Kata Pek In Tosu.
Bagaimanapun juga, anak bongkok ini pernah menyelamatkan nyawanya, maka sudah menjadi kewajiban mereka bertiga untuk melindunginya, apalagi mereka bertiga tadi sudah memeriksa keadaan tubuh Sie Liong dan mereka mendapatkan kenyataan yang mentakjubkan sekali, yaitu bahwa di dalam tubuh yang bongkok itu ternyata terkandung tulang yang amat baik, darah yang bersih dan bakat yang besar! Sie Liong terpaksa mentaati petunjuk Pek In Tosu ini karena dia memang merasa pening begitu bangkit berdiri tadi. Dia sudah mendapat petunjuk untuk duduk diam, bersila dan mengatur pernapasan seperti yang diajarkan mereka.
Tiba-tiba ada angin keras menyambar dan seperti setan saja, muncullah lima orang pendeta Lama di tempat itu. Oleh Sie Liong hanya kelihatan bayangan merah berkelebatan dan tahu-tahu di situ telah berdiri lima orang pendeta Lama yang sikapnya menyeramkan. Dua di antara mereka adalah Thay Ku Lama si muka codet dan Thay Si Lama si muka bopeng yang pernah dilihatnya. Tiga orang pendeta Lama yang lain juga mempunyai ciri yang mudah dibedakan satu antara yang lain. Orang ke tiga adalah seorang yang mukanya pucat soperti berpenyakitan dan dia ini berjuluk Thay Pek Lama. Orang ke empat berjuluk Thay Hok Lama, matanya yang kiri buta, terpejam dan kosong tidak berbiji mata lagi. Orang ke lima berjuluk Thay Bo Lama, kurus kering seperti tengkorak hidup. Inilah Lima Harimau Tibet yang terkenal mengamuk di Kun-lun-san itu.
Melihat munculnya lima orang ini, Himalaya Sam Lojin lalu menggeser duduk mereka. Kini mereka bersila sejajar, membelakangi Sie Liong dan menghadapi lima orang pendeta Lama itu, dengan sikap yang tenang sekali. Sie Liong membuka matanya lebar-lebar, hatinya tegang akan tetapi diapun tidak merasa takut, hanya marah kepada lima orang pendeta Lama yang dianggapnya amat jahat dan sombong itu. Melihat betapa tiga orang calon lawan itu duduk bersila dan berjajar menghadapi mereka, Lima Harimau Tibet juga segera duduk bersila berjajar menghadapi Himalaya Sam Lojin. Thay Ku Lama, si muka codet yang menjadi pimpinan mereka itu agaknya memberi isarat melalui gerakan tangan dan tubuh.
Mereka berlima tidak berani memandang rendah kepada tiga orang lawan mereka. Bukan hanya karena nama Himalaya Sam Lojin sudah terkenal sebagai orang-orang sakti, bahkan beberapa hari yang lalu Thay Ku Lama dan Thay Si Lama sudah merasakan kelihaian Pek In Tosu dan karenanya, kini mereka berlima bersikap hati-hati. Jarak antara dua pihak itu ada lima meter, dan jelas nampak perbedaan antara sikap mereka. Kalau Himalaya Sam Lojin bersikap tenang saja, sebaliknya sikap Lima Harimau Tibet itu penuh geram, sinar mata mereka mencorong penuh tuntutan dan tubuh mereka jelas membayangkan kesiapsiagaan untuk berkelahi. Kedua pihak sampai lama tidak mengeluarkan kata-kata, hanya saling pandang seolah-olah hendak mengukur kekuatan pihak lawan dengan pengamatan saja.
"Sam Lojin, sekali lagi kami tegaskan bahwa pimpinan kami, yang mulia Dalai Lama memerintahkan kalian bertiga untuk menghadap beliau!"
Tiba-tiba terdengar Thay Ku Lama berkata, suaranya lirih namun jelas dan tajam, bahkan mengandung perintah dan ancaman.
"Siancai! Kami bukunlah rakyat Tibet, juga bukan hamba sahaya pemerintah Tibet, oleh karena itu menyesal sekali kami tidak dapat memenuhi perintah itu."
"Kalian tinggi hati! Baiklah, kami menggunakan kata-kata yang halus. Pemimpin kami, yang mulia Dalai Lama mengundang sam-wi untuk datang karena beliau ingin berwawancara dengan sam-wi,"
Kata pula Thay Ku Lama, biarpun kata-katanya halus dan sopan, namun mengandung ejekan.
"Maafkan kami, kami sudah tua dan lelah, tidak mungkin dapat memenuhi undangan itu. Kalau Sang Dalai Lama memang berkeinginan untuk bicara dengan kami, silakan saja datang ke Kun-lun-san dan kami akan menyambutnya."
Marahlah Lima Harimau Tibet itu!
"Kalian memang tua bangka yang sombong sekali! Apakah kalian berani menandingi kesaktian kami?"
