Ci-kiat menyingkap tirai dan melongok sekejap kedalam, lalu katanya: "Ada." "Baik," kata Ciamtay Cu-ih dengan mengangguk, "Berangkat dulu!" Segera Ci-kiat melarikan keretanya ke depan diikuti para Sutenya.
Ciamtay Cu-ih berada paling belakang, ia berseru pula: "Dengarkan para murid Sau Ceng-hong, kalian tidak menolong jiwa anakku, apakah kalian sengaja hendak merampas calon bininya jika dia sudah dibunuh orang" Hm, kebetulan aku menyusul tiba sehingga rencana kalian gagal total.
Bini anakku akhirnya tetap menantuku.
Meski anakku sudah mati, betapa pun puteri Sau Ceng-in dari Pak-cay ini harus tetap menjagai abu sembahyang anakku, biarlah dia menjanda selama hidup." Habis berkata barulah ia menyusul rombongannya.
Dengan sangat tenang Soat Peng-say menyaksikan kereta itu dibawa pergi orang, ia menyadari dengan sedikit kepandaian sendiri jelas tidak boleh sembarangan bertindak.
Sampai rombongan Ciamtay Cu-ih itu sudah pergi jauh ia tetap diam saja disitu tanpa mengejar.
Ia tidak sanggup membuka Hiat to rombongan Kiau Lo kiat yang ditutuk Ciamtay Cu-ih tadi tapi ia mengangkat mereka satu persatu ke bawah pohon ditepi jalan, lalu mengumpulkan kuda tunggangan mereka dan ditambat menjadi satu, akhirnya ia berduduk dan berjaga di situ.
Ditunggunya sampai lama sekali, lambat-laun si jangkung dapat bergerak sedikit demi sedikit, ia tahu Hiat-to mereka sudah hampir terbuka dengan sendirinya dan tidak perlu dijaga lagi, maka ia lantas mencemplak keatas kudanya dan tinggal pergi.
Bukan maksudnya tidak menghiraukan lagi keselamatan Cin Yak-leng, soalnya dia tahu tidak mampu melawan Ciamtay Cu-ih.
maka ia pikir harus berusaha menolongnya dengan akal, betapapun Yak-leng harus diselamatkannya dari cengkeraman Ciamtay Cu-ih, Ucapan Ciamtay Cu-ih sebelum pergi itu membuat Pengsay merasa bingung, ia tidak paham mengapa Ciamtay Cuih memperlakukan puteri kandung sendiri dengan sekejam itu, anak lelakinya sudah mati, tapi anak perempuannya diharuskan menjanda selama hidup, sungguh terlalu aneh dan sukar dimengerti.
Kesadisan demikian tidak berbahaya, untuk sementara waktu Peng-say tidak perlu kuatir.
jika Cin Yan-leng tidak sudi mengaku sebagai Sau Kim-leng, itulah yang berbahaya.
Maklum, terhadap anak perempuan kandung sendiri dengan sendirinya Ciamtay Cu-ih takkan membunuh atau memperkosanya, tapi terhadap perempuan lain jelas tidak ada jaminan.
Sebab itulah bila Yak-leng menjelaskan kepada Ciamtay Cu-ih bahwa dia sesungguhnya bukan Sau Kim-leng, itu berarti malapetaka akan segera menimpanya.
Inilah yang menguatirkan Peng-say, tapi ia pikir Yakleng telah melarangnya membongkar rahasia penyamarannya, jelas nona itupun takkan membuka rahasia kepalsuannya sendiri.
Untuk menolong Yak-leng dengan akal harus dilakukan sebelum Ciamtay Cu-ih pulang ke Tang-hay, jika dia sudah pulang kandang, tentu sukar untuk turun tangan.
Menurut pendapat Peng-say, Ciamtay Cu-ih bersama anak muridnya akan pergi ke tempat Wi Kay-hou untuk memberi selamat, ditempat keramaian itu suasana tentu cukup gaduh dan di situlah kesempatan paling baik untuk menolong Cin Yak-leng.
Tentang Wi Kay-bou, orang ini memang sangat termashur, dia adalah Sute Bok Jong-siong, satu di antara Tiong-goan-sam-yu atau tiga sekawan dari Tionggoan yang diberi julukan "Khim-lo" atau si kakek kecapi.
Bicara tentang Tionggoan-sam-lo, mereka adalah tiga tokoh besar ilmu silat yang paling menonjol belasan tahun terakhir ini, nama mereka tidak di baWah Bu-lim-su-ki, ilmu silat mereka pun tidak lebih asor.
