Laki-laki tinggi besar bermuka hitam yang matanya lebar sehingga mirip dengan tokoh Sam-kok yang bernama Thio Hwi itu kini bangkit berdiri dan dia kelihatan gagah sekali. Mukanya berubah menjadi semakin hitam gelap karena warna merah yang menjalar di mukanya akibat kebanyakan minum arak. Dia sama sekali tidak mabuk walaupun telah banyak minum arak, namun hawa panas arak itu membuat hatinya yang sudah marah menjadi semakin bernyala besar. Sejenak dia memandang kepada semua tamu yang hadir semeja dengannya di tempat kehormatan itu, kemudian dia menatap tajam kepada Siangkoan Lohan yang juga sudah bangkit berdiri mengerutkan alisnya melihat sikap tamunya ini. Siangkoan Lohan tidak pernah mempunyai hubungan akrab dengan ketua Cin-sa-pang, dan mengundangnya karena nama Cin-sa-pangcu ini memang terkenal sekali.
"Adakah sesuatu yang tidak menyenangkan hatimu, Ciok-pangcu, maka engkau menggebrak meja?"
Tanya Siangkoan Lohan sambil memicingkan mata menatap wajah tamunya itu penuh selidik.
"Siangkoan, Pangcu, seorang gagah tidak akan menyimpan penasaran di dalam hatinya dan sebaliknya kalau pena-saran itu dikeluarkan saja dengan terus terang! Karena itulah, kalau pernyataanku ini akan menyakiti hati dan menyinggung, sebelumnya harap dimaafkan."
Suara ketua Cin-sa-pang ini lantang sekali sehing-ga terdengar oleh semua tamu, baik yang berada di ruangan dalam bahkan terdengar pula oleh mereka yang duduk di luar. Mendengar ucapan yang lantang ini, semua tamu menghentikan percakapan mereka sendiri dan suasana menjadi hening karena semua orang mendengarkan penuh perhatian. Siangkoan Lohan tertawa,
"Ha-ha-ha, memang seharusnya demikian Ciok Pangcu. Nah, keluarkanlah isi hatimu!"
"Kami semua telah mendengar akan riwayat Tiat-liong-pang, mengenal perkumpulan besar ini sebagai perkumpulan orang-orang gagah, dan diakui pula oleh pemerintah, bahkan keluarga pimpinannya masih ada hubungan dekat dengan keluarga kaisar! Karena itu, ketika menerima undangan, kami bergegas datang berkunjung untuk memberi hormat karena memang di dalam hati kami terdapat rasa hormat kepada pimpinan Tiat-liong-pang yang gagah perkasa dan sudah banyak jasanya terhadap pemerintah maupun terhadap rakyat dengan pembersihan yang dilakukan terhadap para penjahat. Akan tetapi, apa yang kami temukan di sini sungguh jauh daripada dugaan kami semula! Di sini kami tidak melihat adanya wakil pemerintah, juga tidak melihat partai-partai persilatan besar yang dipimpin para pendekar. Sebaliknya kami melihat banyak orang yang tidak sepatutnya hadir di sini, seperti orang-orang Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai, dan terutama sekali orang seperti Sin-kiam Mo-li. Siapakah yang tidak tahu bahwa ia adalah seorang datuk sesat, seorang wanita iblis yang tidak mengharamkan segala macam perbuatan jahat? Siangkoan Lohan, pertemuan macam apakah yang kau adakan sekarang ini? Pertemuan di antara para penjahat dan pemberontak? Kalau begitu, sungguh amat mengherankan sekali!"
"Keparat bermulut lantang!"
Tiba-tiba terdengar suara Sin-kiam Mo-li membentak dan tubuhnya sudah melayang ke arah ketua Cin-sa-pang. Bagaikan seekor burung garuda saja, iblis betina itu menyerang dengan loncatan melalui atas meja perjamuan mereka karena Ciok Kim Bouw duduk di seberang. Melihat serangan dengan cengkeraman kedua tangan ke arah kepala dan pundaknya itu, ketua Cin-sa-pang maklum akan datangnya bahaya maut, maka dia pun mengerahkan tenaga untuk menangkis dengan kedua tangannya.
"Bresss....!"