Bentak pula Thay Ku Lama.
"Siancai....! Terserah kepada kalian. Kami tidak ingin bermusuhan dengan siapapun juga, akan tetapi juga tidak ingin kemerdekaan kami dilanggar,"
Jawab Pek In Tosu dengan sikap tenang. Lima orang pendeta Lama itu kini merangkap kedua tangan di depan dada seperti orang menyembah, kedua mata mereka dipejamkan dan mereka seperti telah pulas dalam samadhi. Sie Liong yang sejak tadi mendengarkan sambil duduk bersila di belakang tiga orang kakek tua renta,
Diam-diam merasa mendongkol sekali kepada lima orang pendeta Lama itu. Biarpun dia tidak mengerti betul akan urusan di antara kedua golongan itu, namun dia melihat sikap mereka dan dapat menilai bahwa lima orang pendeta Lama itulah yang sombong dan hendak menggunakan kekerasan memaksakan kehendak mereka kepada orang lain. Sebaliknya, sikap tiga orang tosu itu dianggapnya amat mengalah, hal yang juga membuatnya tidak puas sama sekali. Dia tahu bahwa tiga orang tosu itu memiliki kesaktian, mengapa harus begitu mengalah terhadap lima orang pendeta Lama yang demikian tinggi hati dan keras? Mengalah sebaiknya dipergunakan menghadapi orang yang baik, sedangkan untuk menghadapi orang-orang yang jahat, sepatutnya kalau diambil sikap yang tegas pula!
Demikian pikiran Sie Liong yang sudah banyak mengalami pen-deritaan akibat perbuatan yang jahat dan mengandalkan kekerasan. Tiba-tiba Sie Liong memandang dengan mata terbelalak. Ia mengejap-ngejapkan kedua matanya, lalu menggosok-gosoknya dan memandang lagi. Akan tetapi tetap saja nampak olehnya hal yang dianggapnya tidak mungkin itu. Dia melihat betapa tubuh lima orang pendeta Lama itu perlahan-lahan naik dari atas tanah yang menjadi tempat mereka bersila, dan dalam keadaan masih bersila, lima sosok tubuh pendeta Lama itu naik ke atas sampai setinggi dua kaki dari atas tanah! Mereka seperti terbang atau mengapung di udara, seolah-olah tubuh mereka kehilangan bobot dan menjadi seperti balon kosong berisi udara yang amat ringan!
"Sam-wi Lojin, lihat! Apakah kalian berani menandingi kesaktian kami?"
Thay Ku Lama yang sudah membuka matanya, berseru. Tiga orang tosu itu memandang dengan mata terbelalak. Mereka tahu bahwa memang tingkat lima orang pendeta Lama itu sudah amat tinggi. Untuk dapat melenyapkan bobot seperti itu dan mengapung, membutuhkan tingkat yang sudah tinggi dari samadhi! Akan tetapi, tiba-tiba Sie Liong yang tidak sabar melihat kecongkakan lima orang itu dan tidak ingin melihat tiga orang tosu itu merasa rendah diri dan dikalahkan, berseru dengan suara nyaring.
"Uhhhh! Kalian ini lima orang pendeta Lama yang amat congkak! Apa sih artinya mengapung di udara seperti itu saja? Kacoa-kacoa yang kotor, lalat-lalat yang kotor itupun sanggup mengapung lebih tinggi dan lebih lama dari pada kalian! Kepandaian kalian itu dibandingkan dengan lalat dan nyamuk belum ada seperseratusnya! Andaikata kalian pandai terbang sekalipun, masih belum menandingi kemampuan terbang burung gereja yang kecil dan lemah! Dan kalian sudah berani menyombongkan kepandaian yang tidak ada artinya itu? Sungguh, batok kepala kalian yang gundul itu agaknya sudah terlampau keras sehingga tidak melihat kenyataan betapa kalian bersikap seperti lima orang badut yang tidak lucu!"
Tiga orang tosu itu terkejut bukan main! Juga Sie Liong terkejut karena biarpan dia mendongkol dan tidak suka kepada lima orang pendeta Lama itu, akan tetapi semua kata-kata itu keluar dari mulutnya tanpa dia sadari, seolah-olah keluar begitu saja dan dikendalikan oleh kekuatan lain. Seolah-olah bukan dia yang bicara seperti itu, melainkan orang lain yang hanya "meminjam"
Mulut dan suaranya!
Tadinya dia memang berniat untuk mengeluarkan suara menyatakan kedongkolan hatinya dan mengejek lima orang pendeta Lama itu, akan tetapi baru satu kalimat, lalu mulutnya sudah menyerocos terus tanpa dapat dia kendalikan! Lima orang pendeta Lama itu demikian kaget, marah den malu mendengar teguran yang keluar dari mulut kanak-kanak itu dan sungguh luar biasa sekali. Pengaruh ucapan itu membuat mereka goyah dan tak dapat dihindarkan lagi, tubuh merekapun meluncur turun. Terdengar suara berdebuk ketika pantat lima orang pendeta Lama itu terbanting ke atas tanah! Tidak sakit memang, namun hati mereka yang sakit dan mereka sudah melotot, memandang kepada Sie Liong dan dari mata mereka seolah keluar api yang akan membakar tubuh anak bongkok itu. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara ketawa, disusul suara yang lembut namun cukup nyaring.
