Ban Kiat.
"Pesanku padamu ialah, jangan terlampau mudah membunub orang, muridku. Jauhkanlah golok dan pedangmu sedapat mungkin dari pertumpahan darah. Kalau tidak sangat terpaksa, janganlah membunuh orang secara serampangan," ujar Bie Kong Hosiang.
"Dan berlakulah sebagai orang gagah yang kenal pribudi. Harus selalu merendahkan diri dan rajin menambah pengetahuan. Ingat, Liong, sepanjang pengalamanku, yang tidak boleh dipandang ringan adalah orang-orang yang kelihatan paling lemah, misalnya kaum wanita, orang-orang tua, pengemis-pengemis, dan orang-orang lain yang kelihatan sangat lemah. Biasanya lawan yang sangat berbahaya itu aalah mereka yang kelihatan lemah itu, tapi di dalamnya tersembunyi kekuatan dan kepandaian tinggi. Karena tampaknya dari luar lemah, maka orang mudah sekali memandang sepi. Tapi kau jangan sekali-kali memandang rendah orang-orang lemah itu, Liong. Kepandaian orang tak tampak di luar tubuhnya," kata Hong In si Iblis Daratan. Han Liong menghaturkan terima kasih atas nasehat-nasehat keempat gurunya itu dan berjanji akan memperhatikannya sungguh-sungguh. Kemudian bibinya bicara.
"Han Liong anakku, kami berlima sudah bersepakat untuk menyuruh engkau turun gunung hari ini juga. Kau perlu mencari pengalaman di luar, nak. Dan kau boleh mencari ibumu. Tentang sakit hati terhadap Tiat-Kak-liong Lie Ban terserah padamu. Itu adalah soal pribadimu, kami hanya memesan agar segala sepak terjangmu dilakukan atas dasar prikebenaran yang layak. Engkau sudah tahu ke mana harus mencari ibumu. Tapi, sekali lagi kuulangi nasehat-nasehat guru-gurumu, yaitu engkau jangan mengambil jalan salah karena kalau engkau kelak dikemudian hari ternyata berobah menjadi anak durhaka dan murid yang mencemarkan nama baik guru-gurumu, maka kami berlima tentu akan mencarimu!" Pada saat itu tiba-tiba terdengar bunyi guntur keras menggelegar dan satu tenaga besar menggetarkan bumi yang mereka injak sehingga mereka berenam walaupun memiliki kepandaian tinggi, jadi sempoyongan dan terhuyung-huyung. Semua orang heran karena hari itu langit bersih dan tiada tanda-tanda kemungkinan ada guntur. Kemudian terdengar ledakan keras dan tahulah mereka bahwa suara gemuruh itu bukan sekali-kali suara guntur, tapi adalah suara tanah yang gugur dari pinggir gunung.
Suara "krek-krek" terdengar dan keenam orang itu segera berlompatan keluar pondok. Ternyata pondok itu menjadi miring dan belum lama mereka berada di luar, pondok itu roboh dengan mengeluarkan suara hiruk-pikuk. Di luar mereka lihat debu mengepul di sebelah kiri bukit dan Pauw Kim Kong segera maklum apa yang telah terjadi. Ketika tanah yang mereka injak tadi tergetar membuat mereka terhuyung-huyung berkali-kali, kenyataan sebenarnya ialah gempa bumi besar di gunung sehingga pondok mereka juga roboh karenanya. Dan suara hebat tadi tentu tanah dan batu-batu gunung yang gugur karena gempa bumi itu dan jatuh ke dalam jurang. Debunya masih tampak hebat! Tanpa mufakat lebih dulu mereka berenam serentak berlari-lari menuju ke kiri di mana nampak debu mengepul tinggi.
"Hati-hati!" Hee Ban Kiat memesan dan betul saja, ketika sampai di sebuah tikungan, dari atas turun menimpa beberapa buah batu besar yang rupanya terlepas dari sandarannya di atas puncak dan berguling-guling ke bawah.
Untungnya mereka telah waspada dan segera meloncat ke belakang menjauhi tempat bencana itu. Betapapun tinggi kepandaian mereka, kalau sampai, tertimpa batu-batu yang berpuluh ribu kati beratnya itu, pasti akan tamatlah riwayat mereka! Han Liong yang belum banyak pengalaman dan ingin sekali melihat sesuatu yang masih asing baginya, tak terasa maju mendekati tempat di mana batu-batu tadi jatuh. Tiba-tiba ia melihat sebuah benda pulih berkilau-kilauan yang bergerak gerak diantara tumpukan batu. Ia heran dan maju mendekat. Tiba-tiba benda panjang itu melayang menyambarnya. Han Liong terkejut dan serangan benda itu demikian cepatnya hingga tak mungkin pula dikelit olehnya. Maka terpaksa ia mengibaskan tangan kirinya untuk menangkis. Alangkah terkejutnya ketika benda itu tidak terlempar, tapi menempel di jari tangan kirinya dan terus menggigit.
