Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 59

NIC

Selagi ia hendak berlayar pulang itulah dia terbunuh di Ciau-ciu wan.

Begitulah Ciamtay Cu-ih lantas meraung gusar; "Kalian orang mampus semua barangkali" Kalau ditunggu tidak datang, kabarnya juga sukar dicari, mengapa kalian tidak mencari orangnya pada setiap tempat?" Padahal Ji Ci ho berempat juga lagi sibuk ber-foya2 sendiri, mana mereka sempat memikirkan Ciamtay Boh-ko segala.

Merekapun tahu Kungfu sang Sute jauh lebih tinggi di atas mereka, dengan sendirinya tidak perlu kuatir akan terjadi apa2 pada diri Sute itu.

Mereka pikir besar kemungkinan sang Sute tidak mau tinggal bersama mereka dan lebih suka pesiar sendiri dengan bebas, maka mereka pun tidak mencarinya lagi.

Maka Ci-ho tidak berani banyak omong, ia cuma mengiakan: "Betul juga, sekarang para Sute sudah ikut datang, orang banyak akan lebih mudah mencarinya.

Muiai besok akan kubawa Ci-kiat dan para Sute mencarinya kesegenap pelosok, dalam Waktu sebulan tanggung dapat menemukan Boh-ko Sute." Dia mengira sang guru kangen kepada anaknya, maka dia sengaja bicara mengikuti arah angin kehendak gurunya.

Mendadak Ciamtay Cu-ih mengangkat mayat Ciamtay Boh-ko dibelakang terus disodorkan kepada Ci-ho sambil membentak: "Ini lihatlah, siapa dia?" Keruan Ci ho ketakutan dan merosot turun dari kudanya, jeritnya: "Boh-ko Sute, siapa .

siapa yang membunuh kau" Suheng bersumpah takkan menjadi manusia jika tidak dapat membalas dendam bagimu .

" lalu menangislah dia ter-guguk2.

Tindakannya ini ternyata manjur juga, Ciamtay Cu-ih tidak marah lagi padanya.

Merdadak sorot matanya yang bengis menatap Lo Ci-kiat, se-akan2 rasa dendam kematian anaknya itu akan dilampiaskan atas diri Ci-kiat.

Untung Ci kiat juga pintar melihat gelagat, cepat ia pun melompat turun dari kudanya, ia merangkul kedua kaki Ciamtay Boh-ko dan menangis ter-gerung2.

entah cara bagaimana, bisa juga dia memeras air matanya sehingga bercucuran.

Anak murid Tang-wan yang lain juga tidak mau ketinggalan, mereka sama menangis sedih.

Tapi yang benar2 berduka bagi sang guru yang kehilangan anak itu paling2 cuma dua atau tiga orang.

Seketika ramailah suara orang menangis sehingga Ciamtay Cu ih juga ikut pilu, air matanya juga berderai.

Dia cuma mempunyai seorang anak, betapa sedihnya dapatlah dibayangkan.

Mendadak sorot matanya yang bengis itu beralih kepada para murid Lam-han.

Cepat Kiau Lo kiat berkata: "Bukan kami yang membunuh anakmu, yang membunuhnya adalah seorang perempuan muda." Ciamtay Cu-ih sendiri sudah mencari tahu dengan jelas kepada kuli pelabuhan tentang apa yang terjadi di sana, maka iapun tahu siapa yang membunuh anaknya ia lantas bertanya: "Bagaimana bentuk perempuan muda itu?" Kuatir Ciamtay Cu-ih melampiaskan rasa murkanya kepada mereka, terpaksa Kiau Lo kiat menguraikan bentuk wajah Soat Koh.

"Kan masih ada seorang lelaki muda yang ikut membunuh anakku?" tanya Ciamtay Cu-ih.

Betapapun rendahnya Kiau Lo kiat juga tidak nanti menjual nyawa Soat Peng-say, maka ia menjawab dengan menggeleng: "Wajahnya terlalu biasa.

tiada sesuatu ciri yang dapat dilukiskan." Untung para kuli pelabuhan waktu itu hanya menonton dari kejauhan sehingga tidak jelas bagaimana air muka Soat Koh dan Peng-say, mereka hanya dapat menceritakan dandanan Peng-say serta warna bajunya.

