Ia merasa seakan-akan bermimpi, tapi sebagai seorang yang waspada ia segera maklum bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang suci. Tanpa perdulikan, pangkat dan kedudukan, ia segera berlutut. Orang tua itu mengaku bernama Kam Hong Siansu, seorang suci setengah dewa yang mengasingkan diri di bukit Kam-hong-san. Kam Hong Siansu menyatakan bahwa Si Kim Pau berbakat untuk menjadi seorang pertapa, lalu dengan samar-samar ia meramalkan bahwa untuk sementara ini pemerintah Ceng Tiauw tak dapat dirobohkan, karena sudah takdirnya demikian. Dengan pertolongan Kam Hong Siansu yang menggunakan ilmunya, sekaligus Si Kim Pau, isterinya, dan Si Cin Hai, puteranya yang berusia sembilan belas tahun, dibawa ke puncak Gunung Kam hong-san.
Atas petunjuk Kam Hong Siansu, Si Kim Pau bertapa di situ sambil mendidik puteranya dalam ilmu-ilmu ketatanegaraan dan kesusasteraan. Namun darah patriot yang mengalir dalam tubuh Si Cin Hai membuat ia tak betah tinggal di atas gunung dan tanpa dapat dicegah ia pergi turun gunung. Ibunya sangat sedih karena hal ini lalu jatuh sakit dan meninggal dunia. Si Kim Pau yang ditinggal seorang diri di puncak gunung melanjutkan pertapaannya tanpa memperdulikan urusan dunia. Kadang-kadang, Kam Hong Siansu, entah dari mana datangnya, datang mengunjunginya dan memberi wejangan-wejangan ilmu batin. Si Cin Hai turun dari Kam hong san dan membuat hubungan dengan Enghiong (orang gagah) berjiwa patriot dari seluruh tempat untuk berusaha merobohkan pemerintoh Ceng Tiauw dan mengusir orang-orang Boan, penjajah angkara itu dari permukaan bumi Tiongkok.
Iapun berhubungan pula dengan Gouw Sam Kwie yang bergerak dari Propinsi Hun Lam. Karena ternyata Si Cin Hai seorang terpelajar yang cerdik pandai dan seorang patriot sejati, walaupun ia masih muda dan tak pandai ilmu silat, ia diangkat menjadi Bengcu oleh semua Enghiong dan disebut Si-Enghiong. Sementara itu, ia kawin dengan Yo Lu Hwa, puteri dari Yo Beng Kiat seorang piauwsu (tukang pengantar barang ekspedisi) ternama di kota Liok-cu. Yo Lu Hwa lalu ikut aktip dalam perjuangan suaminya. Pada permulaan tahun Kong Hie ke empat belas, ketika Raja kedua dari pemerintah Ceng Tiauw mulai bertahta, Si Cin Hai bersamaan dengan Gouw Sam Kwie dari daerah lain, mulai bergerak untuk menggulingkan pemerintah musuh. Tapi sayang, karena Gouw Sam Kwie kurang berhati-hati, maka rahasia pergerakan itu bocor,
dan mereka dipukul oleh Pemerintah Ceng Tiauw sebelum mereka sempat bergerak, sehingga banyak kawan-kawan seperjuangannya yang tewas. Ternyata pemerintah penjajah mempunyai banyak panglima jagoan, diantaranya ialah Coan Eng, Ta Hai dan Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Di antara para patriot yang gugur, termasuk juga Si Cin Hai dan Ong Kee Lin suami Yo Leng In. Yo Leng In ini adalah adik kandung Yo Lu Hwa. Yo Lu Hwa sendiri tertawan oleh Tiat-kak-liong Lie Ban si Naga Tanduk Besi! Sebetulnya Yo Lu Hwa ingin mengamuk sampai titik darah penghabisan setelah melihat suaminya gugur, tapi apa daya, ia terpaksa menyerah untuk melindungi puteranya dari bahaya maut! Demikianlah, ia dan Han Liong, puteranya yang baru berusia lima bulan itu ditawan musuh. Masih bergema di telinganya pesan suaminya yang terakhir.
"Peliharalah Han Liong baik-baik dan teruskanlah perjuangan kita!" Pesan pertama untuk memelihara Han Liong telah dilaksanakan dengan pengorbanan menyerah kepada musuh, tetapi pesan kedua takkan mungkin dapat ia lakukan. Tiat-kak-liong Lie Ban yang baru setahun kematian isterinya, sangat tertarik melihat kecantikan dan kegagahan Yo Lu Hwa, maka ia sengaja menawannya dengan anaknya.
