"Dan tidak hujan tidak panas dia memakai payung!"
"Wah, wah.... sepatunya juga kain, bagaimana dia dapat bertahan dalam udara sedingin ini?"
"Cantik jelita, pakai payung malam-malam tidak hujan, sedingin ini berpakaian tipis tanpa merasa dingin, wah-wah, jangan-jangan dia bukan manusia !"
"Hihhh....!"
Semua orang mulai merasa seram dan untuk menabahkan hati, mereka meraba gagang senjata masing-masing dan kini lima belas orang itu sudah keluar semua dari gardu penjagaan. Komandan mereka, seorang pendek gemuk yang terkenal galak dan pemberani, sudah keluar pula dan memandang dengan alis berkerut, kumisnya yang tipis bergerak-gerak dan ini merupakan tanda bagi anak buahnya bahwa komandan mereka itu sedang tegang hatinya!
"Hemmm, mencurigakan. Anak-anak, siap!"
Sang komandan memberi komando dan dia sendiri lalu menghadang di tengah pintu gerbang. Kebetulan sekali sangat sunyi saat itu, tidak ada orang lain yang lewat di pintu gerbang kecuali wanita itu. Tidak salah penjaga yang sambat mati melihat lenggang itu. Memang bukan main! Seperti harimau lapar lenggangnya, lambat-lambat dan satu-satu kedua kaki itu bergantian melangkah maju dengan gerakan agak menyilang sehingga dari depan pun nampak jelas pinggang yang ramping itu meliuk-liuk dan sisi pinggul yang padat itu miring ke kanan kiri berirama!
Lenggang itu seperti lenggang tarian! Wanita itu berjalan seperti orang menari saja, berirama dan begitu teratur indah! Lengan kirinya terayun manis di sisi tubuhnya dan siku lengan kanan yang memegang gagang payung itu pun bergerak-gerak mengikuti gerak tubuh ke kanan kiri. Bukan main! Setiap bagian tubuh itu seperti hidup dalam lenggang maut itu! Wanita itu kini makin dekat dan makin jelaslah kelihatan bentuk wajah dan tubuhnya yang tertutup pakaian tipis dari sutera. Wajah yang aduhai! Manis seperti madu. Dagunya meruncing dan bibirnya yang selalu mengulum senyum itu bergerak-gerak lucu dan penuh daya pikat. Bibir bawah itu tak pernah diam, selalu bergerak dan tergetar seolah-olah mengandung penuh perasaan hati, mengandung gejolak perasaan yang menggerakkan bibir bawah dan cuping hidung yang tipis.
Matanya agak lebar, jeli dan tajam pandangnya, kadang-kadang redup penuh rahasia dan seolah-olah sinar mata itu bersembunyi di balik bulu mata yang merupakan selubung atau tirai indah. Lesung pipit menghias pipi yang segar kemerahan seperti buah tomat masak. Seorang dara yang amat cantik jelita, yang usianya tidak akan lebih dari sembilan belas tahun. Pakaiannya dari sutera tipis yang lemas sehingga seolah-olah mencetak bentuk tubuhnya, namun potongan pakaiannya rapi dan dari model terakhir dan terbuat dari sutera mahal. Payungnya juga indah sekali buatan selatan, dari sutera dan gagangnya berukir. Wajah yang amat cantik itu selalu tersenyum, mata yang sinarnya jernih itu seolah-olah mengajak semua orang bersendau-gurau tanpa kata. Kalau saja para penjaga itu terdiri dari orang-orang yang mempunyai pandangan tajam,
Tentu mereka sudah dapat menduga bahwa dara yang cantik jelita ini, yang kelihatan begitu ayu dan lemah lembut, tentulah bukan orang sembarangan. Tanda-tandanya sudah nampak jelas. Dara ini aneh, tidak hujan, tidak panas memakai payung, ini menunjukkan bahwa dia suka bersikap aneh, sikap yang biasanya hanya dimiliki para kelana yang berilmu tinggi. Dara ini seorang diri saja melakukan perjalanan, padahal di masa itu bagi seorang wanita muda melakukan perjalanan seorang diri merupakan hal yang langka. Kalau dara ini kelihatan membawa senjata jelas bahwa dia adalah seorang kang-ouw (kelana persilatan), akan tetapi tanpa senjata berani melakukan perjalanan seorang diri membayangkan keadaan seorang yang tentu sudah terlalu percaya kepada diri sendiri, sehingga tidak membutuhkan bantuan senjata! Ini pun biasanya hanya terdapat pada orang-orang yang berilmu tinggi sekali.
Kemudian, lebih jelas lagi, dalam keadaan hawa udara sedingin itu sehingga para perajurit penjaga yang terlatih dan bertubuh kuat itu pun masih melindungi tubuh dengan baju tebal dan api unggun, dara itu hanya memakai pakaian sutera tipis dan berjalan enak-enak saja berlenggang kangkung memakai payung. Ini pun suatu keanehan luar biasa, ciri seorang yang tidak boleh digolongkan orang-orang biasa. Akan tetapi, para penjaga itu seperti buta oleh kesombongan mereka sendiri. Terutama terdorong oleh gairah yang sudah dinyatakan oleh kecantikan wajah dan keindahan bentuk tubuh, apalagi setelah kini tercium bau semerbak harum yang datang dari dara itu, memancing sikap ugal-ugalan dari mereka. Si komandan gendut pendek cepat berjalan menghampiri dan tubuhnya yang pendek itu seolah-olah menggelundung saking cepatnya gerakan kedua kakinya yang pendek.
