Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 56

NIC

sungguh kebetulan juga salah paham ini.

Pada waktu si monyet berbicara, si kakek kecil telah melompat turun dari kudanya dan mendekati kereta dan berseru: "Sau-sumoay, guruku sangat prihatin ketika mendengar dirimu diculik oleh Ciamtay-kongcu.

serentak beliau memerintahkan kami di bawah pimpinan Sau Penglam, Sau-suheng.

memburu kesini untuk manyelamatknn dirimu.

Syukur para kawan dari Bu-tong juga menerima berita dan mendahului memburu kemari untuk mengatur segala apa yang perlu, hasilnya Ciamtay-kongcu dapat dipancing keluar, sayang para kawan Bu-tong-pay sama gugur, namun si pengganas Ciamtay-kongcu juga dapat dibinasakan, selama ini Sumoay tentu telah banyak mengalami kesukaran." "Ah, tidak apa2," kata Yak-leng di dalam kereta.

"Di dunia Kangouw saat ini tersiar kabar bahwa Sausupek telah muncul kembali, entah hal ini betul atau tidak, untuk inilah guru kami ingin mengundang Sumoay agar suka mampir ke Soh-hok-han di Huiciu," demikian kata si kakek pula.

Peng-say terkejut, pikirnya: "Ah.

kiranya mereka ini anak murid Soh-hok Hancu dari Lam-han.

sungguh tak tersangka Soh-hok Hancu adalah saudara sepupu Leng-hiang Caycu, jadi antara Lam-han dan Pak-cay ada hubungan kekeluargaan, pantas mereka dapat melihat permainan Siang-liu-kiam-hoat bergaya ilmu pedang Pak-cay' "Tapi dari mana mereka tahu Ciamtay Boh-ko membawa lari Sau Kim-leng?" demikian pikirnya pula.

"Jangan-jangan Sejak mula Yak-leng sudah mengaku sebagai Sau Kim-lemg mengapa bisa terjadi begini" Apa manfaatnya Yak-leng mengaku sebagai Sau Kim-leng" Mungkinkah Leng-moay mengetahui Sau Kim-leng sesungguhnya adik kandung Ciamtay Boh-ko, karena simpatinya, maka dia sengaja memalsukan nona Sau" Dan berita tentang digondolnya Sau Kim-leng oleh Ciamtay Boh-ko jangan-jangan disiarkan sendiri oleh Sau Kim-leng" Lalu apakah maksud tujuannya?" Begitulah berbagai tanda tanya itu timbul dalam benaknya.

Cin Yak-leng tidak menjawab pertanyaan si kakek kecil tadi, ia hanya bersuara samar2 saja.

Tampaknya si kakek menjadi girang, disangkanya suara Yak-leng itu sebagai mengiakan dan setuju untuk ikut pergi ke Soh-hok-han, dengan tertawa ia lantas berkata: "Laksute, kau saja yang mengendarai kereta ini, sekarang juga kita pulang ke Huiciu." Cepat si monyet tadi melompat turun dari kudanya dan melompat ke atas kereta.

Di dalam kereta Yak-leng sendiri menjadi kelabakan.

Hakikatnya ia tidak tahu apa itu Soh-hok-han, lebih2 tidak tahu siapa si kakek dan rombongannya itu, hanya dari percakapan mereka tadi diketahui mereka ada hubungan erat dengan Sau Kim-leng, bahkan menyebut padanya sebagai Sumoay.

Padahal dia cuma Sau Kim-leng gadungan, dia bertindak demikian adalah demi keselamatan Soat Peng-say, sebab dia harus pegang janjinya kepada Liok-ma yang mengharuskan dia mengaku sebagai Sau Kim-leng, jika dia melanggar janji, bisa jadi Liok-ma akan mencari dan membunuh Peng-say, karena itulah sebegitu jauh ia tetap mengaku sebagai Sau Kim-leng, Sekarang didengarnya si kakek kecil itu hendak membawanya ke Soh-Hok-han, dengan ragu2 ia bersuara samar2.

tak tersangka si kakek menyangka dia setuju dan segera membawanya berangkat.

