Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 61

NIC

Leng Tiong-cik sendiri mandul, tidak punya anak, meski kemudian Sau Ceng-hong mengangkat seorang anak lelaki dan diberi nama Sau Peng-lam, tapi sepuluh tahun yang lalu Sau Peng-lam sudah tamat belajar dan meninggalkan perguruan, hampir sepanjang tahun Sau Peng-lam berkelana didunia Kangouw dan jarang berkumpul dengan sang ayah angkat.

Selain isteri dan muridnya, Sau Ceng-hong tiada mempunyai keturunan sehingga hidupnya terasa kesepian.

Dengan datangnya Leng Seng, meski cuma keponakan, tapi lantaran anak dara itu sangat menyenangkan, pintar omong dan mahir bicara, maka dia sangat disayang Sau Ceng-hong melebihi anak kandung sendiri, bila tidak bertemu satu hari, rasanya seperti kehilangan sesuatu.

Sekali ini diam2 Leng Seng meninggalkan Hui ciu dan datang ke Soatang, untuk perjalanan ini saja makan waktu 20-an hari, jika Sau Ceng-hong tidak mengetahui kemana perginya Leng Seng, selama 20 hari ini pasti kelabakan setengah mati.

Begitulah dengan tertawa Leng Seng lantas menanggapi ucapan Kiau Lo-kiat tadi: "Jangan kuatir Sudah kutingalkan secarik surat dirumah, kukatakan akan mencari Tousuko di Cujoan sini.

Jika paman tahu tempat kepergianku, tentu beliau tidak akan kuatir lagi." ' "Ah, belum tentu," ujar Kiau Lo-kiat.

"Menurut pendapatku begitu melihat surat yang kau tinggalkan, beliau pasti akan menyusul kemari." "Bukankah akhir2 ini paman sedang meyakinkan semacam Kungfu yang maha lihay?" kata Leng Seng.

"Tapi kalau kau menghilang, mana Suhu dapat berlatih Kungfu dengan tenang?" ujar Kiau Lo-kiat.

"Kukira semuanya pasti akan ditinggalkan untuk sementara dan akan mencari kau lebih dulu." Mendadak Kiau Lo-kiat teringat sesuatu, segera ia bertanya: "Eh.

darimana kau tahu jejak Toasuko sehingga mencarinya kemari?" "Meski Toasuko bersama kalian menuju ke Ciau-jiu-wan, tapi ketika berangkat kudengar paman memberi pesan kepada Toasuko agar mampir di Cujoan dan mewakilkan beliau mengucapkan selamat kepada Wi-susiok yang akan Kim-bun-se-jiu, malahan Suko sudah dibekali kado.

Menurut perhitunganku, besok lusa adalah hari upacara Kim-bun-se-jiu Wi-susiok, maka setiba disini pasti dapat kutemukan Toasuko." "Dan sekarang sudah bertemu belum?" tanya Kiau Lo-kiat.

"Kalau sudah bertemu tentu aku takkan kehujanan hingga basah-kuyup begini," kata Leng Seng, "Justeru sepanjang jalan tadi kucari keterangan mengenai Toasuko.

maka kehujanan." "Ai, mengapa tidak ada orang yang sudi mencari diriku dengan diguyur hujan," kata Kang Ciau-lin dengan menyesal.

"Agaknya pembawaan Toasuko memang berejeki besar." Si saudagar yang membawa suipoa ikut menimbrung: "He, Lak-kau-ji, kau ini kagum atau iri kepada Toasuko?" "Katakanlah iri, tapi apa dayaku?" ucap Kang Ciau-lin sambil menyengir.

"Selama hidup Siausumoay tak bakalan menyukai Lak-kau-ji, yang disukai dia hanya Toa.

" "Hayo omong lagi"!" hardik Leng Seng dengan muka merah.

Seperti biasa Kang Ciu-lin melelet lidah dan menjawab: "Tidak, tidak berani omong lagi!" Diam2 Peng say merasa heran melihat keakraban anak murid Lam-han itu, pikirnya: "Jisuko mereka yang bernama Kiau Lo-kiat ini tampaknya sudah tua.

sedikitnya 50 lebih.

