Kalau tangan lagi pegang kartu, biarpun kau tanya siapa namaku mungkin aku pun lupa.
Akan tetapi bila aku melihat Nikoh.
maka tidak bolehlah aku berjudi, sebab pasti kalah.
Jadi nikoh adalah lambang kesialan bagiku.
Malahan setiap murid Lam-han juga begini.
Sebab itulah murid Lam-han kami bila bertemu dengan para Supek dan Susiok serta para Suci atau Sumoay dari Siong-san-pay, meski lahirnya kami bersikap menghormat, tapi di dalam batin sama mengeluh.
"akan sial!.
" Ting-yat menjadi gusar, "plak", mendadak ia menampar muka Kiau Lo-kiat yang berdiri tidak jauh di sebelahnya.
Pukulan cepat lagi keras, Kiau Lo kiat tidak keburu menghindar, kontan ia merasa kepala pusing dan mata berkunang2, hampir saja roboh terjungkal.
"Ah, Ting-yat Suthay," dengan tertawa Wi Kay-hou membujuk, "mengapa engkau jadi marah2 begini" Demi menolong muridmu, Sau-hiantit sengaja omong kosong dengan Thio Yan-coan itu, mengapa ocehannya itu kau anggap sunggguh2?" "Kau bilang tujunnnya hendak menolong Gi-lim?" Tingyat menegas dengan melengak.
"Itulah tafsiranku," kata Wi Kay-hou.
'Betul tidak, Gi-lim Sutit?" Mata Gi-lim menjadi bawah pula, jawabnya: "Ya, sesungguhnya Sau-toako sangat baik, hanya.
hanya cara bicaranya yang rada2 kasar dan kurang sopan.
Karena Suhu marah.
Tecu tidak berani bercerita lagi." "Bicara terus, satu katapun tak boleh kau lewatkan ceritakan, harus kau ceritakan seluruhnya dengan lengkap," seru Ting-yat.
"Ingin kutahu sesungguhnya dia bermaksud baik atau busuk.
Jika bocah itu benar2 seorang bajingan tengik.
biarpun dia sudan mati tetap aku akan membikin perhitungan dengan si Sau tua." Gi-lim menjadi ragu2 dan tidak berani bercerita pula.
"Hayo, bicaralah!" seru Ting-yat.
"Ceritakan seluruhnya.
jangan kau menyembunyikan ucapan Baik atau buruk kata2nya kan dapat kita bedakan dengan jelas?" Gi-lim mengiakan, sambungnya: "Sau-toako berkata pula: "Thio-heng, orang belajar silat seperti kita ini selama hidup selalu mencari kehidupan diantara ujung senjata.
Walaupun orang yang berkepandaian tinggi selalu lebih untung, tapi kalau dipikir secara mendalam sesungguhnya juga bergantung kepada nasib, betul tidak" Jangan kau kira Nikoh cilik ini kurus kecil seperti anak ayam begini, seumpama dia benar-benar dewi kayangan yang baru turun di bumi ini juga aku Sau Peng-lam takkan meliriknya barang sekejap.
Betapapun jiwa seorang lebih penting daripada urusan lain.
mengutamakan perempuan dan meremehkan jiwa sendiri ter-lebih2 tolol.
Karena itulah, Nikoh cilik begini jangan se-kali2 kau menyentuhnya.
-Dengan tertawa Thio Yan-coan menjawab; 'Sau heng, tadinya kusangka kau ini seorang lelaki yang tidak takut kepada langit dan tidak gentar kepada bumi, mengapa terhadap seorang Nikoh bisa mempunyai pantangan sebanyak itu"' Sau-toako berkata 'Ya, soalnya sudah sering aku mengalami kesialan bila melihat Nikoh, karena pengalaman, terpaksa aku harus percaya.
Coba kau pikir, semalam aku tanpa kurang sesuatu apapun, muka Nikoh kecil ini belum sempat kulihat, baru suaranya saja kudengar dan aku lantas terluka oleh tabasan golokmu, bahkan jiwaku hampir melayang.
Apakah ini bukan bukti nyata Nikoh membikin sial diriku"' -Thio Yan-coan ter-bahak2, katanya: 'Ya, memang betul juga.' Sau-toako lantas berkata pula: 'Maka dari itu, Thio-heng, lebih baik kita jangan bicara, apalagi bertemu dengan Nikoh, hendaklah lekas kau suruh Nikoh cilik ini enyah saja, marilah kita minum berduaan se-puas2nya.
Hendaklah kau terima nasihatku, jangan kau sentuh dia jika tidak ingin ketiban nasib buruk.
Tiga racun di dunia ini hendaklah kau hindari se-jauh2nya.' Dengan heran Thio Yan-coan bertanya: "Apa itu tiga racun didunia ini"' Sau-toako kelihatan heran jawabnya: 'Masa tiga racun di dunia ini tidak kau ketahui" -Kata orang: 'Nikoh warangan kobra, ingin selamat jangan sentuh dia.
