Sin Hong menegurnya. Orang itu terkejut, memandang Sin Hong penuh perhatian dan pandang matanya mengandung keheranan karena dia tidak mengenal pemuda yang menyebutnya paman itu.
"Ciu-te, apakah engkau lupa kepadanya? Dia adalah Tan Sin Hong,"
Kata Tang-piauwsu. Sepasang mata yang bersinar itu terbelalak dan kini dia pun teringat. Kalau tadi dia seperti juga Tang-piauwsu, tidak ingat kepada Sin Hong adalah karena mereka sudah mengira bahwa Sin Hong telah tewas.
"Sin Hong....!"
Ciu-piauwsu berseru dan cepat menghampiri, lalu memegang lengan pemuda itu.
"Syukurlah, engkau masih selamat, masih hidup! Sungguh merupakan keajaiban! Dan bagaimana dengan ibumu?"
"Ibu telah meninggal dunia diserang badai di gurun pasir."
"Ahhh....! Kasihan....!"
"Ciu-te, kebetulan engkau datang. Sin Hong sudah pulang dan dia minta keterangan tentang semua peristiwa yang terjadi, dan tadi aku sudah menceritakan tentang sebab keberangkatan ayahnya, kemudan tentang perjalanan dia dan ibunya yang kukawal. Kalau aku lupa dalam keteranganku, engkau dapat menambahkan."
Ciu Hok Kwi mengangguk dan duduk berhadapan dengan mereka.
"Semua itu agaknya sudah direncanakan orang yang memusuhi keluargamu, Sin Hong,"
Kata Ciu-piauwsu dengan suara penuh keyakinan.
"Aku pun sudah mengatakan demikian,"
Sambung Tang-piauwsu.
"Nanti dulu, Paman berdua. Aku ingin mendengar cerita Paman Tang Lun tentang pengalamannya ketika aku dan ibu berpisah darimu, Paman. Ceritakanlah selengkapnya, karena mungkin keterangan Paman ini penting bagiku."
Tang Lun lalu melanjutkan ceritanya. Ketika dia mengawal nyonya Tan Hok dan Sin Hong, mereka dihadang perampok berkedok dan dia melakukan perlawanan mati-matian bersama dua belas orang anak buahnya. Namun, pihak perampok ternyata selain lebih banyak jumlahnya, juga lihai sekali sehingga satu demi satu anak buahnya roboh binasa.
"Melihat keadaan yang tidak menguntungkan dan berbahaya bagi kalian berdua, aku mengajak kalian melarikan diri dan karena para perampok berkedok itu melakukan pengejaran, aku mendapatkan binatang onta dan menyuruh kalian melarikan diri ke dalam gurun pasir, sedangkan aku lalu menanti para pengejar untuk melakukan perlawanan mati-matian dan membiarkan kalian menyelamatkan diri."
Sampai di sini Tang-piauwsu diam dan meraba-raba telinga kirinya yang sudah tidak berdaun lagi. Tang Lun melakukan perlawanan mati-matian, dikeroyok banyak orang berkedok dan biarpun dia mengamuk dengan golok besarnya, akhirnya dia roboh pingsan karena luka-lukanya dan daun telinga kirinya putus.
"Ketika aku siuman, mereka sudah tidak ada. Ternyata mereka membiarkan aku hidup dan hanya membuntungi daun telinga kiriku! Ah, inilah yang membuatku menyesal bukan main, Sin Hong. Aku sudah menyuruh engkau dan ibumu lari ke gurun pasir karena khawatir kalau kita semua akan dibunuh. Ternyata mereka tidak membunuh aku, dan kalian.... kalian sudah kusuruh memasuki gurun pasir dan ternyata ibumu tewas di gurun pasir!"
Kedua mata kakek tua itu menjadi basah. Tentu ia menderita tekanan batin hebat sehingga dalam usia empat puluh tahun lebih dia sudah kelihatan seperti seorang kakek-kakek!
"Paman Tang, harap lanjutkan ceritamu. Setelah engkau siuman, lalu bagaimana?"
Tanya Sin Hong, sejak tadi pandang matanya tak pernah meninggalkan wajah orang tua itu, memandang penuh selidik.
"Dalam keadaan luka-luka aku berusaha mencari kalian di gurun pasir, namun kehilangan jejak karena jejak onta itu dihapus oleh pasir yang tertiup angin. Karena aku menderita luka-luka, aku pun pulang ke Ban-goan dan setelah luka-lukaku sembuh, bersama Ciu-te ini aku pergi melakukan penyelidikan ke Tuo-lun. Ternyata ayahmu tidak pernah sampai ke Tuo-lun dan ketika kami menyelidiki, kami mendengar dari para piauwsu di sana bahwa ayahmu bersama sepuluh orang anak buahnya...."
Tang Lun tidak dapat melanjutkan ceritanya, khawatir kalau Sin Hong akan terkejut mendengar nasib ayahnya.
"Paman Tang, aku sudah tahu bahwa ayah dan anak buahnya telah meninggal dunia, tewas dalam sebuah hutan di luar kota Tuo-lun."
"Aihhh.... engkau. sudah tahu pula?"
Kata Tang Lun, agak lega hatinya karena dia tidak usah menceritakan lagi peristiwa yang menyedihkan itu.
"Kami bersembahyang di depan makam ayahmu dan anak buahnya yang di jadikan satu dan menurut para piauwsu, jenazah mereka dikubur oleh seorang hwesio tua dibantu mereka. Kami tidak berani lancang memindahkan kuburan ayahmu ke sini, karena tidak ada lagi keluargamu di sini...."
"Selanjutnya bagaimana, Paman?"
Desak Sin Hong.