"Aduh!" hanya itulah yang dapat diteriakkannya dan ia roboh pingsan. Guru-gurunya dan bibinya dengan terkejut lari memburu. Bukan main khawatir mereka melihat keadaan anak muda itu. Seekor ular berkulit putih berkilau seumpama perak digosok menempel di jari telunjuk tangan kirinya, giginya masih tertanam di jari Han Liong. Yang sangat mencemaskan adalah keadaan tubuh anak muda itu. Seluruh tubuhnya tampak hitam semu hijau. Mulutnya terkancing, matanya tertutup dan nafasnya sengal-sengal, tinggal satu-satu! Yo Toanio tak dapat menahan getaran hatinya. Ia tubruk keponakannya sambil menjerit-jerit! Guru-guru Han Liong pun menjadi bingung, hanya Pauw Kim Kong yang agak tenang. Tapi setelah memeriksa keadaan muridnya dan melihat ular yang masih menggerak-gerakkan ekornya itu, ia menjadi lebih sedih daripada yang lain-lain.
"Bagaimana, Pauw-suhu?" tanya Bie Kong Hosian ketika melihat Pauw Kim Kong berdiri putus asa dan menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas.
"Ular berbisa. Bisanya sangat berbahaya. Belum pernah kulihat racun ular demikian luar biasa!" Sambil menangis keras Yo Toanio mencabut pedangnya dan dengan gemas membacok ular yang masih menempel di tangan Han Liong. Sekali bacok uiar itu putus kepalanya dan Yo Leng In agaknya masih belum puas. Dibacoknya tubuh ular itu berkali-kali hingga hancur menjadi berpotong-potong! Kemudian, setelah menubruk dan menangisi keponakannya sekali lagi, ia mengangkat pedangnya dan ditusukkan ke lehernya sendiri! Untunglah Hee Ban Kiat berada di dekatnya dan dengan cepat memegang pergelangan Yo Toanio yang memegang pedang hingga sesaat kemudian pedang itu sudah berpindah tangan!
"Sabar, Toanio. Jangan putus harapan. Han Liong belum mati," kata Hee Ban Kiat menghibur.
"Belum mati? Lihatlah... lihatlah! Mukanya sudah hitam semua. Siapa bisa memberi obat? Kan, bertahun-tahun kita didik ia, darl anak-anak sampai dewasa. Pengharapan kita semua digantungkan kepadanya... tapi... tapi justeru hari ini,saat ia harus mulai menunaikan kewajibannya... saat seperti ini... ia... ia berangkat mati...". Dimanakah keadilan Thian (Tuhan)??" Tiba-tiba, bagaikan menjawab keluhan nyonya yang bersedih hati itu, terdengar desis keras di dekat mereka. Mereka terkejut dan menengok ke arah suara itu. Alangkah terperanjat dan marahnya mereka ketika melihat seekor ular lain menggeleser-geleser mendekati tubuh Han Liong! Ular itu sangat hitamnya, dengan belang-belang kuning emas pada kepala dan ekornya. Kelihatannya ganas benar dan beracun pula!
"Kau... binatang!! Siluman!! Engkau mau ganggu anakku juga???" Yo Leng In dalam kemurkaannya menyambar pedang yang sudah diletakkan di tanah oleh Hee Ban Kiat, lalu melompat ke arah ular hitam itu. Heran sekali, ular itu berhenti dan menanti serangan Yo Toanio dengan berdiri di atas ekornya, seperti ular sen duk, tapi lebih tinggi lagi! Kedua matanya mencorong dan lidahnya yang merah menjilat-jilat. Yo Leng ln mengayunkan pedangnya memancung ke arah kepala ular itu, tapi kenyataannya ular itu bukan main gesitnya dan dapat mengelak,
Yo Leng In makin marah dan dengan nafas sesak ia memancung berulang ulang, tapi sekalipun serangannya tak mengenai sasaran. Bie Kong Hosiang berseru keras dan setelah mencabut goloknya ia membantu Yo Toanio untuk membinasakan ular itu, sungguh aneh, bacokan-bacokan Bie Kong Hosiang yang tak mudah dielakkan oleh seorang ahli silat ternyata dapat dihindarkan oleh ular itu, hingga tiada lama kemudian Hong In, Pauw Kim Kong, dan Hee Ban Kiat terpaksa turun tangan mengeroyok ular kecil itu! Karena dikeroyok lima orang ahli silat yang hebat itu ular itu sudah dapat dipastikan nasibnya. Dapat dibayangkan bahwa sebentar lagi ia tentu akan hancur menjadi berpotong-potong, kalau tidak, hancur sama sekali! Tapi, tiba-tiba terdengar deruan angin dan disusul suara yang angker,