"Ha-ha-ha, sungguh tepat sekali ucapan itu! Lima Harimau Tibet bukan lain hanyalah badut-badut belaka, macan-macan kertas yang hanya dapat menakut-nakuti anak-anak saja!"
Dari belakang tiga orang tosu itu bermunculan banyak orang. Mereka adalah lima belas orang murid kepala Kun-lun-pai yang dipimpin oleh dua orang ketua Kun-lun-pai sendiri, yaitu Thian Hwat Tosu dan wakilnya, Thian Khi Tosu dan yang tertawa dan bicara tadi adalah Thian Khi Tosu yang berwatak keras berdisiplin dan jujur. Lima orang pendeta Lama itu cepat memandang dan ketika mereka melihat orang-orang Kun-lun-pai, kemarahan mereka memuncak dan untuk sementara mereka tidak memperdulikan tiga orang Himalaya Sam Lojin dan mereka memandang kepada orang-orang Kun-lun-pai itu.
"Hemm, kiranya orang-orang Kun-lun-pai telah berani lancang untuk menentang kami Lima Harimau Tibet?"
"Siancai...."
Kini Thian Hwat Tosu melangkah maju, menghadapi lima orang pendeta Lama yang sudah bangkit berdiri itu, diikuti oleh Thian Khi Tosu dan lima belas orang murid utama Kun-lun-pai. Thian Hwat Tosu menghadap kepada tiga orang tosu yang masih duduk bersila dengan tenang, memberi hormat dengan kedua tangan di dada dan berkata dengan penuh hormat.
"Mohon sam-wi locianpwe sudi memaafkan kami kalau kami mengganggu, karena kami mempunyai suatu urusan dengan Lima Harimau Tibet ini."
Pek In Tosu tersenyum dan mewakili dua orang saudaranya menjawab,
"Silakan, To-yu dari Kun-lun-pai."
Kini Thian Hwat Tosu menghadapi lagi lima orang pendeta Lama dan dengan suara lembut dan sikap hormat dia pun berkata,
"Ngo-wi lo-suhu adalah lima orang terhormat dari Tibet. Agaknya ngo-wi lupa bahwa di sini bukanlah daerah Tibet, melainkan daerah Kun-lun-san. Kedatangan ngo-wi sudah lama kami dengar, akan tetapi kami tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Betapapun juga, setelah mendengar laporan dua orang murid kami yang telah ngo-wi robohkan, kami mengambil keputusan bahwa kami tidak mungkin mendiamkannya saja urusan ini. Kalau dilanjutkan sepak terjang ngo-wi di daerah ini, kami khawatir kalau terjadi bentrokan yang lebih hebat. Karena itu, Ngo-wi lo-suhu, demi kedamaian, kami mohon dengan hormat sudilah kiranya ngo-wi kembali ke Tibet dan tidak melanjutkan tindakan ngo-wi di sini, dan kamipun akan melu-pakan apa yang telah terjadi di sini selama beberapa pekan ini."
Ucapan ketua Kun-lun-pai itu bernada halus dan juga sopan, sama sekali tidak ada sikap menyalahkan atau menegur, melainkan mengkhawatirkan kalau terjadi kesalahpahaman. Karena sikapnya yang lembut ini, kemarahan lima orang pendeta Lama itu agak mereda, dan Thay Ku Lama lalu membalas penghormatan ketua Kun-lun-pai dan diapun berkata dengan suara yang tegas, namun tidak kasar.
"Pai-cu (ketua), kami mengerti apa yang kaumaknudkan. Kamipun menerima tugas untuk mencari orang-orang tertentu dan kami sama sekali tidak ingin mengganggu, apa lagi memusuhi Kun-lun-pai selama Kun-lun-pai tidak mencampuri urusan kami. Kalau beberapa hari yang lalu kami terpaksa memberi hajaran kepada dua orang murid Kun-lun-pai, hal itu terjadi karena dua orang murid itu mencarapuri urusan kami yang tidak ada sangkut-pautnya dengan mereka. Namun, kami masih memandang muka Pai-cu dan nama besar Kun-lun-pai, kalau tidak demikian, apakah kiranya dua orang murid itu sekarang akan masih tinggal hidup?"
Dalam kalimat terakhir ini jelas sekali Thay Ku Lama menonjolkan kepandaian mereka dan meremehkan kepandaian murid Kun-lun-pai, juga mengandung pandangannya yang congkak.
"Lama yang sombong!"