Lebih2 anak murid mereka juga sangat banyak, dalam hal kekuatan dan pengaruh, kecuali Say-koan (satu di antara Bu-lim-su-ki), ketiga Ki yang lain jelas tak dapat menandinginya.
Antara 20 tahun yang lalu, Tiong-goan-sam-yu berserikat dengan Say-lam-ji-ki, yaitu kedua Ki dari Say (barat dan Lam selatan) dan tersebutlah menjadi suatu keluarga besar dengan peraturan dan disiplin yang ketat, persekutuan mereka itu terkenal dengan manis "Ngo tay-lian-beng" atau persekutuan lima besar.
Karena itulah, Say-lam-ji-ki serta Tiong-goan-sam-vu semakun kuat dan berpengaruh, golongan atau aliran manapun tidak ada yang berani meremehkan anak murid lima besar itu.
Maka Ngo-tay-lian-beng bolen dikatakan sama dengan rajanva dunia persilatan, nama dan pengaruhnya bahkan jauh di atas aliran Siau-lim dan Butong yang terkenal itu.
Pada waktu mengikat persekutuan, mestinya Tiong-goan sam-yu dan Say-lam ji-ki bermaksud menarik pula Tang-pak ji-ki (kedua Ki dan timur dan utara), tapi lantaran Tang-wan berada jauh di lautan timur dan termasuk wilayah negeri asing, untuk mengundangnya tidaklah mudah Adapun mengenai Pak-cay.
karena hilangnya Sau Ceng-in anak muridnya juga bubar dan cari jalan keluar sendiri2, yang tersisa hanya kaum wanita dan para budaknya, jika mereka pun diajak masuk perserikatan, rasanya kurang gemiiang, maka tanpa dipertimbangkan nama Pak-cay lantas dicoret dari acara perundingan.
Wi Kay-hou sendiri tidak termasuk didalam Tiong-goansam-yu, tapi ilmu silatnya sangat tinggi, dia tergolong angkatan tua yang disegani didalam Ngo tay-lian-beng, ditambah lagi keluarga Wi sangat kaya raya, setiap tindak-tanduknya membawa pengaruh yang luas.
Maka maksud Wi Kay-hou akan Kin-bun-se-jiu atau cuci tangan di baskom emas, artinya akan cuci tangan dan meninggalkan dunia persilatan, sudah tentu hal ini akan merugikan Ngo-tay lian-beng.
Setelah berita akan cuci tangannya Wi Kay-hou tersiar, tentu saja dunia persilatan menjadi gempar, dengan sendirinya pula setiap golongan dan aliran sama datang mengucakan selamat pada hari yang ditentukan dan ramainya tidak kepalang.
Pada waktu Soat Peng cay turun gunung, cukup jelas juga Tio Tay-peng menceritakan segala sesuatu mengenai keadaan dunia Kangouw, maka diketahuinya Wi Kay-hou beralamat tinggal di kota Cujoan yang terletak dikaki gunung Thay.
Dirancang oleh Peng say pada hari berlangsungnya upacara "cuci tangan" Wi Kay-hau, yaitu pada saat yang paling ramai, kesempatan itu akan digunakannya untuk menolong Cin Yak-leng Soalnya Ciamtay Cu-ih dan muridnya sudah pernah melihat Soat Peng-say, kalau anak muda ini tidak menyamar, jangan harap akan dapat mendekati mereka untuk menolong Cin Yak-leng.
Sebab itulah sebelum masuk kota Cujoan, lebih dulu ia menyamar sebagai seorang bungkuk, mukanya ditempeli pula beberapa potong koyok, rambutnya dibiarkan terurai, walaupun penyamarannya kurang sempurna, tapi sudah bolehlah.
Seumpama teman lewat di depannya juga akan pangling.
Esoknya, setiba di dalam kota, di-mana2 terlihat tokoh Bu-lim yang datang hendak menyampaikan selamat, karena itulah hampir setiap hotel penuh terisi.
Dengan susah payah akhirnya Peng-say berhasil mendapatkan sebuah kamar yang kotor di sebuah hotel kecil.
Petangnya ia ber-jalan2 mengelilingi kota.
Mendadak hujan turun dengan lebat.
Dilihatnya di tepi jalan ada sebuah rumah minum, cepat ia berlari masuk kesitu dan minta dibuatkan teh serta beberapa macam makanan kecil.
Rumah minum itu penuh tamu dan ramai orang membicarakan Wi Kay-hou yang mendadak mengumumkan niatnya akan Kim-bun-se-jiu.
