Suara ini pun seperti keluar dengan sendirinya, dari balik perasaan hatinya yang diliputi keheranan. Dan begitu dia menyebut nama Tuhan. Semua itu pun lenyap dan seperti orang bangkit dari mimpi buruk, dia kini duduk dan melihat bahwa di depannya duduk Ang I Moli yang bersila. Melihat pemuda remaja itu telah bangun duduk, Ang I Moli tersenyum manis merasa yakin bahwa sihirnya telah mengena dan telah menguasai anak itu, walaupun ketika Yo Han menyebut Tuhan tadi hatinya merasa amat tidak enak.
"Yo Han, engkau sayang padaku, bukan?"
Ia menguji. Yo Han memandang wajah subonya dengan heran, lalu menjawab lirih,
"Tentu saja aku sayang padamu, Subo. Kenapa Subo menanyakan hal itu dan membangunkan aku?"
"Hemm, anak tampan. Aku ingin engkau membuktikan kasih sayangmu padaku Nah, kesinilah, Yo Han, peluklah aku, ciumlah aku,"
Katanya dengan senyum memikat dan nada suara memerintah. Akan tetapi, kini terjadi hal yang mengejutkan dan mengherankan hatinya! Anak itu tidak bergerak menuruti perintahnya, bahkan memandang kepadanya dengan alis berkerut dan mata bersinar marah!
"Subo, apa artinya ini? Subo menyuruh aku melakukan sesuatu yang tidak patut!"
Tentu saja Ang I Moli terkejut. Bukankah sihirnya tadi amat kuat dan anak ini sudah berada di dalam cengkeraman ilmu sihirnya? Kenapa sekarang dia berani membantah dan menolak perintahnya
"Yo Han! Aku sayang padamu dan engkau pun sayang padaku. Apa salahnya kalau engkau memelukku dan menciumku untuk menyatakan kasih sayangmu itu?"
"Tapi aku bukan anak kecil lagi yang pantas dipeluk cium, Subo! Aku seorang pemuda yang sudah berusia dua belas tahun, menuju ke masa remaja!"
Kini Ang I Moli merasa penasaran bukan main. Semua ucapan Yo Han itu tidak menunjukkan bahwa dia berada di bawah pengaruh sihir! Semua jawabannya itu mengandung perlawanan, bukan ketaatan. Ia pun menguji lagi dan dengan suara nyaring mengandung perintah ia berseru,
"Yo Han, bangkitlah berdiri!"
Dan anak itu pun segera bangkit berdiri. Begitu taat!
"Tambahkan kayu pada api unggun!"
Perintahnya pula. Tanpa menjawab sedikit pun tidak membantah, Yo Han menghampiri api unggun, memilih beberapa potong kayu bakar dan menambahkannya kepada api unggun sehingga api kini. membesar.
"Yo Han, sekarang duduklah kembali ke sini, di depanku!"
Sekali lagi, Yo Han mentaati perintah itu dan menghampiri subonya lalu duduk di depan subonya. Begitu taat dan sedikit pun tidak membantah. Mereka duduk bersila, berhadapan, dekat sekali sehingga Yo Han dapat mencium bau harum minyak bunga yang semerbak dari pakaian dan rambut wanita itu. Melihat betapa Yo Han selalu taat, Ang I Moli menjadi semakin heran dan penasaran. Kenapa sekarang anak itu begitu taat seolah sihirnya termakan olehnya?
"Yo Han, kau rabalah kedua pipiku dan daguku dengan kedua tanganmu,"
Kembali ia memerintah. Yo Han hanya memandang heran saja, akan tetapi kedua tangannya bergerak dan dia pun meraba-raba kedua pipi yang halus dan dagu meruncing itu.
"Teruskan, raba leher dan dadaku...."