Kemudian, ia membujuk-bujuk agar nyonya muda itu suka menjadi isterinya. Tentu saja Yo Lu Hwa tidak sudi dan memaki-makinya sebagai seorang tak tahu malu dan rendah budi. Tapi setelah Lie Ban mengancam akan membunuh Han Liong jika ia tidak mau menjadi isterinya, dengan hati hancur luluh nyonya muda itu terpaksa menurut. Ia mau berkorban apa saja asal anaknya terluput dari bahaya maut. Hal ini sangat menyakitkan hati kawan-kawan di kalangan kang ouw dan liok-lim. Mereka anggap bahwa penyerahan Yo Lu Hwa itu sangat memalukan dan merendahkan nama para patriot, terutama nama Si-Enghiong yang mereka hormati. Teristimewa Yo Leng In yang telah menjadi janda pula, ia merasa sangat malu dan telah berkali-kali dicobanya memasuki gedang Lie Ban untuk menculik Han Liong dan kalau mungkin membunuh Lie Ban serta encinya!
Tapi Tiat kak-liong Lie Ban bukan anak kemarin sore. Ia tahu betul bahwa Yo Lu Hwa mau menjadi isterinya karena menjaga keselamatan Han Liong. Kalau Han Liong sampai terculik hilang, tentu isterinya yang baru itu takkan sudi lagi mendekatinya, bahkan mungkin akan menimbulkan keributan! Maka, ia menjaga Han Liong dengan sangat hati-hati, bahkan sengaja ia mendatangkan beberapa orang kawan-kawannya yang juga ahli-ahli silat kelas satu untuk menjaga gedungnya. Karena itu, segala daya upaya Yo Leng In menjadi gagal sama sekali, bahkan beberapa orang kawannya mendapat luka berat di dalam percobaan menculik Han Liong itu. Demikianlah tujuh bulan telah lampau. Peristiwa tewasnya Si-Enghiong dan dirampasnya Yo Lu Hwa oleh Lie Ban telah terdengar oleh semua kawan-kawan di kalangan kang-ouw dan menggerakkan hati para hohan (kesatria) di seluruh pelosok.
Di antara mereka yang tergerak hatinya adalah Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan. Ia meninggalkan guanya di Gunung Kwan lim-san dan memberi kabar kepada beberapa orang sahabatnya untuk mengadakan penemuan di Kam hong-san pada permulaan musim Chun (musim semi)! la sendiri langsung menggunakan ilmunya berlari cepat menuju ke gedung Tiat-kak-liong Lie Ban yang dijaga kuat itu. Malam itu, tidak seperti biasanya, di rumah Lie Ban agak sunyi. Biasanya Tiat-kak-liong Lie Ban dengan ditemani oleh tiga orang kawannya, ialah Oei-kak-liong Lie Kong si Naga Tanduk Kuning adiknya sendiri, dan berdua saudara Beng Liok Hui dan Beng Liok Houw yang dijuluki orang Sankang Jie-pa-cu (Dua Macan Tutul dari Sankang), minum arak atau main maciok sampai tengah malam.
Tapi malam itu Lie Kong dan kedua saudara Beng telah masuk ke kamar masing-masing, sedangkan Tiat-kak-Liong Lie Ban berada di kamar isterinya. Di antara bayang.bayang daun pohon yang ditimpa sinar bulan, berkelebat seSosok bayangan tubuh manusia di atas genteng gedung itu. Gerakannya demikian enteng dan gesit sehingga gerakan seekor kucingpun kalah olehnya! Dengan ilmu meringankan tubuh Keng-kong-tee-sut-hoat ia berlari-lari ke sana ke mari di atas genteng mencari-cari. Tiba-tiba ia berhenti di atas kamar Lie Ban dan kakinya bergerak dalam tipu Ouw liong coan-tah (Naga Hitam Menembus Menara) ia melompat turun ke bawah tanpa bersuara sedikitpun. Kemudian dengan langkah ringan sekali ia menghampiri jendela dan memasang telinga.
"Isteriku, janganlah engkau terlampau makan hati. Kurang apakah engkau jadi isteriku? Aku cinta padamu, hormat padamu, dan menjaga Han Liong seperti anakku sendiri. Bergembiralah isteriku, dan ingat akan kandunganmu," terdengar suara seorang laki-laki halus membujuk. Lalu terdengar helaan nafas seorang perempuan,
"Memang nasibku yang buruk... nasibku yang sial... ahh..." terdengar isak perlahan.
"Sudahlah, bukankah engkau cinta kepada Han Liong? Dan bukankah aku berlaku baik padamu? Jangan bersedih, supaya lekas sembuh."
"Memang engkau baik padaku dan Han Liong... dan sekarang aku mengandung pula... mengandung anakmu..."
