Istana Pulau Es Chapter 78

NIC

Maya sudah menjatuhkan diri ke dalam pelukan suhengnya dan berbisik,

"Suheng, aku bersedia menjadi pengganti Hong Kwi...., aku...., Suheng, bukankah engkau mencintaku seperti aku cinta padamu....?"

Kali ini benar-benar Han Ki terkejut karena di luar kesadarannya ia telah memeluk tubuh itu penuh dendam rindu terhadap Sung Hong Kwi yang selama lima tahun ditahan-tahannya, bahkan muka Maya yang tengadah itu dekat sekali dengan mukanya sehingga napas yang keluar dari hidung dara itu menyentuh pipinya. Bagaikan sinar kilat tampak wajah gurunya dan Han Ki melepaskannya, bangkit berdiri dan membalikkan tubuh membelakangi Maya, memejamkan mata mengheningkan hati dan pikirannya mengusir gairah nafsu yang menyesakkan dada.

"Suheng....!"

Maya juga bangkit berdiri dan memeluk pinggangnya.

"Maya-sumoi, jangan....!"

Han Ki berkata dan melepas kedua lengan yang merangkul pinggang itu, melangkah maju dua langkah sambil membalikkan tubuh menghadapi sumoinya. Kini ia telah menguasai nafsunya dan matanya memancarkan pandang mata penuh teguran.

"Sumoi, mulai detik ini jangan engkau ulangi semua sikap dan kata-katamu tadi!"

"Suheng....! Aku.... cinta padamu, Suheng...."

"Diam! Keluarlah engkau sebelum kutampar!"

Maya memandang dengan mata terbelalak lebar, seperti mata kelinci yang ketakutan, napasnya terengah dan naiklah sedu-sedan dari dadanya, kemudian membalik dan lari keluar sambil terisak.

Han Ki memejamkan mata, menarik napas panjang dan kedua kaki yang lemas itu berlutut, dan kemudian ia memandangi arca-arca itu. Maya mencintainya! Dan biarpun Siauw Bwee tidak pernah memperlihatkan sikap dengan terang-terangan, namun ia dapat menduga bahwa Siauw Bwee juga mencintanya! Dan dia? Ah, cintanya sudah habis, sudah terbang pergi bersama Hong Kwi. Betapa mungkin ia jatuh cinta lagi? Namun ahhh...., dia bergidik kalau teringat tadi betapa nafsu berahi menguasainya, membuat ia ingin memeluk ketat tubuh itu, ingin mencium bibir dan mata itu, ingin membelai merayu. Ah, betapa mudahnya ia jatuh cinta kepada Maya, dan.... ketika ia memandang arca Siauw Bwee, dia pun tahu bahwa akan amat mudah pula, semudah tadi, ia jatuh hati kepada Khu Siauw Bwee yang halus wataknya. Celaka!

"Kau...., kau mata keranjang!"

Han Ki menampar kepalanya sendiri, terbayanglah wajah Hong Kwi dan dua titik air mata meloncat ke atas pipinya. Sampai lama ia termenung seperti itu, berjam-jam dan hanya dengan kekuatan batinnya yang hebat saja akhirnya ia dapat menindas perasaannya. Kemudian, seperti orang mabok ia melanjutkan pekerjaannya memperhalus tiga buah arca itu, tidak mempedulikan apa-apa. Bahkan ketika dua kali Siauw Bwee menjenguknya, mengajaknya makan kemudian setelah bertanya mengapa dia tidak tidur, dia hanya menjawab tanpa menoleh,

"Aku tidak lapar dan tidak mengantuk. Aku ingin menyelesaikan ini, Khu-siauw-moi, tinggalkan aku sendiri."

Pada jengukannya yang ke dua, Siauw Bwee ragu-ragu den memandang suhengnya, kemudian berkata,

"Ini tentu kesalahan suci entah apa sebabnya!"

Han Ki terkejut, akan tetapi menindas perasaannya dan menoleh.

"Mengapa engkau, berpendapat demikian?"

"Kulihat Suci menangis, dia pun tidak mau makan, tidak mau tidur. Ketika aku bertanya ddan menghiburnya dia malah membentakku agar aku tidak mencampuri urusannya. Suheng, apakah yang terjadi?"

"Tidak apa-apa. Aku pun tidak tahu dia mengapa? Sudahlah, tinggalkan aku sendiri,Sumoi!"

Sejenak Siauw Bwee berdiri di belakangnya, ragu-ragu. Kemudian terdengar ucapannya lirih,

"Engkau kelihatan berduka, Suheng. Kenapakah?"

"Tidak apa-apa! Tidak apa-apa!"

"Suheng, selama lima tahun kita tinggal di sini, baru sekarang kulihat engkau berduka dan Suci menangis, Suheng, engkau...., engkau satu-satunya orang yang kumiliki di dunia ini, disamping ibuku yang entah berada di mana. Suheng, kalau engkau berduka, aku ikut berduka...."

Han Ki memejamkan mata, jantungnya seperti ditusuk rasanya. Akan tetapi hanya sebentar ia telah dapat menguasai dirinya. Ia menoleh, memaksa diri tersenyum dan berkata,

"Engkau ini aneh-aneh saja, Sumoi. Aku tidak apa-apa, hanya tekun menyelesaikan arca-arca ini. Eh, bagaimana dengan perahu yang kaubuat? Telah selesaikah?"

Dia sengaja membelokkan percakapan untuk mengalihkan perhatian sumoinya itu.

"Sudah, Suheng. Layar yang kauberi sudah kujahit dan kupasang. Besok pagi akan kucoba. Aku ingin mengunjungi pulau yang kulihat di sebelah selatan itu"

Han Ki tersenyum.

"Itu Pulau Kijang. Pulau kosong akan tetapi banyak binatang kijang disana."

"Aku ingin menagkap kijang."

"Boleh, akan tetapi kalau memburu kijang, cari yang sudah tua agar pembiakannya tidak terganggu."

"Aku ingin menangkap seekor anak kijang, tidak membunuhnya. Aku ingin memeliharanya, untuk teman disini."

Han Ki berdiri, membalikkan tubuh dan memandang sumoinya.

"Apa? di sini ada aku dan sucimu, dan engkau hendak mencari kijang untuk teman?"

Siauw Bwee menunduk dan terdengar suaranya lemah seperti berbisik,

"Aku...., aku kadang-kadang merasa kesepian, Suheng tarutama sekali.... sekarang ini...."

Setelah berkata demikian Siauw Bwee membalikkan tubuhnya dan lari pergi.

"Hei....! Khu-sumoi....?"

Posting Komentar