"Nah, Pauw Toheng, karena kau yang mengusulkan, sudah sepantasnya kalau engkau pula yang membuka pertunjukan sayembara ini dengan mengeluarkan kepandaianmu untuk menambah pengertian kita." Pauw Kim Kong tidak ragu-ragu lagi. Ia menuju ke lapangan rumput di depan pondok itu dan semua orang mengikutinya. Kemudian, dengan sekali lompat, ia melayang dengan menggunakan gerakan Hui-niauw-coan-in (Burung Terbang Menerjang Mega), dengan gesit dan ringan kakinya turun dan berdiri di tengah-tengah lapangan. Kemudian sambil menghadapi kawan-kawannya, ia mengangkat kedua kepalan tangan di atas dada memberi hormat, dan berkata.
"Aku si tua bangka yang tak tahu diri mohon maaf. Karena tulang-tulangku yang tua sudah lemah, dagingku sudah loyo, maka aku tak mempunyai apa-apa yang patut disajikan. Sekarang aku sudah tak berani menghadapi musuh dan menjadi orang penakut. Paling-paling- aku hanya berani melawan pohon yang tak bisa membalas memukul. Maka, cu-wi (saudara-saudara sekalian) maafkanlah, aku mau main-main dengan pohon sion g tua ini."
Pauw Kim Kong si Malaikat Rambut Putih lalu menghampiri sebatang pohon siong sebesar pelukan lengan. Ia berdiri sejauh dua langkah dari pohon itu, memasang bhesi dengan kaki terpentang merupakan segi tiga, kedua tangan terjulur ke depan, kepala tunduk. Ternyata ia sedang mengumpulkan tenaga dalam dan memusatkan nuitungnya ke dalam lengan. Kini kedua lengan bajunya tampak tergetar-getar dan ia menegakkan kepalanya, lurus memandang sebatang pohon. Kedua lengannya bergerak-gerak bagaikan mendorong, dan... segera datang hujan daun pohon itu yang rontok berhamburan melayang-layang ke bawah, pada hal pohonnya tak bergerak sedikitpun.
"Bagus!" memuji tiga orang kawannya dengan kagum melihat tenaga dalam yang istimewa itu" Pauw Kim Kong segera memberi hormat dan merendah,
"Sepertl tadi telah kukatakan, aku sekarang takut berkelahi, maka aku mengandalkan ilmuku melarikan diri! Janganlah cuwi menertawakanku, tapi kalau untuk meloloskan diri dari musuh saja, aku setua ini masih sanggup. Persilakan cuwi menyaksikan aku yang penakut kalau lari dari muiuh." Ia berdongak memandang ke atas, dan di antara cabang pohon siong yang sekarang telah menjadi setengah gundul itu, terdapat banyak cabang-cabang besar. Renggang di antara cabang-cabang itu kira-kira hanya setengah kaki lebih, dan terhalang oleh cabang-cabang yang bersimpang siur itu. Si Malaikat Rambut Putih lalu membuka baju luarnya yang lebar dan panjang itu, dan kini hanya memakai baju dalam yang pendek ringkas. Lalu ia menjejakkan kaki ke tanah, dan tubuhnya segera melayang ke atas, tak dinyana telah berdiri di kedua cabang terendah.
Kemudian, setelah sekali lagi bersoja ke arah kawan-kawannya, ia segera meluncur menerobos renggangan-renggangan di antara cabang-cabang itu. Gerakannya demikian bagus, tubuhnya demikian licin den lemas pula, sehingga seakan-akan merupakan seekor ular yang berbelit-belit, meluncur di antara cabang-cabang pohon. Dengan menggunakan ilmu Sin-kut-hoat (Melepas Tulang), ia berhasil membuat tubuhnya seakan-akan tak bertulang dan berhasil lolos dari renggangan-renggangan yang kecil dan sempit itu! Sekali lagi kawan-kawannya memuji. Setelah menyatakan kebodohannya sendiri dengan ucapan-ucapan merendah, Pauw Kim Kong lalu mempersilakan yang lain memperlihatkan kepandaiannya. Bie Kong Hosiang segera maju ke depan. Ia merangkapkan kedua tangan di dada dan berkata kepada Pauw Kim Kong,
"Omitohud! Kepandaian seperti Toheng ini sungguh jarang tolok bandingannya. Pinceng benar-benar menyerah dan memang pantas kalau anak ini kau bawa ke Gunung Beng-san untuk kau didik. Tapi pinceng akan memperlihatkan juga sedikit pertunjukan golok yang tak berarti, kiranya boleh juga diwariskan kepada anak ini. Maafkan pincang."