Dua pasang lengan saling bertemu dan akibatnya, Ciok Kim Bouw hampir terpelanting, akan tetapi tubuh Sin-kiam Mo-li juga terdorong ke samping di mana wanita itu dapat berjungkir balik dengan indahnya. Keduanya sudah meraba gagang senjata ketika Siangkoan Lohan berseru keras,
"Kalian tidak boleh membikin ribut di sini!"
Bentakan ini berwibawa sekali dan baik Sin-kiam Mo-li maupun Ciok Kim Bouw tidak berani bergerak melakukan serangan. Bahkan sambil tersenyum mengejek Sin-kiam Mo-li melangkah kembali ke kursinya di dekat Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek.
Akan tetapi Ciok Kim Bouw tetap berdiri dan kini dia saling pandang dengan tuan rumah. Wajah Siangkoan Lohan yang biasanya memang merah itu kini menjadi semakin merah dan matanya mencorong tajam, ada api kemarahan terpancar di dalamnya. Kemudian dia melirik ke arah para tamu yang duduk di ruangan dalam. Alisnya berkerut ketika dia melihat kurang lebih dua puluh orang tamu sudah bangkit berdiri dan sikap mereka seolah-olah mereka itu mendukung pernyataan ketua Cin-sa-pang dan mereka semua itu kini memandang kepadanya dengan sinar mata mengandung penuh pertanyaan dan keraguan. Suaranya terdengar tegas ketika dia bicara, bukan ditujukan kepada Ciok Kim Bouw ketua Cin-sa-pang, akan tetapi juga kepada semua tamu, terutama mereka yang berdiri dan nampaknya berpihak kepada pernyataan Ciok Kim Bouw tadi.
"Ciok-pangcu, semua tamu yang kuundang adalah sahabat-sahabat dari semua golongan! Mereka yang menjadi tamuku saat ini maklum belaka bahwa mereka datang untuk merayakan hari ulang tahunku yang ke enam puluh. Pertemuan ini adalah pesta perayaan ulang tahun, bukan pertemuan yang membicarakan urusan politik. Siapa yang kuundang itu merupakan hakku dan agaknya tidak perlu aku minta nasihat darimu. Kalau engkau merasa tidak suka dengan pesta ini, engkau boleh pergi dan aku tidak akan menahanmu! Siapapun di antara para tamu yang tidak suka akan keadaan di sini, boleh saja pergi!"
Kalimat terakhir ini jelas ditujukan kepada para tamu yang masih berdiri. Terdengar suara ketawa dan ternyata yang tertawa itu adalah Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek. Jagoan ini merasa mendongkol bukan main melihat Sin-kiam Mo-li yang dianggapnya sebagai calon kekasih barunya, tadi dihina oleh orang, maka kini dia hendak melampiaskan rasa dongkolnya.
"Ha-ha-ha, setelah kekenyangan makan dan minum, sengaja mencari alasan untuk mencela dan pergi. Ha-ha-ha, sungguh tidak tahu malu!"
Mendengar ucapan ini dan melihat betapa Siangkoan Lohan ikut pula mentertawakannya, Ciok Kim Bouw membuka mulut dan memasukkan jari telunjuk kanan ke dalam tenggorokannya. Segera dia muntah-muntah dan keluarlah semua makanan dan minuman yang tadi memasuki perutnya!
"Siangkoan-pangcu, lihat semua yang kumakan dan kuminum sudah kukembalikan! Sekarang dengarlah baik-baik. Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya dari Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai pernah membunuh tiga puluh orang lebih murid Cin-sa-pang! Aku tidak mendendam untuk itu karena memang pihak Cin-sa-pang ketika itu ada pula yang bersalah. Akan tetapi, melihat betapa kini ia dan kawan-kawannya duduk bersamaku di sini, sungguh aku merasa terhina sekali. Sekarang aku tantang Sin-kiam Mo-li atau orang-orang Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai!"
"Orang she Ciok!"
Siangkoan Lohan membentak.
"Engkau sungguh tak tahu diri. Engkau adalah tamu, mengerti? Dan aku tuan rumah! Aku larang engkau membikin rusuh di sini dan menantang para tamuku!"
