Kisah Sepasang Rajawali Chapter 28

NIC

"Wah, dia mengerikan sekali, Ibu! Untung Lee-ko dan aku dapat melarikan diri dibantu oleh sepasang rajawali putih itu. Kami dikejar oleh ketua Pulau Neraka yang menunggang rajawali hitam, untung saja sepasang rajawali ini membela kami dan menerbangkan kami sampai ke sini!"

Dia lalu menceritakan pengalamannya ketika dikejar Hek-tiauw Lo-mo, ceritanya asyik sekali disertai gerakan kaki tangan sehingga Nirahai dan Lulu mendengarkan dengan tertarik.

"Biarlah kubebaskan dulu engkau dari belenggu itu!"

Nirahai menghampiri Kian Bu sedangkan Lulu menghampiri Kian Lee dengan niat mematahkan belenggu yang mengikat kaki tangan mereka dengan rantai besi panjang itu.

"Jangan buka belenggu itu!"

Tiba-tiba Suma Han berkata. Kedua orang isterinya terkejut dan menengok, memandang suami mereka. Dengan suara tenang namun penuh kepastian Suma Han berkata lagi,

"Mereka adalah dua orang anak yang telah membikin bingung dan gelisah hati orang tua, juga telah mendatangkan kekacauan di Pulau Neraka tanpa sebab. Mereka harus dihukum dan sepantasnyalah belenggu-belenggu itu untuk mereka. Hayo kalian naik ke puncak dan bersamadhi di sana selama dua hari dua malam. Pergi!"

Suma Han mendekati ke dua orang puteranya dan tangan kirinya menampar dua kali, mengenai punggung mereka.

"Bukk! Bukk!"

Kedua orang anak itu tersungkur, kemudian bangkit berdiri memandang ayah mereka dengan mata terbelalak, menggigit bibir, menahan nyeri, kemudian mereka saling pandang dan melangkah lebar menuju bagian yang paling tinggi di pulau itu, yang mereka sebut puncak. Lulu dan Nirahai saling pandang dengan alis berkerut. Ketika kedua anak itu sudah tak tampak lagi, barulah Nirahai berkata, nadanya memprotes,

"Mengapa mereka....?"

"Harus dihukum, biar mereka tahu dan kelak mereka akan memperhitungkan setiap tindakan mereka, tidak sembrono dan asal berani saja,"

Kata Pendekar Super Sakti dengan suara tegas sehingga kedua orang isterinya tidak berani membantah.

Mereka hanya memandang dengan hati terharu melihat dua ekor rajawali itu mengeluarkan suara seperti orang menangis ketika mereka memandang ke arah perginya dua orang muda itu. Kemudian, sepasang rajawali itu terbang ke atas dan berputaran di atas Pulau Es. Pada malam kedua diam-diam Lulu menyelinap ke puncak dan membawakan makanan dan minuman untuk mereka berdua. Ketika tiba di puncak, Lulu melihat bahwa sepasang rajawali ini seolah-olah sedang menjaga Kian Lee dan Kian Bu yang duduk bersila seperti patung, muka dan tubuh mereka penuh salju putih sehingga mereka seperti sudah berubah menjadi manusia salju. Lulu harus mengurut dan mengguncang sampai lama dan barulah Kian Lee sadar dari samadhinya. Melihat ibunya, dia hanya menggelengkan kepalanya dan hendak memejamkan matanya kembali.

"Lee-ji, bangunlah dulu. Kau harus makan dan minum dulu, baru boleh bersamadhi lagi. Ingat, tubuhmu takkan kuat bertahan dan kau bisa terancam sakit. Juga adikmu Kian Bu."

Karena dibujuk terus, akhirnya Kian Lee menurut, membangunkan adiknya dan kedua orang muda ini lalu makan dan minum sekadarnya untuk mengisi perut yang kosong dan menghangatkan tubuh. Setelah makan minum, mereka melanjutkan samadhi dan terpaksa Lulu meninggalkan mereka. Pada keesokan harinya, dua hari dua malam telah lewat dan pagi-pagi sekali Pendekar Super Sakti dan dua orang isterinya telah berada di puncak.

"Bangunlah kalian, masa hukuman telah habis!"

Suma Han berseru dan suaranya yang disertai khi-kang kuat itu seolah-olah menembus keadaan dua orang muda yang sedang samadhi itu sehingga mereka terbangun dan cepat bangkit. Keduanya terhuyung dan menjatuhkan diri berlutut di depan ayah mereka. Suma Han memandang kedua puteranya itu, lalu berkata dengan wajah berseri,

"Sekarang, kerahkan hawa panas yang berputaran di tian-tan (pusar) kalian, dorong ke arah pergelangan tangan dan coba renggutkan belenggu itu agar patah."