Peng-say tidak berminat mendengarkan obrolan orang itu, dia asyik menyisir kuaci untuk menghilangkan rasa kesal.
"He, bukankah itu Siausumoay?" demikian mendadak suara seorang yang sudah dikenalnya berseru di belakangnya.
Waktu Peng-say menoleh, benar juga, dilihatnya orang2 yang mengerumuni sebuah meja itu memang dikenalnya semua.
Ada Kiau Lo-kiat, si jangkung, lelaki berdandan kuli, si saudagar yang membawa suipoa serta si kurus kecil yang mirip kera, semuanya lengkap berada disitu.
Yang bicara itu adalah si monyet yang memang usil mulut itu, terlihat dia sedang menggapai dan memanggil: "Siausumoay! Siausumoay!" Peng-say tidak berani memandangnya lebih lama, cepat ia berpaling kembali.
Diam2 ia merasa sangat kebetulan, tidak disengaja tahu2 dirinya masuk di rumah minum yang sama dan berduduk dimeja yang bertetangga dengan mereka.
Sejenak kemudian, terdengar suara seorang anak perempuan berseru dengan nyaring dan girang; "Ai, kiranya kalian berada disini, mana Toasuko?" Sekilas melirik, Peng-say melihat anak perempuan yang lari masuk kehujanan itu berusia antara 16 tahun, cantik molek dan menyenangkan.
"Siausumoay, berani benar kau, diam2 mengeluyur keluar diluar tahu Suhu tanpa menghiraukan bahaya ditengah jalan"!" demikian si monyet menegur.
"Ah, merasa kesal berdiam di rumah, maka kukeluar mencari Toasuko, peduli bahaya ditengah jalan apa segala?" jawab si nona cilik.
Si kera melelet lidah, katanya pula: "Wah, sunggub hebat, demi mencari Toasuko, seorang nona kecil menempuh perjalanan jauh sendirian.
Sayang yang dicari bukan aku si Kang Ciau-lin, kalau aku yang dicari, wah, bisa semaput aku saking kegirangan." Nona cilik itu melotot, katanya: "Huh, siapa mau mencari Lak-kau-ji (si kera nomor enam) macam kau ini" Kera hanya suka mengacau, mana bisa bekerja baik?" "Wah, wah, dunia terbalik ini," seru si kera alias Kang Ciau-lin.
"Tidak panggil Laksuko (kakak-guru keenam), tapi sebut diriku Lak-kau-ji.
Ai, lebih baik kuletakkan jabatan sebagai Suko." "Habis, paman dan bibi serta para Suko sama memanggil kau Lak-kau-ji, masa aku harus dikecualikan?" ujar si nona dengan tertawa.
"Suhu dan Subo (ibu guru) memanggil demikian padaku kan pantas, kelima Suko memanggilku begitu juga aku terima, tapi Sute dan Sumoay juga memanggil begitu padaku tanpa menghormati diriku sebagai Suko, lalu apa artinya aku menjadi Laksuko kalian" Kan lebih baik semuanya menyebut aku sebagai Siausute (adik-guru terkecil) saja?" "Aha, bagus," seru si nona dengan tertawa; "Aku memang sudah bosan selalu dipanggil sebagai Siausumoay, justeru tidak punya Siausute, lowongan ini memang perlu diisi, akan kusambut dengan baik jika kau mau mengisinya." Hendaklah maklum bahwa Kang Ciau-lin alias si kera ini memang suka berkelakar dengan nona cilik itu.
Dia hendak omong lagi, tapi Kiau Lo-kiat lantas berdehem dan berkata: "Lak-kau-ji, kau sendiri tidak mempunyai wibawa sebagai seorang Suko, mana Siausumoay mau tunduk padamu.
Salahmu sendiri jika kau disebut Lak-kau-ji." Karena Ji-sukonya juga membela Siausumoay, Kang Ciau-lin bisa melihat gelagat, ia melelet lidah dan tidak bicara lagi.
Kiau Lo-kiat lantas tanya si nona cilik: "Siau-sumoay, diam2 kau keluar, Suhu tahu tidak?" "Kalau tahu kan namanya bukan keluar secara diam"," jawab si nona cilik.
"Bila Suhu mengetahui kau menghilang, beliau kan bisa kelabakan?" ujar Kiau Lo-kiat.
Nona cilik itu adalah keponakan perempuan Leng Tiongcik.
puteri Sau Ceng-hong.
Namanya Leng Seng, pada waktu berumur sepuluh, ia diantarkan ayahnya ke tempat Sau Ceng-hong dan menyuruh Leng Seng mengangkat sang paman sebagai guru.