"Bukankah itu baik sekali?" tiba-tiba suaranya terdiam dan dengan gerakan Ouw-liong-chut-tong (Naga Hitam Keluar Gua) ia meloncat keluar pintu dan masih sempat melihat sekelebat bayangan hitam melayang ke atas genteng.
"Bangsat, jangan lari!" la berseru dan mengayun tubuhnya ke atas genteng, mengejar. Tapi ketika kakinya menginjak wuwungan rumahnya dan matanya mencari-cari ke sana ke mari, ia tak melihat sesuatu kecuali bayangan daun-daun pohon yang bermain di atas genteng. Heran, pikirnya, apakah aku tadi melihat kucing? Ia langsung menuju ke kamar adiknya dan kedua saudara Beng. Ternyata mereka sudah tidur, maka segera ia kembali ke kamar isterinya. Alangkah kagetnya ketika ia mendengar Yo Lu Hwa menjerit-jerit.
"Jangan... jangan ambil anakku...!!" Cepat ia meloncat masuk melalui pintu dan melihat seorang laki-laki tua yang mukanya bagian bawah tertutup jambang dan jenggot putih, berpakaian kuning tua. Orang tua itu telah memondong Han Liong, Sedangkan isterinya berusaha merebutnya. Tapi gerakan orang tua itu cepat benar dan isterinya yang sedang sakit tak dapat berbuat apa-apa. Lie Ban amat marah.
"Bangsat tua! Kau berani bermain-main di depan tuanmu! Lepaskan anak itu!"
"Ha, ha! Lie Ban orang rendah! Anak ini bukan anakmu, ada hak apakah kau melarang aku membawanya pergi?"
"Kurang ajar!" Dengan kemarahan yang meluap-luap, Tiat-kak liong Lie Ban menyerbu dengan gerakan Go-yang-pok-sit (Kambing Kelaparan Tubruk Makanan) dan mencengkeram ke arah dada orang tua itu. Ketika cengkeramannya ditangkis lawan, Lie Ban merubah serangannya dengan Kim-liong-tam-jiauw (Naga Emas Mengulur Cakar), kedua tangannya maju serentak, yang kanan memukul ke arah muka lawan dan yang kiri mencengkeram hendak merampas Han Liong. Tapi ternyata lawannya lebih tinggi kepandaiannya. Ia meloncat ke sana ke mari sambil ketawa mengejek.
Orang tua itu adalah Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan, menggunakan ilmu silat Jiauw-pouw-poan-toan (Tindakan Mengitar Berputar-putaran), berkelit kian ke mari dan sekali lompat saja ke arah pintu, ia terus menghilang ke atas genteng! Anak yang didukungnya berteriak-teriak menangis hingga membangunkan Lie Kong dan kedua Macan Tutul dari Sankang. Dengan susul-menyusul mereka bertiga memburu ke atas genteng. Si Iblis Daratan yang sedang meloncat dengan tipu Tiang-hong-koan-jit (Bianglala Melintang Langit), tiba-tiba merasa sambaran angin keras ke arah kakinya. Ia tak heran lagi, dan terus menahan kakinya yang hendak turun, lalu berpoksai (jungkir balik) di udara dengan gerak tipu Koai-bong-hoan-sin (Siluman Ular Berputar Balik) ia meloncat secepat kilat ke belakang. Ternyata serangan itu adalah sebuah toya yang menyambar kakinya.
"Penculik hina jangan lari!" teriak penyerangnya yang bukan lain adalah Oei-kak-liong Lie Kong. Kemudian dengan tipu Hok houw-kun hoat atau Ilmu Toya Penakluk Harimau, Lie Kong menyerang dengan buasnya, tak peduli lagi bahwa pukulan-pukulannya bisa mencelakakan Han Liong yang berada dalam dukungan orang tua itu.
Namun dengan masih tertawa-tawa kecil orang tua yang bertubuh ringan lincah itu yang sangat mahir dalam berkelit, berpusing-pusing ke sana ke mari di antara sambaran toya. Lie Ban yang tadinya menolong isterinya yang sedang jatuh pingsan, kini tiba-tiba mengejar dan menyerang dengan goloknya. Serangannya ini sangat hebatnya, karena dilakukannya dalam keadaan marah yang sangat memuncak. Lie Ban menyerang dengan ilmunya yang paling diandalkan, ialah Ilmu golok Ngo-houw-bun to atau Lima Harimau Mencegat Pintu. Goloknya yang berat berkeredepan di bawah sinar bulan dan menyerang ke arah tenggorokan lawannya dengan mengeluarkan angin dingin yang berciutan. Karena di dalam hatinya terasa takkan baik jadinya jika menghadapi Kedua bersaudara yang tak boleh diabaikan itu, ia segera meng gunakan ilmunya berlari cepat sambil berkata,