Maka Toasuko mereka yang bernama Sau Peng-lam itu pasti lebih tua daripada Kiau Lo-kiat.

Sunggub aneh, mengapa seorang anak dara berumur 16-17 tahun bisa menyukai seorang kakek yang 30-40 tahun lebih tua dari padanya?" Didengarnya Kiau Lo-kiat lagi berkata: "Siau sumoay tidak menemukan Toasuko, kami pun belum bertemu dengan beliau, tampaknya Toasuko belum datang ke Cujoan sini." "Kalian tidak berada bersama Toasuko?" tanya Leng Seng.

"Tiga hari yang lalu Toasuko berpisah dengan kami di Thay-an," tutur Kiau Lo-kiat, "beliau pergi sendiri menyampaikan selamat kepada Wi-susiok sedangkan kami menuju ke Ciau-ciu-wan, sudah disepakati setelah upacara Kim-bun-se-jiu Wi-susiok itu selesai, segera Toasuko akan menyusul ke Ciau-ciu-wan untuk membantu kami.

Tapi kalau terbukti Ciamtay Boh-ko sudah berlayar pulang, maka kami harus menyusul kesini untuk bertemu dengan Toa-suko serta pergi bersama ke tempat Wi-susiok Toasuko menyatakan tiga hari sebelum upacara, setiap siang hari dia pasti dapat ditemukan di Ciu-lau (restoran) kota ini.

Tapi hampir semua restoran sudah kami cari, tetap belum menemukan Toasuko." "Mengapa harus berada di Ciu-lau melulu?" omel Leng Seng dengan kurang senang.

"Siausumoay," kata Kiau Lo-kiat dengan tertawa "Tidakkah kau tahu, setiap hari Toasuko mesti minum arak, kalau sehari tidak minum sepuluh atau dua puluh kati, tentu rasanya tidak enak." "Hanya inilah kebiasaannya yang jelek." kata Leng Seng sambil berkerut kening.

"Meski gemar minum arak, tapi Toasuko tidak pernah menelantarkan tugas.

maka hobi minum arak ini pun tak dapat dikatakan kebiasaan jelek," ujar Kiau Lo-kiat.

"Dan sekarang kalian menyusul kemari, apa ini berarti Ciamtay Boh-ko sudah berlayar pulang?" tanya Leng Seng.

"Bukan," jawab Kiau Lo-kiat.

"Ciamtay Boh-ko sudah mati." Leng Seng terkejut, tanyanya pula: "Dan bagaimana dengan anak perempuan Sau-supek?" "Dia jatuh di tangan Hong-hoa Wancu yang saat ini juga memimpin anak muridnya kesini untuk mengucapkan selamat kepada Wi-susiok," tutur Kiau Lo-kiat.

"Maka kami ingin cepat menemui Toasuheng untuk berunding dengan beliau cara bagaimana akan menolong Sau-sumoay." "O.

jadi Ciamtay Cu-ih berada dikota ini" Lalu cara bagaimana Sau-suci sampai jatuh di cengkeramannya?" tanya Leng Seng pula.

Kiau Lo-kiat lantas menceritakan apa yang terjadi kemarin.

Kang Ciau-lin tidak mau ketinggalan, terkadang ia pun menimbrung dan membumbui.

Dalam pada itu hujan tambah keras, tertampak seorang penjual pangsit dengan pikulannya yang kehujanan berteduh di bawah emper rumah minum itu.

Terdengar suara "tok-tok-tok", suara penjual pangsit mengetuk kepingan kayunya, tertampak pula kepulan asap dari kualinya.

Anak murid Lam-han itu memang sudah lapar, Kang Ciau-lin segera mendahului berteriak: "He, penjual pangsit, buatkan delapan atau sepuluh mangkuk, tambah telur!" Si kakek penjual pangsit mengiakan, dibukanya tutup kuali dan dilemparkaanya berpuluh biji pangsit mentah kedalam air mendidih Tidak lama kemudian, empat mangkuk pangsit lantas dihidangkan lebih dulu.

Dengan tertib si kera Kang Ciau-lin menyerahkan mangkuk pertama kepada Jisuko Kiau Lo-kiat, mangkuk kedua kepada Samsuko, si jangkung, Nio Hoat.

