Jodoh Rajawali Chapter 18

NIC

Dia memandangi yang-kim yang kini tergantung di dinding, semuanya melayang-layang dan terbayanglah dia kepada wajah Ceng Ceng, keponakannya atau bekas kekasihnya, gadis yang telah menjatuhkan hatinya, cinta pertamanya yang gagal. Nyanyian gadis pelayan itu menbangkitkan kenang-kenangan ini dan berulang kali Kian Lee menghela napas. Di dunia ini mengapa terdapat begitu banyak orang yang menderita sengsara karena cinta? Memang cinta banyak mendatangkan derita? Cintakah yang mendatangkan derita itu? Ataukah kegagalannya? Lebih tepat lagi, bukankah karena keinginan hati tak tercapai itulah yang mendatang-kan hati sengsara? Sengsara yang timbul karena kecewa, karena harapan hampa. Daun pintu terbuka halus dan gadis itu melangkah masuk, menutupkan kembali daun pintu.

"Mengapa ditutup?"

Kian Lee menegur.

"Agar tidak nampak dari luar, kalau Kongcu merasa gerah, bagian atas daun jendela dapat dibuka,"

Jawabnya halus dan tanpa diperintah, gadis itu lalu mem-buka daun jendela bagian atas sehingga pemandangan di luar dapat nampak sebagian.

"Nona, kenapa kau kembali ke sini? Aku sudah selesai makan dan aku tidak butuh apa-apa lagi. Nona boleh beristirahat di tempat Nona sendiri."

Gadis itu memandang Kian Lee, kemudian menjawab sambil menunduk,

"Saya bertugas melayani Kongcu sambil menanti datangnya saat pesta dimulai. Dan saya.... saya senang di sini melayani Kongcu...."

"Hemmm.... sesuka hati Nona sajalah. Apakah Nona juga bertugas melayani bercakap-cakap?"

Gadis itu mengangkat muka memandang merasa betapa lucunya kata-kata itu dan tersenyum, sama sekali tidak mengandung keriangan hati sungguhpun amat manis.

"Tentu saja, Kongcu."

"Nah, kalau begitu, aku ingin mengajak kau omong-omong. Pertama, aku ingin membicarakan tentang isi nyanyianmu tadi."

"Ehhh....?"

Gadis itu memandang heran.

"Maksudku, aku ingin tahu siapakah dara yang merana itu dan siapa pula pendekar yang begitu kejam meninggalkannya."

Gadis itu menunduk.

"Kongcu.... itu hanya.... hanya nyanyian.... dongeng...."

"Hemmm, perlukah dongeng nyanyian ditangisi? Ada kulihat engkau menangis ketika bernyanyi tadi."

"Ohhhhh...."

Gadis itu terkejut dan kini menundukkan mukanya. Kian Lee mengerutkan alisnya dan memandang penuh perhatian. Ternyata gadis itu dengan susah payah menahan tangisnya, akan tetapi tetap saja dua butir air mata seperti mutiara berkilauan menggantung di bulu matanya dan akhirnya bergerak perlahan menuruni kedua pipinya.

"Nona, aku dapat menduga bahwa engkau sedang mengalami tekanan batin yang hebat. Engkau sedang menderita sengsara dan kalau kau percaya kepadaku, kau ceritakanlah kesengsaraanmu itu. Siapa tahu aku akan dapat menolongmu, Nona. Akan tetapi kalau kau tidak percaya kepadaku, sudahlah, kau boleh pergi meninggalkan aku sendiri dan terima kasih atas semua pelayananmu yang baik."

"Ahhh.... Kongcu....!"

Gadis itu mengusap air matanya dan mengangkat muka memandang.

"Harap maafkan saya.... tentu saja saya percaya kepada Kongcu. Sekali bertemu saja saya tahu bahwa Kongcu adalah seorang yang amat baik."

"Kalau begitu, kau katakanlah, siapa dara yang kau nyanyikan tadi?"

Gadis itu kembali menunduk.

"Dia.... dia.... adalah saya sendiri, Kongcu."

"Hemmm,.... sudah kuduga demikian. Dan siapakah Si pendekar yang tak tahu dicinta orang itu?"