Jika bertemu dengan paman Sau Kim-leng, yaitu Sau Ceng-hong yang terkenal dengan Soh-hok Hancu apakah kepalsuannya ini takkan terbongkar" karena pipiran inilah, dia menjadi bingung dan kelabakan di dalam kereta, Syukurlah pada saat itu juga mendadak terdengar Pengsay membentak: "Nanti dulu! Kalian telah salah mengenali orang!" "Kau bilang apa" Salah mengenali orang?" si kakek menegas.

"Dia.

dia bukan.

" Belum lanjut ucapannya.

Yak-leng menjadi kuatir, cepat ia berseru: "Soat Peng-say, kau berani sembarangan omong"!" Peng-say tidak menyangka Yak-leng sedemikian sungguh2 memalsukan diri Sau Kim-leng, ia menghela napas dan berkata: "Leng-moay, buat apa kau meng.

" "Apakah kau minta tak kugubris kau selamanya?" ancam Yak-leng.

Melihat si nona terus menerus merintanginya, Peng-say tidak berani membongkar rahasianya, ia lantas berkata: "Leng-moay, selama sebulan ini apakah kau baik2 saja?" Pertanyaan ini jelas bukan salam hormat biasa, dibalik pertanyaaanya itu jelas Peng-say ingin tahu selama sebulan ini apakah si nona telah dinodai Ciamtay Boh-ko atau tidak.

Padahal selama sebulan ini, kuatir Cin Yak-leng berubah pikiran dan melarikan diri, sejauh itu Ciamtay Boh-ko tidak pernah mengganggu si nona, bahkan menjaga dan membelanya secara murni sebagai seorang kakak, baik makan maupan tinggal di hotel, selama itu Yak-leng mendapat perlakuan yang sangat mewah.

Namun Cin Yak-leng tetap tidak pernah lupa kepada Soat Peng-say, ia tidak tahu apakah benar Liok-ma telah mengampuni jiwa anak muda itu" Iapun membayangkan dirinya yang menyaru sebagai Sau Kim-leng, jika nanti harus menikah dengan orang yang belum pernah dikenalnya, apakah hidupnya takkan merana dan tersiksa" Siapa tahu, pengorbanannya ini ternyata sia2 belaka, dalam waktu sesingkat itu tahu2 Peng-say telah bergaul lagi dengan gadis lain Meski didengarnya antara mereka terjadi perang mulut tapi juga dapat diketahui hubungan mereka sangat erat.

Sungguh ia tidak menduga bahwa lelaki ternyata tal dapat dipercaya hal ini membuat dingin hatinya, Makin dipikir makin pedih dan juga merasakan penasaran yang tak terhingga.

Karena itulah, dengan ketus ia lantas menjawab pertanyaan Peng-say tadi: "Aku tidak ingin bicara denganmu, boleh kau cari Soat Koh itu saja!" Peng-say melengak, pikirnya, "Apa yang kau cemburu" Tidakkah kau dengar Soat Koh telah kulukai dan telah meninggalkan diriku dengan sakit hati." Ia merasa ucapan Yak-leng itu agak keterlaluan tidak tahu bahwa Yak-leng sebenarnya sangat berterima kasih karena dia telah melukai Soat Koh demi menyelamatkannya, betapapun ini suatu tanda anak muda ini masih ingat padanya.

Tapi kemudian ketika Soat Koh berlari pergi, Peng-say telag berteriak pula agar nona itu kembali untuk diberi penjelasan segala, hal inipun menimbulkan rasa mendongkol Yak-leng.

Walaupun Peng-say tidak berhasil menahan kepergian Soat Koh, tapi hal inipun dapat dirasakan oleh Cin Yakleng bahwa hubungan di antara Peng-say dengan nona itu pasti tidak sederhana, karena itulah ia merasa sedih.