Lalu berturut2 diberikannya kepada lelaki berdandan sebagai kuli, yaitu Sisuko Si Tay-cu dan kemudian si saudagar yang membawa suipoa, Go-suko Ko Kin-beng.

Waktu pangsit lain diantarkan, mestinya mangkuk kelima adalah bagian si kera sendiri, tapi disodorkannya kepada Leng Seng dan berkata: "Siau-sumoay, silakan kau makan dulu." Kalau sejak tadi Leng Seng suka bertengkar dengan Kang Ciau lin dan tidak menganggapnya sebagai Suheng, sekarang dia lantas berdiri menyambut mangkuk pangsit itu, katanya dengan hormat: "Terima kasih Laksuko." Agaknya disiplin perguruan Lam-han sangat keras, sehari2 boleh bergurau sesukanya.

tapi peraturan dan sopan santun tetap harus dijaga.

Kiau Lo-kiat dan lain2 segera makan pangsit lebih dulu, tapi Leng Seng menunggu sampai bagian Kang Ciau-lin sudah siap barulah dimakan bersama Sebabis makan pangsit, si jangkung yang bernama Nio Hoat itu berkata: "Mungkin sebentar lagi Toasuko akan sampai di Cujoan sini.

Hujan masih lebat, hotel juga sukar dicari, biarlah kita menunggunya dirumah minum ini.

Andaikan hari ini Toasuko tidak datang, besok juga pasti datang.

Bagaimana pendapat Jisuko?" "Lalu di mana kita akan bermalam nanti?" jawab Kiau Lo-kiat.

"Bila rumah minum ini tutup nanti, biarlah kita gunakan meja sekedar sebagai tempat tidur dan lewatkan semalam ini," ujar Nio Hoat.

"Besok boleh kita bayar menurut sewa hotel kepada pemilik rumah minum ini, kukira dia pasti setuju." Setelah berpikir, akhirnya Kiau Lo-kiat mengangguk setuju, "Jika demikian, kita harus mengawasi jalan raya, jangan sampai Toasuko lewat begitu saja tanpa kita ketahui," kata si kera.

"Kukira tidak perlu," ujar Gosuko Ko Kin-beng.

"Mengapa tidak perlu?" tanya si kera dengan terbelalak.

"Besok lusa kan hari cuci tangan Wi-susiok, hari ini atau besok Toasuko pasti akan sampai di sini, begitu datang tentu akan mengantarkan kado lebih dulu, untuk menuju ke tempat kediaman Wi susiok harus melalui jalan ini, maka kita harus pasang mata awasi, tentu dapat melihat Toasuko jika beliau lalu disini." "Usulmu memang betul, cuma kita tidak perlu repot, betul tidak?" ucap Ko Kin-beng dengan tertawa sambil memberi tanda ke arab Leng Seng.

Saat itu Leng Seng sedang memandang orang yang berlalu lalang di tengah hujan, semangkuk pangsit baru dimakannya setengah mangkuk.

Maka pahamlah Kang Ciau-lin akan maksud sang Gosuko, dengan tertawa ia berseru: "Aha, memang betul.

Jika Siausumoay sudah mengawasi orang di jalanan, sepasang matanya jauh lebih awas dari pada delapan pasang mata kita.

Lebih baik kita makan kuaci saja." Sementara itu semangkuk pangsit sudah disapu habis, ia lantas mulai menyisir kuaci pula.

Leng Seng menjadi kikuk karena ucapan si kera tadi, ia tidak memandang keluar lagi, sisa pangsit setengah mangkuk tidak dimakannya lagi, katanya: "Jisuko, berita tentang Sau-suci dari Pak-cay diculik Ciamtay Boh-ko mengapa tersiar sampai jauh ke Huiciu?" Sejak tadi Peng-say memang heran mengenai hal ini, pertanyaan Leng Seng sungguh sangat kebetulan baginya, segera ia pasang kuping untuk mendengarkan.

Terdengar Kiau Lo-kiat bertutur: "Sebulan yang lalu tersiar berita bahwa Sau-supek dari Pak-cay kembali muncul di dunia Kangouw dan jejaknya terlihat di sekitar Holam dan Hopak.

Posting Komentar