Hwesio itu dengan sigap lalu loncat ke lapangan sambil menggerakkan tangan kanannya ke arah punggung. Ia melompat dengan gerakan Ang-liong-coan-lah (Naga Merah Menembus Menara). Gerakannya tak kalah lincah dari pada si Malaikat, dan tahu-tahu tangan kanannya telah memegang sebatang golok bergagang emas yang berkilauan hijau karena tajamnya. Ternyata golok itu sangat tipis dan diselipkan di bawah baju belakang, sehingga tersembunyi. Dengan sekali putar, jari-jarinya menyembunyikan golok itu dibelakang lengan dan setelah memberi hormat kepada kawan-kawannya ia segera mulai bersilat. Ia membuka pertunjukannya dengan Ilmu golok Ngo-houw-toan-bun-to (Lima Harimau Memegat Pintu).
Gerakannya mula-mula perlahan, kakinya berkisar ke sana ke mari, kuda-kudanya sangat teguh dan tubuhnya yang tinggi besar itu sangat lemas gerakannya. Goloknya menari-nari dan berputar makin cepat dan akhirnya ketika ia bersilat dengan gerak tipu Ui-liong-coan sin (Naga Kuning Memutar Tubuh), maka bayangan goloknya merupakan bundaran putih yang melindungi tubuhnya! Bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan mata, hanya bundaran putih terdiri dari ribuan ujung golok berputar-putar dan orang hanya dapat tahu bahwa di dalam lingkaran mata golok itu terdapat orang yang memainkannya karena kadang-kadang kelihatan sepatu hitam hwesio itu menginjak tanah! Setelah Bie Kong Hosiang berhenti bersilat. Dengan tenang tanpa kelihatan lelah sedikitpun menghampiri kawan-kawannya dan memberi hormat, semua orang memuji.
"Waah, Losuhu terlalu merendahkan diri," memuji Pauw Kim Kong.
"Silat golok seperti yang baru saja kulihat, aku orang she Pauw tak dapat menandinginya!" Ketika Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu diberi giliran. Ia segera ayunkan tubuhnya dengan gerakan Yan-cu sip pat-sian-hoan (Burung Walet Terbang Jungkir Balik), dengan indah, tubuhnya berpoksai atau berputar-putar beberapa kali di udara dan turun di tengah-tengah lapangan.
"Cuwi, selama berpuluh tahun berkeliaran di dunia, aku hanya mengharapkan kekuatan kedua tanganku yang tua ini. Karena kepandaianku yang lain tidak ada, terpaksa juga aku mempertunjukkan sedikit kebisaan lenganku yang kurus kering ini untuk diwariskan kepada putera Si Enghiong." Setelah memberi hormat, ia segera bersilat dengan tangan kosong yang menjadi jaminan hidupnya selama ini di kalangan kang-ouw. Pertama-tama ia bersilat Ouw-wan-ciang-hoat (Ilmu Silat Tangan Lutung Hitam) yang mempunyai tiga puluh enam jalan,
tiap gerakan mempunyai tiga jurus hingga seluruhnya berjumlah seratus delapan jurus, tetapi ia hanya mengeluarkan sepertiganya saja, kemudian mengganti gerakannya dengan tipu-tipu Pat-kwa-mui yang tak kalah hebatnya! Bagi orang biasa, gerakan-gerakannya biasa saja, bahkan agak lambat tak bertenaga, tapi bagi ketiga orang yang melihatnya ketika itu, mau tidak mau mereka harus memuji karena maklum akan luar biasanya kedua lengan tangan itu. Di dalam tiap-tiap tipu dan gerakan berganti-ganti menggunakan tenaga nui-kang dan nge-kang hingga dapat mengimbangi musuh yang bagaimanapun. Bahkan belakangan, si mata satu itu mengeluarkan kepandaiannya menotok dengan jari menurut gerakan Su-sat-chiu yang terkenal kesaktiannya. Jika mempunyai ilmu ini sampai mahir, maka biarpun bertangan kosong, tidak khawatir rasanya menghadapi lawan yang bersenjata!