"Lay-wangwe menuntut barang-barangnya yang berharga seratus kati emas itu! Tentu saja kami di sini tidak mampu mengembalikan harta sedemikian banyaknya. Hartawan itu lalu menyita semua barang. Semua barang yang berada di rumah orang tuamu dilelang dan dijual, akan tetapi tetap saja tidak mampu melunasi atau mengganti harga barang kiriman itu. Akhirnya tinggal rumah dan kantor ini, yang harus dijual pula. Untung ada Ciu-te ini yang mengusahakan pinjaman uang sebanyak dua ribu tail perak untuk membeli sendiri rumah dan kantor ini dan uangnya diserahkan kepada Lay-wangwe. Nah, kini Peng An Piauwkiok tidak memiliki apa-apa lagi, bahkan rumah kantor ini pun menjadi hak milik seorang paman dari Ciu-te dengan perjanjian bahwa kalau dalam waktu sepuluh tahun tidak berhasil mengembalikan uang itu bersama bunganya yang layak, terpaksa akan diambil alih. Akan tetapi, sejak terjadi peristiwa itu, perusahaan kita tidak laku lagi. Orang mulai tidak percaya, apalagi ayahmu tidak ada sehingga kami benar-benar bangkrut. Dua tahun lagi paling lama, rumah dan kantor ini harus diserahkan kepada yang berhak."
Tang Lun mengakhiri ceritanya dengan suara sedih. Akan tetapi Sin Hong tidak tertarik tentang rumah itu.
"Paman Tang dan Paman Ciu, kalian tadi mengatakan bahwa semua peristiwa itu pasti direncanakan orang-orang yang memusuhi ayah. Mengapa kalian dapat menduga demikian dan siapakah orang-orang yang memusuhi ayah?"
"Sin Hong, peristiwa yang menewaskan ayahmu, juga dua puluh orang anggauta pengawal kita, bahkan telah membuat Peng An Piauwkiok bangkrut, tentu saja tidak kami diamkan. Malapetaka itu masih ditambah lagi dengan lenyapnya engkau dan ibumu. Kami, yaitu terutama sekali aku dan Ciu-te ini, berbulan-bulan lamanya melakukan penyelidikan untuk mengungkap rahasia itu. Kami telah menghubungi banyak piauwsu, bahkan kami memasuki daerah hitam untuk mencari keterangan dari para gerombolan perampok tentang gerombolan berkedok itu. Akan tetapi, semua usaha kami gagal. Tidak seorang pun tahu tentang gerombolan itu, bahkan tidak ada yang pernah mendengar ada gerombolan berkedok di daerah ini. Kami mengambil kesimpulan bahwa tentu gerombolan itu bukan perampok biasa, melainkan orang-orang yang menyamar sebagai perampok, oleh karena itu mereka memakai kedok agar muka mereka tidak dikenal."
Sin Hong dalam hatinya menyetujui. Memang perampok berkedok itu bukan perampok, pikirnya, melainkan para piauwsu yang menyamar perampok!
"Lalu siapakah menurut dugaan Paman yang mengatur semua itu?"
"Setelah kami berdua menyelidiki, kami mengambil kesimpulan bahwa besar sekali kemungkinan yang mengatur semua ini adalah Kwee-piauwsu pemilik Ban-goan Piauwkiok!"
Kata Tang Lun dengan nada suara penuh keyakinan. Sin Hong mengerutkan alisnya. Dia sudah berusia empat belas tahun ketika meninggalkan Ban-goan dan sebagai putera kepala piauwkiok, tentu saja dia tahu siapa Kwee-piauwsu itu. Ban-goan Piauwkiok merupakan saingan Peng An Piauwkiok dan dia pernah mendengar pula bahwa keluarga Kwee yang memimpin Ban-goan Piauwkiok memiliki ilmu silat tinggi. Akan tetapi, selama itu dia hanya mendengar persaingan dalam perusahaan itu, maka tentu saja dia terkejut dan meragu mendengar bahwa keluarga Kwee yang mengatur semua rencana busuk untuk menghancurkan keluarganya dan membikin bangkrut Peng An Piauwkiok.
"Hemmm, dengan alasan apa maka Jiwi (Kalian) mempunyai dugaan seperti itu?"
Tanyanya mendesak. Ciu Hok Kwi membantu rekannya.
"Kami berdua sudah melakukan penyelidikan secara mendalam dan kiranya tidak ada golongan lain yang dapat dicurigai kecuali keluarga Kwee dari Ban-goan Piauwkiok. Memang tidak dapat disangkal bahwa sebagai seorang piauwsu, mendiang ayahmu mempunyai banyak musuh diantara para perampok. Akan tetapi, tidak ada perampok yang mempergunakan cara seperti itu, berkedok pula. Biarpun kami belum memperoleh bukti meyakinkan, akan tetapi hanya keluarga Kwee saja yang mempunyai alasan kuat untuk melakukan semua itu. Pertama, anak buahnya menyamar sebagai perampok dan berkedok karena kalau tidak, tentu ayahmu, juga Tang-toako dan para anak buah piauwkiok kita akan mengenal mereka. Kedua, mereka tentu sudah mendengar bahwa kami memperoleh biaya besar, maka mereka merasa iri dan mereka melakukan penghadangan. Dengan demikian, mereka memperoleh banyak keuntungan, pertama mendapatkan harta besar itu dan kedua, menghancurkan kita sebagai saingannya yang terbesar di kota ini. Kemudian ketiga, hal ini pun hasil penyelidikan kami, dahulu, sebelum mendiang ibumu menjadi isteri mendiang ayahmu, pernah mendiang ibumu dipinang oleh Kwee Tay Seng, yaitu Kwee-piauwsu. Pinangan itu ditolak. Hal ini pun memperkuat alasan mengapa dia menghancurkan keluarga ayahmu."