"Ehmmm, berhenti dulu, Nona!"
Katanya sambil mengangkat tangan ke atas dengan gerakan menghentikan dan tangan kirinya bertolak pinggang dengan aksi sekali. Wajah di bawah payung itu berseri dan bibir merah itu merekah sedikit sehingga kelihatan benda putih seperti mutiara berkilau sebentar lalu tertutup lagi oleh bibir yang bergerak-gerak itu. Si Gendut menelan ludah, sampai berceguk bunyinya. Matanya seperti bergantung kepada bibir itu seperti seorang kehausan melihat buah anggur masak yang segar. Dengan bahasa Bhutan yang tidak kaku, dara yang pakaiannya menunjuk-kan bahwa dia adalah orang Han dari timur itu menjawab,
"Mengapa aku harus berhenti? Bukankah ini merupakan jalan umum?"
Ketika bicara, bibirnya itu bergerak-gerak manis dan pinggang yang seperti batang pohon yang-liu tertiup angin itu dengan lemasnya meliuk-liuk. Komandan gendut itu kembali menelan ludah dan pandang matanya menggerayangi seluruh tubuh orang, dari rambut yang hitm subur itu sampai ke kaki yang kecil mungil.
"Memang jalan umum, akan tetapi kami berhak menahan setiap orang yang mencurigakan."
Senyum manis itu melebar dan menjadi makin manis.
"Eh, kauanggap aku mencurigakan?"
"Engkau seorang wanita muda ber-jalan sendirian. Engkau mencurigakan dan engkau juga manis sekali menggairahkan.... eh, Nona.... kasihan sekali hawa begini dingin engkau jalan sendirian. Marilah, mari masuk ke dalam gardu penjagaan yang hangat dan kita mengobrol heh-heh...."
Si Gendut menyeringai, nampak gigi yang panjang-panjang dan teman-temannya juga tersenyum menyeringai. Dara itu tidak menjadi marah. Agaknya semuda itu dia telah pandai menguasai hatinya dan tidak mudah menjadi marah, sungguhpun pandang matannya tetap tersenyum dan dia berkata,
"Aihh, Paman pengawal. Jangan begitu! Aku hanyalah seorang gadis perantau yang kebetulan lewat di sini, harap jangan menggangguku dan biarkan aku lewat."
Dia membujuk. Melihat gadis itu tidak marah malah tersenyum, Si Gendut mendapat hati dan dia melangkah maju makin dekat dan tangannya bergerak hendak memegang lengan kiri gadis itu. Akan tetapi gadis itu mundur selangkah dan menarik tangannya sehingga pegangan itu luput.
"Ehemmmmm, Nona Manis. Engkau berpakaian seperti orang timur, engkau mencurigakan. Kalau engkau mau menemani aku di dalam gardu, aku masih bisa membiarkan kau lewat nanti. Kalau kau menolak, terpaksa aku akan menggeledah seluruh tubuhmu, kalau-kalau kau menyembunyikan sesuatu yang rahasia, heh-heh!"
"Ho-ho, dia memang menyembunyikan banyak rahasia yang hebat-hebat!"' terdengar seorang penjaga berkata dan tertawalah mereka semua. Si Gendut sambil menyeringai kembali mendekati gadis itu. Tidak ada yang sadar bahwa kini sepasang mata yang indah itu mengeluarkan sinar yang aneh, sinar mata yang tidak lumrah manusia, mencorong dan mengandung wibawa yang luar biasa kuatnya, akan tetapi mulut yang manis itu masih saja tersenyum sehingga sepasang lesung pipit nampak mengapit mulut di kanan kiri, menambah kemanisan wajah itu. Kembali dara jelita itu menggerak-kan tubuh dan tangkapan tangan Si Gendut mengenai tempat kosong.
"Hei, engkau ini manusia ataukah katak? Kau lihat engkau gendut bundar mirip katak!"
Tiba-tiba dara itu berseru, suaranya yang halus merdu melengking nyaring, menusuk telinga semua penjaga yang sudah keluar dari dalam gardu penjagaan.
"Heiiiii, kawan-kawan penjaga, dari mana kalian memperoleh katak gendut sebesar ini?"
Dara itu menggerakkan tangan kirinya, dengan jari tangan terbuka tangan kiri itu seperti melakukan gerakan mendorong ke arah si komandan gendut dan melambai ke arah para penjaga, senyum manisnya tetap menghias bibirnya.
"Katak....?"
"Katak gendut....?"
"Katak....!
"Heiiiii! Ada katak....!"
"Dari mana datangnya katak raksasa ini?"
"Wah, jangan diserang! Lihat celananya.... eh, dia....!"