"Dia.... dia.... adalah penolong saya...."

Gadis itu menjawab dengan muka merah sambil menunduk, kemudian dia menghela napas seperti orang mengambil keputusan dan mengangkat muka, berkata

"Sebaiknya saya ceritakan sejelasnya kepada Kongcu. Terjadi kira-kira tiga bulan yang lalu, Kongcu. Saya adalah anak sulung seorang kepala kampung dari dusun Can-li-cung. Pada suatu malam, dusun kami diserbu perampok-perampok dan seluruh keluarga saya terbunuh.... Ayah, Ibu, dan tiga orang adik-adik saya...."

Wanita itu memejamkan mata dan dua butir air mata kembali meloncat ke luar. Kian Lee membiarkan gadis itu berdiam diri sejenak untuk menenteram-kan hatinya yang tentu saja dilanda kedukaan mengenangkan itu semua. Dia merasa kasihan sekali kepada gadis ini. Pantas saja tadi bernyanyi

"Tiada ayah tiada bunda tiada sanak keluarga,"

Kiranya semua keluarganya terbasmi habis oleh perampok jahat!

"Saya sendiri lalu diculik oleh perampok-perampok itu, dibawa lari ke dalam cengkeraman manusia-manusia Iblis dan akan mengalami hal yang lebih mengerikan daripada kematian sendiri, akan tetapi saya tidak berdaya, Kongcu. Dalam keadaan seperti itu, munculiah pendekar sakti itu yang dengan gagah perkasa membasmi semua perampok sampai tidak ada seorang pun yang terlewat! Tentu saja saya berterima kasih sekali kepadanya, Kongcu. Dia begitu baik, dia begitu gagah, dan kalau tidak ada dia.... ah, ngeri saya membayangkan"

"Hemmm, lalu bagaimana?"

Kian Lee bertanya dan di dalam hatinya dia maklum. Pantas saja gadis ini jatuh cinta kepada penolangnya itu.

"Penolong saya itu tentu saja mendapat penghargaan dari gubernur karena dia telah berhasil membasmi perampok yang suka mengganas itu. Dan saya.... oleh penolong saya itu saya lalu dititipkan kepada gubernur, karena keluarga saya telah habis.... kemudian.... dia pergi, meninggalkan saya seorang diri di sini...."

"Hemmm, dan kau lalu bekerja sebagai pelayan di sini? Apakah engkau mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan di sini?"

"Tidak, tidak, Kongcu.... Paduka gubernur baik sekali.... saya menjadi seorang pelayang yang terkasih juga oleh Nyonya dan semua keluarga. Akan tetapi, Kongcu tahu sendiri.... sebagai seorang pelayan.... dan saya kadang-kadang harus melayani tamu-tamu...."

"Aku mengerti, Nona. Eh, bolehkah saya mengetahui namamu?"

"Nama saya Cui Lan, Phang Cui Lan"

"Nama yang indah sekali, Cui Lan. Akan tetapi mengapa.... mengapa.... kau tadi bernyanyi mengenangkan pendekar penolongmu yang kau cinta itu?"

"Kamar ini, Kongcu. Kamar inilah kamar pendekar itu ketika dulu dia bermalam di sini. Saya yang selalu membersihkannya dan melayaninya, akan tetapi dia.... dia pergi. Dan kamar ini tidak pernah dipakai lagi, akan tetapi selalu saya rawat dan saya bersihkan, kalau-kalau.... dia datang kembali ke sini...., akan tetapi sekarang kamar ini dibuka karena banyaknya tamu dan kebetulan Kongcu dipersilakan bermalam di sini...."

Suaranya gemetar.

"Siapa nama pendekar penolongmu itu?"

"Itulah yang menyusahkan hati saya, Kongcu. Saya tidak tahu namanya, bahkan di sini pun tidak ada yang tahu nananya. Dia masih muda, rambutnya panjang terurai akan tetapi berwarna putih seperti perak, dia.... dia tampan dan gagah, pendiam dan penuh rahasia."

Kian Lee meraba dahinya dan mengerutkan alisnya.

"Masih muda, rambutnya putih terurai, lihai sekali? Hemmm.... pernah aku mendengar tokoh seperti itu. Bukankah orang-orang menyebut-nya Pendekar Siluman Kecil?"