Si kakek kecil tadi sudah kenyang asam-garamnya kehidupan manusia, sudah tentu dia dapat memahami perasaan orang muda, ia menganggap tidaklah wajar Soat Peng-say mencintai "Sau Kim-leng" yang tingkatannya lebih tua, hal ini jelas tidak pantas.

Tapi lantaran Cin Yak-leng tampaknya juga suka kepada Soat Peng-say, maka si kakek menjadi serba salah dan tak dapat berbuat apa2, ia cuma menggeleng saja dan menggerutu: "Tidak pantas, tidak pantas!" "Memang tidak pantas!" si monyet tadi menambahkan.

"Jelas2 harus panggil bibi, tapi memanggil Leng-moay malah." Diam2 Peng-say membatin: "Kalau Leng-moay berkeras mengaku sebagai Sau Kim-leng, biarlah akupun mengaku sebagai mund Sau Ceng-in agar tidak di-olok2 mereka." Karena pikiran itu, segera ia menjawab: "Siapa bilang dia adalah bibi-guruku, Leng-moay adalah Sumoayku!" Dengan sangsi si kakek kecil tadi bertanya: "Apakah Kungfumu kau dapatkan dari ajaran nyonya Sau-supek?" "Bukan, ilmu pedangku justeru kuperoieh dari Sau-supek kalian," jawab Peng-say.

Kontan si monyet berteriak: "Omong kosong! Sau-supek sudah menghilang sejak 27 tahun yang lalu, berapa usiamu, masa kau sempat belajar pedang kepada pada Sau-supek" Tapi si kakkek lantas berkata: "Jika demikian, jadi Sau-supek memang betul tidak meninggal" Akhir2 ini di dunia Kangouw tersiar berita muncul kembalinya Sau-supek, jadi benar hal ini?" "Memangnya kalian berharap Sau-supek kalian lekas mati?" tanya Peng say.

"Sudah ....sudah tentu bukan begitu," jawab si kakek dengan kurang senang.

"Coba jawab, berapa lama Sau-supek mengajarkan ilmu pedang padamu?" "Rasanya tidak perlu kujawab pertanyaan ini," ujar Peng-say.

"Di mana Sau-supek sekarang?" desak si kakek.

"Kau tanya padaku, lalu kutanya siapa?" jawab Peng-say dengan lagak jenaka.

Kontan si monyet berteriak pula: "Persetan! Mana ada mund tidak tahu di mana berada gurunya sendiri" Kukira dia sengaja menipu kita, hakikatnya dia tidak pernah melihat Sau-supek." Di dalam hati Peng-say berkata: "Betul, aku memang tidak pernah melihat Sau-supek kalian, cuma Siang-liukiam-hoatku ini meski ajaran guruku, asal-usulnya memang diperoleh dari Sau-supek kalian." Agaknya si kakek juga tidak percaya sang paman guru yang telah menghilang 27 tahun yang lalu itu dapat menerima seorang murid yang masih begini muda.

Tapi kalau Sau Kim-leng diketahui adalah anak perempuan Sausupek, logikanya jika sang paman guru itu dapat menggauli isterinya dan melahirkan anak dengan sendirinya juga ada kemungkinan dapat menambah seorang murid.

Tentang Sau-hujin melahirkan anak perempuan setelah lenyapnya sang suami memang merupakan suatu teka-teki di dunia persilatan.

Ada yang mengira Sau-hujin telah berhubungan gelap dengan lelaki lain selama menghilangnya sang suami.

Ada juga yang tidak sependapat, mereka memberi bukti kegiatan Sau-hujin yang berusaha mencari sang suami, jelas Sau-hujin sangat setia dan mencintai suaminya dan bukan tipe wanita yang tidak tahan kesepian.