Dua orang muda itu menurut. Memang selama mereka bersamadhi, mereka terlindung oleh hawa panas yang berputaran di seluruh tubuh mereka, seperti keadaan mereka kalau berlatih sin-kang di waktu hujan salju di Pulau Es. Kini mereka mengerahkan tenaga panas itu ke arah kedua lengan, mengerahkan sin-kang dan merenggut.

"Krekk! Krekk!"

Patahlah belenggu di kedua tangan mereka! Lulu dan Nirahai girang sekali menyaksikan kemajuan putera-putera mereka, akan tetapi Suma Han mengerutkan alisnya dan berkata lantang,

"Haiii....! Apakah selama dua hari dua malam ini kalian pernah berhenti makan dan minum?"

Kakak beradik itu saling pandang, lalu menunduk. Berat rasa hati Kian Lee kalau harus mengaku bahwa ibunya telah membujuknya, dan untuk membohong dan mengatakan tidakpun dia tidak berani.

"Semalam aku datang dan menyuruh mereka makan dan minum,"

Tiba-tiba Lulu berkata.

"Hati siapa yang akan tega menyaksikan anak-anaknya disiksa?"

Suma Han menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengepal-ngepal tangannya sendiri.

"Aihhh.... kelemahan hati wanita memang seringkali menimbulkan kegemparan dan juga kegagalan."

Lulu memandang suaminya dan wajahnya berubah.

"Eh...., apa.... maksudmu....?"

"Sebelum mengirim mereka ke puncak, aku telah membuka saluran hawa di tubuh mereka. Aku melihat bahwa mereka sedang dalam keadaan baik sekali, berhati besar dan baru mengalami ketegangan hebat. Pula, saatnya amat cocok untuk mereka melatih dan menerima kekuatan Inti Salju. Kalau tidak tergang-gu, kiranya saat ini mereka sudah dapat mengumpulkan sin-kang sepuluh kali lebih kuat daripada sekarang!"

"Ohhhh....!"

Lulu memegangi dahinya dengan penuh penyesalan.

"Mengapa kau tidak bilang lebih dulu sebelumnya?"

"Tak baik kalau diberi tahu lebih dulu, akan menimbulkan ketegangan dan harapan sehingga dapat menggagalkan latihan. Akan tetapi sudahlah, memang sudah demikian kenyataannya. Yang jelas sekarang mereka harus berlatih dengan giat sekali. Kian Lee, Kian Bu, kalian tahu betapa ilmu kepandaian kalian masih jauh daripada mencukupi sehingga sekali merantau meninggalkan pulau, kalian menjadi tawanan orang dan hampir saja celaka. Mulai hari ini, kalian harus rajin berlatih dan sebelum sempurna ilmu kepandaian kalian, kalian tidak boleh meninggalkan pulau tanpa pamit. Tidak perlu memikirkan kakak kalian. Milana dalam keadaan selamat di kota raja dan kelak kalau ilmu kepandaian kalian sudah mencukupi, tentu kalian boleh mengunjunginya."

Dua orang pemuda remaja itu mengangguk-angguk dan untuk menyatakan penyesalan mereka, mulai hari itu mereka seperti berlumba dalam kegiatan berlatih ilmu sehingga memperoleh kemajuan yang pesat. Adapun sepasang rajawali putih dari Pulau Neraka itu menjadi kian jinak dan menjadi kesayangan mereka. Seringkali kedua orang pemuda itu, juga ayah dan para ibu mereka, menunggangi rajawali sekadar untuk terbang di udara, di atas Pulau Es. Beberapa bulan kemudian, barulah kedua orang pemuda itu maklum betapa mereka telah membikin repot ayah mereka ketika mereka pergi tanpa pamit. Baru mereka tahu akan hal ini ketika malam hari itu, setelah mereka semua makan malam, Pendekar Super Sakti menceritakan kepada putera-puteranya betapa dia mencari mereka sampai ke daratan besar, bahkan sampai ke Negara Bhutan, jauh di barat!

"Mengapa ayah menyusul sejauh itu ke Bhutan?"

Tanya Kian Bu. dengan heran.

"Sebetulnya aku hanya menduga saja kalian ikut rombongan utusan dalam petualangan kalian, akan tetapi kalau tidak ada terjadi suatu hal, akupun tidak akan menyusul sejauh itu."

Pendekar itu lalu menceritakan betapa ketika dia mengunjungi puterinya, Milana, dari Han Wi Kong suami Milana, dia mendengar bahwa kaisar membutuhkan orang pandai untuk menyelidiki keadaan di barat, sekalian mengawal rombongan utusan yang kelak akan memboyong puteri. Hal ini karena ada kekhawatiran di istana bahwa kini di barat mulai timbul pemberontakan-pemberontakan dari suku-suku bangsa dan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah mulai memperlihatkan permusuhan. Mendengar ini, Suma Han lalu menghadap kaisar yang masih terhitung mertuanya sendiri itu dan dia menyanggupi untuk menjadi penyelidik.

Posting Komentar