Sekarang sebelah pedang Peng-say telah direbut Soat Koh, hanya tersisa sebilah pedang yang tersandang di punggungnya, dandanannya sekarang tiada ubahnya seperti ketiga murid Lan-han yang muda itu, betapapun Ciamtay Cu-ih tidak pernah menyangka Peng-say dapat berada di tengah anak murid Lam-han, sedangkan perhatiannya juga cuma terpusat kepada si pembunuhnya dan tidak begitu menghiraukan si pembantu.

Tegang juga Peng-say menghadapi keadaan demikian, tak terduga Kiau Lo kiat cukup luhur budinya dan setia kawan, Peng-say tidak dijualnya kontan.

Mendadak Ciamtay Cu-ih bertanya pula; "Perempuan muda itu murid Pak-cay bukan?" Sudah pasti kuli pelabuhan tidak ada yang tahu ilmu pedang apa yang dimainkan Soat Koh, jelas pertanyaan ini timbul dari rabaan Ciamtay Cu-ih sendiri.

Aneh juga dia dapat menduga ke arah sana, tidak nanti dia bertanya tanpa sebab, pasti ada sesuatu yang mendorongnya bertanya demikian, Maka Kiau Lo-kiat lantas menjawab: "Melihat gaya ilmu pedangnya memang mirip murid Pak-cay." Lalu dia menunduk dan memandang Samsutenya, katanya kemudian: "Mohon Cianpwe suka membuka Hiat-to Samsute kami yang tertutuk ini." Tadi, begitu Ciamtay Cu-ih mendarat, segera dilihatnya mayat putera kesayangannya, juga dilihatnya murid Lamhan yang jangkung itu sedang membereskan jenazah kawanan Tosu, dalam gusarnya si jangkung terus dibekuknya untuk ditanyai.

Tapi si jangkung sangat keras kepala, semakin diperlakukan kasar semakin tidak mau bicara.

Ciamtay Cu-ih menyangka dia adalah pembunuhnya, selagi ia hendak membunuhnya, untung ada penonton dipinggir jalan memberitahu tentang apa yang terjadi tadi.

Apalagi setelah bergebrak segera diketahuinya si jangkung adalah murid Lam-han, dengan sendirinya ia tidak mau membunuh si jangkung dan mengikat permusuhan dengan Sau Ceng-hong.

Maka ia cuma menutuk Hiat-to yang membuatnya pingsan, lalu dibawanya mengejar keini.

Kiau Lo-kiat merasa tidak mampu membuka Hiat-to yang ditutuk oleh ilmu Tang-wan itu, terpaksa ia mohon pertolongan kepada Ciamtay Cu-ih sendiri.

Tapi Ciamtay Cu-ih tidak menggubrisnya, ia bertanya pula: "Kalau kau dapat melihat gaya ilmu pedang perempuan muda itu, jelas pada waktu anakku terbunuh kau pun berada di sana." Diam2 Kiau Lo-kiat merasakan gelagat jelek, ia tidak berani menjawab.

Didengarnya Ciamtay Cu-ih berkata pula: "Melihat pembunuhan kalian tidak turun tangan menolong, kalian ini terhitung ksatria Kang-ouw macam apa?" Kiau Lo-kiat berusaha membela diri, katanya: "Puteramu membunuhi kawanan Tosu Bu-tong-pay, tentunya Cianpwe tahu hubungan erat Lam-han kami dengan Bu-tong pay, dalam keadaan begitu apakah mungkin kami menolong anakmu?" Ciamtay Cu-ih tidak peduli, katanya: "Kalian tidak menolong anakku, kalian harus dibunuh semua!" Serentak anak murid Lam-han memprotes "Mana ada aturan begitu"!" "Peduli ada aturannya atau tidak" Pokoknya kalian harus mati!" bentak Ciamtay Cu-ih.