Bagi Sau Ceng-hong yaitu So-hok Hancu, dia menyangsikan Sau Kim-leng memang betul adalah puteri Sau Ceng-in, cuma dia juga tidak percaya bahwa Sau Cengin belum mati, sebab dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan saudara sepupunya itu terluka parah dan tidak mungkin dapat disembuhkan, makanya terus menghilang dan mungkin juga sudah mati Tapi iapun kuatir jangan2 Sau Ceng-in memang belum mati dan karena itulah Sau Kim-leng besar kemungkinan adalah puterinya.

Pendek kata, masing2 mempuyai dugaan dan pendapatrya sendiri2, siapapun tidak dapat memberi jawaban yang pasti.

Agaknya si kakek kacil itu sependapat dengan jalan pikiran sang guru.

Mendadak ia menubruk maju ke depan Soat Peng-say.

Keruan Peng-gay kaget, cepat ia menghantam.

Si kakek mendengus, ia tangkis pukulan Peng-say, berbareng tangannya menekan ke bawah dan mencengkeram pergelangan tangan anak muda itu.

Sekuatnya Peng-say meronta, tapi tak terlepas, segera tangan yang lain menghantam, tapi segera terpegang musuh pula dan sukar bergerak, terasa tenaga lawan menyalur masuk urat nadinya sehingga sekujur badan terasa pegal linu.

"Masih selisih jauh kau, belum sesuai untuk mengaku sebagai murid Sau-supek," kata si kakek.

Sekali lepas tangan, kontan Peng-say ter-huyung2 ke belakang, "bluk", akhirnya ia jatuh terjengkang walaupun sudah berusaha menegakkan tubuhnya.

Setelah jatuh, rasa pegal linu tadi serentak lenyap pula.

se-olah2 kalau tidak jatuh sisa tenaga musuh ditubuhnya sukarlah dipunahkan.

"Betul tidak" Kubilang dia berdusta.

dua jurus Jisuko saja dia tidak tahan, mana mungkin dia murid Sau-supek?" seru si monyet.

"Menurut pendapatku, untuk menjadi cucu murid Sau-supek saja dia belum memenuhi syarat." "Bagaimana keadaanmu, Peng-ko?" tanya Yak-leng dengan kuatir.

"Jangan kuatir, Sau-sumoay," kata si kakek "Dia tidak apa2, hanya kubanting jatuh saja." " Lalu ia berpaling kepada si monyet: "Dia murid Sau-supek memang tiduk keliru, hanya saja tidak mungkin murid ajaran langsung Sau-supek." Lelaki berdandan sebagai kuli atau pekerja kasar tadi menimbrung: "Melihat gerak tubuhnya tadi tampaknya lebih mirip murid Bu-tong pay." "Leluhur Suhu dan Sau-supek memang berasal dan Bu tong-pay, sebelum kita belajar Kungfu perguruan kita juga diharuskan lebih dulu memupuk dasar Kungfu Bu-tong-pay, kalau bocah ini mahir Kungfu Bu-tong-pay dan mahir pula ilmu pedang Pak-cay, maka pasti tidak salahlah kalau dia mengaku murid Sau-supek," setelah berhenti sejenak, lalu si kakek menyambung pula: "Hendaknya Samsute tinggal disini untuk membereskan jenazah kawan Bu-tong pay itu, rombongan akan berangkat lebih dulu." Yang bertubuh tinggi besar tadi mengiakan.

Kakek kecil itu lantas mencemplak keatas kudanya dan berseru: "Hayolah berangkat!" Segera si monyet menarik tali kendalinya dan melarikan kuda kereta ke depan.

Setelah terbanting jatuh oleh si kakek, sejak tadi Peng-say terus rebah tanpa bergerak.

Bukannya terluka, hanya sedih karena kalah secara mengenaskan begitu, ia malu untuk berdiri.

Setelah mendengar kereta itu sudah pergi barulah ia melompat bangun.

Didengarnya suara Cin Yak-leng lagi berteriak teriak: "Peng ko, Peng-ko! .

Posting Komentar