Semua penjaga terbelalak dan memandang dengan muka pucat ke arah seekor katak besar gendut yang mendekam di atas tanah di mana tadi si komandan gendut berdiri.
Katak raksasa ini memakai pakaian si komandan, dan mendekam dengan sepasang mata terbelalak tak pernah berkedip. Para penjaga menggosok-gosok mata mereka dan memandang lagi. Akan tetapi tetap saja, komandan mereka telah lenyap dan sebagai gantinya di tempatnya terdapat seekor katak raksasa yang memakai pakaian si komandan tadi! Tentu saja hal yang mustahil itu membuat mereka tidak percaya dan berulang kaii menggosok mata, namun mereka tidak mimpi dan memang komandan mereka telah berubah menjadi seekor katak besar! Dan selagi lima belas orang penjaga itu terlongong keheranan memandang kepada katak raksasa itu, Si Dara jelita melenggang dengan seenaknya melewati pintu gerbang, masuk ke halaman istana Raja Bhutan!
"Hei....!"
Seorang penjaga yang dapat menekan ketegangan hatinya menengok dan berseru ketika melihat gadis itu. Semua orang juga menengok dan dalam sesaat mereka bengong, mata mereka menjuling ketika dari belakang melihat pemandangan yang amat mempesonakan. Lenggang lemah gemulai seperti orang menari itu mengakibatkan dua bukit pinggul yang bulat padat dan terbentuk oleh pakaian sutera ketat itu bergerak menari-nari naik turun dan dalam gerakan ini terkandung kekuatan yang seolah-olah membetot semangat lima belas orang itu!
"Hei, tunggu dulu....!"
Seorang penjaga yang sadar lebih dulu berteriak dan lari sambil memegang tombaknya erat-erat.
"Tangkap....!"
"Dia tentu siluman....!"
Lima belas orang itu yang kini teringat bahwa komandan mereka telah dikutuk menjadi raksasa oleh dara jelita yang mereka yakin tentu sebangsa siluman, kini lari mengejar dengan senjata di tangan. Dara itu berhenti melenggang, tubuh atasnya masih tertutup payung yang di-panggul di atas pundaknya. Kini, payung itu diputar-putar, kemudian setelah lima belas orang itu mengejar dekat, dia membalikkan tubuhnya dan berkata,
"Kalian ini sebetulnya mau apa sih?"
Lima belas orang itu tersentak kaget dan otomatis mereka menahan kaki mereka sampai ada yang hampir terjungkal. Semua mata memandang wajah dara itu dan semuanya menahan napas, mata mereka melotot sampai hampir meloncat keluar dari pelupuk mata. Muka mereka menjadi pucat dan tubuh mereka menggigil, dari tenggorokan mereka keluar suara ah-ah-uh-uh seolah-olah mereka semua mendadak telah menjadi gagu atau menjadi gila. Mereka adalah perajurit-perajurit penjaga Bhutan yang sudah biasa menghadapi bahaya melawan musuh dan rata-rata memiliki tenaga besar dan kepandaian bertempur, bukan laki-laki lemah dan penakut.
Akan tetapi saat itu mereka menjadi ketakutan, bahkan ada yang saking ngerinya sampai terkencing-kencing, celana mereka basah tanpa mereka sadari! Siapa orangnya yang tidak akan merasa takut dan serem kalau melihat wajah wanita itu? Tadinya wanita itu demikian cantik jelita, seperti bidadari yang murah senyum manis, akan tetapi sekarang? Kalau berubah buruk saja masih tidak menakutkan, akan tetapi kini wajah itu "polos", hanya merupakan seraut wajah polos berkulit halus dan rata, tidak ada mata hidung atau mulut, tidak ada tonjolan atau lekukan, halus mulus dan polos! Mereka bergidik. Tadi saja mereka sudah merasa ngeri dan ketakutan melihat komandan mereka berubah menjadi katak, sekarang lebih lagi ketika melihat wanita yang mereka sangka siluman itu menghadapi mereka dengan muka polos seperti itu!
"Hihhhhh.... hu-hu-huuhhhhh...."
Di antara mereka ada yang menggigil dan mengeluarkan suara seperti itu. Suara ini tak tertahankan lagi oleh mereka dan larilah mereka tunggang-langgang, jatuh bangun dan saling tabrak, kembali ke gardu mereka. Apalagi ketlka mereka melihat "katak raksasa"
Tadi sudah lenyap dan kini mereka melihat komandan mereka masih berdiri dengan mata terbelalak dan mulut masih menyeringai, kaku seperti arca! Dara itu mengeluarkan suara ketawa ditahan, tubuhnya membalik lagi, payungnya berputaran dan lenggangnya yang mempesona dilanjutkan menuju ke arah istana.
"Hi-hik, orang-orang tolol....!"
Bisiknya sambil menggunakan tangan kirinya, melepaskan "kedok"
Atau topeng yang terbuat dari bahan semacam karet putih yang tadi dia pakai untuk menutupi mukanya sehingga membuat para penjaga lari terbirit-birit. Tiba-tiba komandan jaga yang tadinya diam seperti patung itu bergerak dan berteriak,