Tentu saja setelah ia akhiri pertunjukannya, semua kawannya memujinya. Kini tiba giliran Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan. Seperti ketiga orang kawannya, iapun merendah dan kemudian mengeluarkan kepandaiannya yang mengagumkan. Si Iblis Daratan memang terkenal dengan ilmunya meringankan tubuh dan kepandaian melempar dengan kim-chie-piao (senjata rahasia uang logam). Pertama-tama ia keluarkan ilmunya meringankan tubuh Too-tiam-leng-po-pou sehingga tubuhnya bagaikan melayang-layang ketika ia melompat-lompat di antara puncak-puncak pohon. Dari bawah ia kelihatan seperti seekor burung garuda yang bermain-main dengan puncak pohon, membuat setiap ujung daun pohon bagian atas bergerak-gerak, sebentar di pohon ini, sebentar di pohon itu dengan gerakan secepat kilat.
Ia menggunakan gerakan Kim-hong-hi-lui (Tawon Gula Bermain di Tangkai Bunga). Kemudian ia mendemonstrasikan ketangkasannya melempar dengan kim-chie-piao. Kedua tangannya masing-masing memegang sepuluh buah uang logam. Ia melemparkan kim-chie-piao itu ke arah batang pohon dengan gerakan bermacam-macam. Langsung, miring, dari bawah lengan, dengan membelakangi, bahkan dengan mendekam di tanah. Gerakan tangannya terus menerus tiada hentinya sampai semua kim-chie itu menyambar ke arah batang pohon. Ketika mereka semua menghampiri batang pohon siong itu, maka terlihat dua puluh buah uang logam itu semua telah memasuki tubuh pohon itu dengan berjajar-jajar rapi bagaikan diatur! Semua uang itu masuk miring dan dalam sekali.
"Dalam hal mengentengkan tubuh dan melempar piao, engkau pasti paling unggul, Hong Losu!" memuji si mata satu.
"Nah, sekarang bagaimana?" kata Hong In,
"Ternyata melihat jalannya sayembara, kita masing-masing mempunyai kemampuan tersendiri hingga sukar untuk menentukan siapa di antara kita yang tertinggi ilmunya. Bagaimanakah baiknya ini?"
Sedang empat orang tua itu bingung dan saling pandang, tiba-tiba di atas udara terdengar suara tertawa yang merdu dan halus, suara tertawa itu dari perlahan lalu makin nyaring dan susul-menyusul hingga bergema di seluruh hutan seakan-akan di semua penjuru ada orang yang sedang tertawa! Keempat orang kakek itu maklum bahwa ada seorang wanita yang sedang menunjukkan iweekangnya. Suara ketawa itu digerakkan oleh sebuah tenaga yang keluar dari Tan-tian sehingga dapat dikirim ke tempat jauh dan bergema dengan nyaringnya. Dari suara ini saja seorang ahli dapat mengukur ketinggian ilmu orang. Diantara keempat kakek itu, Pauw Kim Kong yang tertinggi ilmu tenaga dalamnya, maka segera ia dapat menduga di mana adanya orang yang tertawa tadi. Ia menghampiri sebuah pohon besar di samping pondok, dan memberi hormat ke arah daun-daun pohon sambil berkata.
"Li Enghiong, silakan turun. Kami merasa terhormat sekali mendapat kunjunganmu yang mulia." Dari dalam pohon itu segera melayang turun seSosok bayangan hitam dan seorang wanita muda yang cantik tapi berwajah duka dan berpakaian serba hitam berdiri di hadapan mereka sambil mengangkat tangan memberi hormat berulang-ulang.
"Maaf sebanyak-banyaknya. Saya yang tidak tahu diri dan rendah telah mengganggu losuhu sekalian. Sebenarnya telah sejak tadi saya datang, tapi tak berani turun karena khawatir mengganggu permainan losuhu sekalian. Kemudian karena mendengar tentang hasil sayembara itu, dengan lancang saya telah melepaskan tertawa, mohon Losuhu sekalian sudi memaafkan. Sebetulnya kedatangan saya Ini tak lain juga berhubungan pula dengan puter" almarhum Si-Enghiong dan ingin sekali mendidiknya sekadar membaktikan sedikit tenagaku untuk negara." Mendengar kata-kata yang bersifat patriotik ini, Hong In bertanya dengan hormat,