Kata pula Ang I Moli, kini suaranya mulai gemetar oleh bangkitnya, kembali gairahnya. Akan tetapi sekarang, kedua tangan itu bukan turun ke leher dan dadanya melainkan turun kembali ke atas pangkuan Yo Han. Anak itu sama sekali tidak melaksanakan perintahnya.
"Yo Han, aku perintahkan, cepat kau raba dan belai leher dan dadaku dengan kedua tanganmu!"
Ia mombentak, mengisi suaranya dengan kekuatan sihir sepenuhnya. Namun, jangankan anak itu melaksanakan perintahnya, bahkan kini Yo Han memandang kepadanya dengan sinar mata yang aneh, heran dan juga penasaran.
"Subo, kenapa Subo mengeluarkan. perintah yang aneh-aneh? Maaf, aku tidak dapat memenuhi perintah itu."
Barulah kini Ang I Moli terkejut. Jelas bahwa anak ini tidak berada di bawah pengaruh sihirnya! Tidak pernah! Kalau tadi nampak mentaati hanya karena taat yang wajar, bukan pengaruh sihir sama sekali. Ia pun menjadi marah.
"Yo Han, bukankah engkau sudah berjanji akan semua perintahku? Kenapa sekarang engkau membantah dan tidak memenuhi perintahku yang sederhana dan mudah ini?"
"Subo, sudah kukatakan bahwa semua perintah Subo akan kutaati, kecuali kalau perintah itu untuk melakukan sesuatu yang jahat dan tidak benar. Perintah Subo itu tidak baik,karenanya aku tidak mau melaksanakannya. Perintahkan aku mengerjakan yang pantas, betapa berat pun pasti akan kutaati, Subo."
"Yo Han,"
Kini Ang I Moli ingin mendapatkan kepastian dan ia tidak mau membuang waktu sia-sia dengan membawa anak itu jauh-jauh ke tempat tinggalnya untuk kelak tidak tercapai pula maksudnya.
"Engkau harus mentaati semua perintahku, kalau tidak, untuk apa aku mempunyai murid yang membandel dan membantah?"
"Untuk perintah yang tidak pantas, terpaksa aku menolak, Subo."
Wanita itu yang sudah terbakar oleh gairah nafsunya sendiri, sama sekali tidak tahu bahwa Yo Han adalah seorang anak yang aneh, memiliki sesuatu dalam dirinya yang oleh manusia pada umumnya akan dianggap aneh. Dia tidak pernah mempelajari silat dengan latihan, kecuali hanya menghafal semua teorinya saja, dan dia tidak pernah belajar ilmu sihir. Namun, kekuatan sihir yang digunakan Ang I Moli terhadap dirinya, sama sekali tidak mempan, sama sekali tidak mempengaruhinya, hanya mendatangkan mimpi bahwa dia hampir dihanyutkan ombak samudera.
Kekuatan sihir Ang I Moli bagaikan arus air sungai yang menerjang batu, mengguncang sedikit saja lalu lewat tanpa mampu menghanyutkan batu itu. Karena kini merasa yakin bahwa anak itu tidak lagi dapat dipengaruhinya dengan sihir, Ang I Moli menjadi penasaran dan tidak sabar lagi. Ia lalu menanggalkan pakaian luarnya, begitu saja di depan mata Yo Han. Anak ini mula-mula memandang dengan mata terbelalak heran, akan tetapi pandang matanya lalu menunduk. ketika ia melihat tubuh subonya terbungkus pakaian dalam yang tipis dan tembus pandang. Melihat betapa agaknya anak itu tidak dapat dipengaruhi oleh kecantikan dan keindahan tubuhnya, maklum karena usianya pun baru dua belas tahun, belum dewasa, Ang I Moli lalu merangkul dan menciumi Yo Han. Diterkamnya anak itu bagaikan seekor harimau menerkam kelinci!
"Subo, apa, yang Subo lakukan ini? Subo, lepaskan aku! Ini tidak boleh, tidak benar, tidak baik...."