Jadii Nikoh itu racun pertama, kedua warangan dan ketiga baru kobra.
Untuk ini setiap murid lelaki Ngo-tay-lian-beng kami selalu mengingatnya dengan baik2.
" Sampai di sini, Ting-yat tidak tahan lagi, dengan gusar ia menggebrak meja dan memaki: "Keparat!" Kiau Lo-kiat sudah kapok, sejak tadi dia sudah berdiri menjauhi, sekarang ia menyurut mundur pula karena kuatir Nikoh tua itu menjadikan dia sebagai sasaran pelampiasan pula.
Wi Kay-hou menyela dengan menghela napas: "Sesungguhnya Sau-hiantit itu bermaksud baik, cuma caranya sembarangan omong itu memang rada keterlaluan.
Namun harus dipikir kembali lagi, jika tidak bicara secara sungguh2, rasanya tidaklah mudah jika dia ingin menipu bangsat besar semacam Thio Yan-coan itu." "Wi-susiok.
jadi menurut pikiranmu, apa yang diucapkan Sau-toako itu sengaja digunakannya untuk menipu orang she Thio itu?" tanya Gi-lim.
"Kukira memang begitulah," kata Wi Kay-hou.
"Mana mungkin Ngo-tay-lian-beng mengpaarkan kata2 kasar itu kepada anak muridnya" Jika betul ada pantangan begitu, masakah aku mau mengundang Ting-yat Suthay dan para Sutit ikut hadir pada upacaraku Kim-bun-se-jiu besok lusa?" Keterangan Wi Kay-hou ini membuat reda rasa gusar Ting-yat, namun dia masih mendengus dan memaki pula: "Mulut busuk anak keparat itu entah ajaran manusia konyol dari mana?" Nyata, di balik ucapannya itu, ketua Lam-han yaitu guru merangkap ayah angkat Sau Peng-lam itu jadi ikut dimakinya.
Wi Kay-hou berkata pula: "Hendaklah Suthay jangan Kesal.
Soalnya ilmu silat Thio Yan-coan itu sangat lihay, Sau-sutit merasa bukan tandingannya, sedangkan Gi-lim Sutit berada dalam keadaan bahaya, terpaksa dia mengarang berbagai kata2 untuk menipu jahanam itu agar mau membebaskan Gi-lim Sutit " "Apakah karena itu Thio Yan-coan lantas melepaskan kau?" tanya Ting-yat sambil berpaling kearah Gi-lim.
"Tidak," jawab Gi-lim.
"Thio Yan-coan kelihatan ragu2, dia memandang padaku, lalu berkata: 'Terima kasih atas nasihat Sau-heng, tentang Nikoh cilik ini, toh kita sudah telanjur melihat dia, biarkan saja dia tetap tinggal disini' Sau-toako menggerutu: 'Wah, lebih lama melihat dia, lebih banyak pula sialnya.' -Pada saat itulah mendadak seorang pemuda dimeja sebelah melolos pedang terus melompat ke depan Thio Yan-coan sambil membentak; "Jadi kau inilah Thio Yan-coan?" -Thio Yan-coan mengiakan dan bertanya ada apa" Pemuda itu berkata pula: 'Akan kubunuh kau si bangsat cabul ini' Segera pedangnya menusuk, dari jurus pedangnya jelas dia orang Yan-san-pay, ialah Suheng ini." Sambil berkata dia tuding mayat yang menggeletak di papan pintu itu.
Sejenak kemudian ia menyambung pula: "Thio Yan-coan tidak berdiri, dia miringkan tubuh menghindarkan serangan Suheng dari Yan-san-pay ini dan berkata: 'Sau-heng, orang ini dari Yan-san-pay, kau bantu dia tidak"' Sau-toako menjawwab: 'Ngo-tay-lian-beng, senapas setanggung.
sudah tentu kubantu dia.' Kata Thio Yan-coan: 'Biarpun kalian Lam-han, Yan-san dan Siong-san bergabung menjadi satu juga bukan tandinganku' -'Bukan tandinganmu juga tetap akan kuhantam kau,' sambil berkata Sau-toako lantas melolos pedang.
-Dalam pada itu Suheng dari Yan-san-pay ini sudah menusuk tujuh atau delapan kali dan selalu dapat dihindarkan Thio Yan-coan.
Dia meludah dan mengejek Sau-toako: 'Huh, Ngo-tay-lian-beng kami mana ada bangsat cabul macam kau ini"' Berbareng ia terus menusuk Sau-toako malah.
Cepat Sau-toako melompat kesamping, segera iapun angkat pedangnya dan menusuk punggung Thio Yan-coan.
Waktu itu akupun melolos pedangku yang sudah patah itu dan ikut mengerubuti Thio Yan-coan.
Tapi penjahat ini benar2 sangat lihay, dia hanya bergeliat sekali, tahu2 tangannya sudah bertambah sebilah golok.
Lalu katanya dengan tertawa: 'Duduk, silakan duduk, marilah minum arak!' Lalu goloknya dimasukkan kembali kesarungnya.