"Yang tidak ingin mati boleh berlutut dan menyembah tiga kali kepada jenazah anakku, akan kuhitung sampai tiga, siapa yang tidak menyembah segera kubinasakan Nah, satu ....

dua ...

" Si monyet tidak tahan, teriaknya: "Labrak saja dia!" Serentak anak murid Lam-han itu melompat turun dari kuda masing2.

Ciamtay Cu-ih tidak perlu dibantu murid2nya, ia lantas melompat turun dari kudanya, hanya satu-dua gebrak saja seorang murid Lam-han yang muda telah dapat dipegangnya terus didepak mencelat.

Setiap kali seorang dipegang, setiap kali pula dia tendang pergi.

Hanya belasan gebrak saja anak murid Lam-han itu sudah sama roboh di sana sini, semuanya tercengkeram Hiat-to yang membuatnya bisu serta ditendang satu kali.

Karena Ah-hiat atau Hiat to bisu tertutuk, dengan sendirinya anak murid Lam-han tidak dapat berteriak dan juga tak dapat bergerak.

Maka tertawalah Ciamtay Cu-ih ter-bahak2, katanya: "Toasuheng kalian telah mendepak kedua muridku, sekarang kudepak kalian berdelapan, satu orang satu kali, jadi kubayar empat kali lipat." Habis berkata ia tambahi mendepak satu kali lagi kepada si jangkung agar depakannya genap delapan kali.

Habis itu mendadak ia memandang kearah Soat Peng-say yang tidak ikut turun bertempur itu.

Kebat-kebit hati Peng say.

Untung Ciamtay Cu-ih hanya manggut2 saja dan berkata: "Ehm, betapa pun kau ini memang lebih pintar, tahu tidak dapat melawan lantas tidak mau ikut bertempur.

Tapi bisa juga lantaran takut mati, maka kau diam saja Haha, jika betul kau takut mati, maka kau ini dapat dianggap murid teladan Sau Ceng-hong!" Tadi dia bilang akan menghitung sampai tiga, tapi kata "tiga" itu tidak pernah diucapkan.

Betapapun ia tidak nanti menghitung sampai tiga, sebab kalau Kiau Lo-kiat dan kawan2nya tetap tidak mau menyerah, tapi ia tidak berani membunuh anak murid Sau Ceng-hong.

Dan kalau dia tidak berhitung sampai tiga, tentu iapun tidak dapat menggertak akan membunuh Soat Peng-say dengan alasan pemuda itu tidak menyembah.

Tiba2 Ciamtay Cu-ih tanya Ji Ci-ho: "Hari apa Wi Kay-hou akan Kun-bun-se-jiu (cuci tangan di baskom emas)?" "Menurut berita yang tersiar, Wi-cianpwe menetapkan lusa sebagai hari baik bagi upacara Kim-bun-se-jiu beliau," jawab Ci-ho.

"Sudah lebih 27 tabun aku tidak berjumpa dengan dia, bolehlah kalian ikut aku pergi memberi selamat kepadanya," kata Ciamtay Cu-ih.

Segera Ci-ho mengangkat mayat Ciamtay Boh-ko dan melompat keatas kuda, para saudara seperguruannya juga lantas mencempak kekuda masing2 dan siap berangkat, Diam2 Peng-say berharap mereka lekas pergi.

Apabila mereka sudah pergi, segera dirinya akan membawa lari Cin Yak-leng dengan kereta kuda itu, tatkala mana anak murid Lam-han tentu tak dapat merintanginya.

Tak terduga, mendadak Ciamtay Cu-ih berseru: "Ci-kiat, kau mengendarai kereta itu." Lo Ci-kiat melenggong, ia pikir jelas dirinya menunggang kuda, mengapa disuruh mengendarai kereta" Didengarnya Ciamtay Cu-ih membentak pula: "Dengar tidak perintahku?" Cepat Ci-kiat melompat ketempat kusir di atas kereta itu.

"Coba periksa dulu, adakah seorang nona di dalam kereta itu?" tanya Ciamtay Cu-ih.

Posting Komentar