Akan tetapi betapa pun dia meronta, tetap saja dia tidak berdaya menghindarkan diri. Yo Han kalah tenaga dan tidak mampu bergerak lagi ketika wanita itu menerkamnya sehingga dia terguling dan dia lalu ditindih, digeluti, didekap dan diciumi. Yo Han hanya dapat memejamkan matanya dan mulutnya berkemak-kemik dengan sendirinya.
"Ya Tuhan.... ya Allah.... ya Tuhan...."
Dia hanya menyebut Tuhan berulang-ulang. Semenjak Yo Han mengenal akan kekuasaan Yang Maha Kuasa melalui bacaan kitab-kitab, dia yakin benar bahwa sumber segala kekuatan dan kekuasaan adalah SATU, TUNGGAL dan Maha Kuasa. Keyakinan ini yang membuat Yo Han secara otomatis menyebut Tuhan setiap kali terjadi sesuatu menimpa dirinya. Hal ini mungkin karena dia sudah tidak mempunyai ayah ibu lagi sehingga dia dapat menyerahkan diri sepenuhnya dan seikhlasnya kepada Tuhan. Ang I Moli menjadi penasaran dan marah bukan main. Anak laki-laki itu sama sekali tidak melawan lagi, sama sekali tidak bergerak sehingga seolah-olah sedang menggumuli sebuah batu saja. Dan bisikan-bisikan yang menyebut Tuhan berulang-ulang itu amat mengganggunya, bahan api gairah berahi yang tadi membakar dirinya, perlahan-lahan menjadi dingin. Api gairah itu hampir padam.
"Engkau.... engkau tidak mau melayani hasratku....?"
Ang I Moli bertanya, suaranya terengah-engah. Yo Han tidak menjawab, dalam keadaan tubuhnya telentang dan pakaiannya awut-awutan, dia menggeleng dengan tegas.
"Biarpun dengan ancaman mati? Engkau tetap tidak mau?"
"Mati di tangan Tuhan. Aku tidak mau melakukan hal yang tidak benar!"
Jawab Yo Han, suaranya lirih namun tegas dan sepasang matanya bersinar-sinar.
"Plak! Plak!"
Dua kali Ang I Moli menampar kedua pipi Yo Han sehingga kepala anak itu terdorong ke kanan kiri dan kedua pipinya menjadi merah. Ang I Moli tidak ingin membunuhnya maka tamparan tadi pun menggunakan tenaga biasa saja, namun cukup mendatangkan rasa nyeri dan panas. Namun Yo Han tetap memandang dengan tabah, sedikit pun tidak memperlihatkan perasaan takut.
"Hemm, hendak kulihat sekarang! Karena engkau harus dipaksa, maka engkau akan menderita. Salahmu sendiri! Nah, sekali lagi aku memberi kesempatan. Kalau engkau menuruti kehendakku, engkau akan hidup senang. Sebaliknya, kalau engkau tetap menolak, aku dapat memaksamu dengan obat perangsang dan racun, dan akhirnya engkau pun akan menyerahkan diri kepadaku, hanya saja, engkau akan menderita dan mati!"
"Subo, dengan ancaman siksaan apa pun Subo tidak dapat memaksaku melakukan hal yang tidak benar. Aku tidak takut mati karena kematian berada di tangan Tuhan. Kalau Tuhan menghendaki aku harus mati, aku pun akan menyerah dengan rela...."
"Cukup! Tidak perlu berkhotbah! Engkau mau atau tidak?"
"Subo, kuperingatkan Subo. Perbuatan Subo ini tidak benar dan berdosa. Subo akan menerima hukuman dari Tuhan!"
"Tutup mulutmu!"
Tangan Ang I Moli bergerak, jari tangannya menotok jalan darah di pundak dan pinggang dan tubuh Yo Han terkulai, tidak mampu bergerak lagi. Hanya kedua matanya yang masih terbelalak memandang wajah wanita itu dengan penuh teguran.