"Kalau begitu, aku menantang engkau. Siangkoan Lohan, karena engkau kini telah menyeleweng dan melindungi datuk-datuk sesat, dan telah mengusirku berarti telah menghinaku!"
Setelah berkata demikian, Ciok Kim Bouw lalu meloncat ke tengah panggung dan mencabut golok besarnya. Bagi seorang gagah, nama dan kehormatan lebih penting daripada nyawa. Dia tadi telah dihina orang, bahkan diusir, maka satu-satunya jalan untuk mencuci penghinaan ini hanyalah mengadu nyawa di ujung senjata. Mendengar tantangan ini, semua tamu di ruangan dalam dan luar menjadi tegang. Tak mereka sangka akan terjadi pertentangan seperti itu. Siangkoan Lohan sendiri menjadi marah, akan tetapi wajahnya yang merah itu masih nampak tersenyum walaupun sinar matanya makin mencorong. Dia bangkit dari tempat duduknya dan menjura kepada para tamunya,
"Harap Cu-wi (Anda sekalian) suka memaafkan kami karena kami terpaksa harus menyingkirkan dulu pengacau ini."
Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara halus.
"Harap Ayah duduk saja dan biarkan aku yang mengusir anjing yang banyak menggonggong ini."
Semua orang melihat munculnya seorang pemuda. Begitu saja dia muncul dan tahu-tahu berada di atas panggung. Entah dari mana datangnya.
Mungkin karena semua orang tadi mencurahkan perhatian kepada Ciok Kim Bouw dan Siangkoan Lohan, maka tidak melihat munculnya pemuda ini karena memang pemunculannya amat luar biasa. Bagaikan seekor burung walet saja tadi dia melompat dari bawah panggung dan hinggap di atas panggung dengan sikap yang amat tenang. Mendengar ucapan pemuda ini, semua orang yang belum pernah mengenalnya baru tahu bahwa inilah putera Siangkoan Lohan, putera dan anak tunggal yang bernama Siangkoan Liong dan semua orang tertegun dan kagum. Siangkoan Liong memang amat mengagumkan. Seorang pemuda yang bertubuh sedang, berusia kurang lebih dua puluh enam tahun, dengan wajah yang tampan sekali. Begitu tampannya wajah itu sehingga seperti wajah wanita saja.
Kulit mukanya putih halus, dengan hidung mancung dan bibir merah, akan tetapi sepasang matanya mencorong seperti mata naga, seperti mata ayahnya dan alis yang tebal hitam itu menghilangkan keraguan orang bahwa dia adalah seorang pria tulen. Pakaiannya seperti seorang siu-cai (sastrawan) namun mewah, seperti biasa pakaian seorang pemuda bangsawan terpelajar. Gerak-geriknya halus lembut dan seperti gerak-gerik seorang sastrawan tulen yang tidak mengenal ilmu silat. Padahal, ilmu silat pemuda ini, tidak kalah hebat dibandingkan dengan ayahnya, setidaknya sudah hampir menyusul-nya. Kini dengan sikapnya yang lembut, Siangkoan Liong menghadapi Ciok Kim Bouw, sejenak mereka saling pandang seperti dua ekor ayam jago yang saling menilai dan mengukur kekuatan lawan melalui pandang mata.
"Paman, apa pun yang telah terjadi, engkau sebagai seorang tamu telah melakukan pelanggaran sopan santun. Aku tidak tahu apa persoalannya dan tidak ingin pula tahu, akan tetapi aku melihat betapa dengan sengaja Paman telah menumpahkan makanan dan minuman suguhan Ayah ke atas lantai, menimbulkan kejijikan dan kotor. Oleh karena itu, kalau Paman mau membersihkan kotoran yang Paman tumpahkan, kemudian pergi dari sini dengan aman, aku pun menganggap urusan ini selesai dan akan mintakan maaf kepada ayahku. Nah, bersihkan lantai itu, Paman"
Biarpun sikap dan omongannya halus, namun Ciok Kim Bouw merasa terhina sekali. Bagaimana dia akan dapat melihat dunia kang-ouw kalau dia menuruti permintaan ini, membersihkan lantai dari tumpahan perutnya tadi, di depan sekian banyaknya para tamu?