"Benar!"

Dara itu berseru penuh harapan.

"Apakah Kongcu sudah mengenalnya!?"

"Sayang sekali belum. Apalagi mengenalnya, bertemu muka pun belum pernah. Aku hanya mendengar berita orang saja...."

Tiba-tiba Kian Lee menghentikan kata-katanya karena dia melihat berkelebatnya seseorang di depan kamar itu. Hanya kelihatan kepala orang itu yang menoleh ke dalam, seperti orang menjenguk dan terdengar suara orang itu mendehem kecil

"ehmmm...."

Wajah Kian Lee menjadi merah dan cepat dia membuka daun pintu, kamarnya. Ketika dia memandang, dia melihat seorang laki-laki yang tadi lewat di depan pintu kamar itu, kini sudah memasuki taman, menyeberang sebuah jembatan taman dan orang itu menoleh kepadanya, lalu tersenyum dengan sinis. Kian Lee menjadi penasaran, akan tetapi orang itu sudah membuang muka dan tidak menoleh lagi, lalu berjalan pergi dan lenyap di tikungan bangunan, Kian Lee memasuki kamarnya lagi.

"Siapa dia?"

Tanya Kian Lee kepada gadis itu yang kelihatannya memandang khawatir.

"Yang menjenguk tadi?"

Bibir yang merah tipis itu berjebi tanda muak dan tidak senang.

"Dia pun seorang tamu, kabarnya dia pengawal dari Ouw-taijin, seorang pembesar berpangkat Tee-tok dari San-sian. Rombongan Ouw-teetok itu kepala pengawal she Bu. Orangnya menjemukan sekali, Kongcu, sejak kemarin dia selalu berusaha untuk menggoda saya kalau kebetulan bertemu."

"Hemmmmm...."

Diam-diam Kian Lee mencatat laki-laki berusia empat puluhan tahun bermuka hitam dan berkumis lebat itu. Dia masih membuka daun pintu dan ketika dia hendak menutupkan daun pintu, tiba-tiba terdengar suara berisik dan datanglah lagi beberapa orang tamu yang agaknya juga memperoleh kamar-kamar di dekat taman itu. Agaknya mereka itu hanyalah pengawal-pengawal dari pembesar yang baru datang. Akan tetapi ketika Kian Lee memandang kepada rombongan orang itu, dia terkejut sekali melihat salah seorang di antara mereka yang dikenalnya. Seorang wanita yang cantik pesolek, usianya kurang lebih tiga puluh lima tahun, namun tubuhnya masih ramping dan padat terpelihara, sinar matanya tajam dan kerlingnya menyambar-nyambar ganas, di pinggangnya tergantung pedang dengan sarung pedang yang terukir indah.

Itulah Mauw Siauw Mo-li, Si Siluman Kucing wanita yang lihai bukan main, ahli peledak, dan masih sumoi dari Hek-tiauw Lo-mo ketua Pulau Neraka! Wanita ini merupakan seorang tokoh yang amat ditakuti, dan ketika terjadi huru-hara pemberontakan dua orang Pangeran Liong, wanita ini pun mengambil bagian yang penting. Mau apa wanita tokoh sesat yang amat berbahaya itu berkeliaran di sini, pikir Kian Lee dan hatinya mulai tertarik. Tentu akan terjadi peristiwa penting di tempat ini pikirnya. Cepat dia masuk kembali agar tidak kelihatan oleh Siluman Kucing itu. Agaknya akan banyak kaum persilatan dan tokoh-tokoh golongan hitam yang datang ke tempat ini, pikirnya. Entah siapa gerangan utusan kaisar dari kota raja itu dan tentu akan terjadi seuatu yang hebat. Dia harus waspada.

"Sudahlah,.... Cui Lan. Sekarang lebih baik kau tinggalkan aku sendiri, tidak baik kalau kita berdua berada di dalam kamar ini terlalu lama. Aku khawatir kalau-kalau orang akan menduga jelek kepadamu"

"Tapi, Kongcu". saya justeru takut untuk pergi meninggalkan Kongcu"

Posting Komentar