Golok Sakti Chapter 54

NIC

"Ayah, hayo lekas cerita... " Kim Hong Jie tidak sabaran kelihatannya.

"Betul, adik Hong betul ... " kata Seng giok Cin.

Kim Toa Lip mengerti bahwa dua gadis ini menaruh perhatian besar atas dirinya Ho Tiong Jong, maka ia sengaja perlambat meneruskan bicaranya.

"Ayah," Kim Hong Jie tidak meneruskan bicaranya, karena Kim Toa Lip sudah menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata.

"Kalian berdua kelihatan begitu bernapsu hendak mendengar berita Tiong Jong, kenapa sih?"

Dua gadis jelita itu bungkam.

Nona Seng melirikan matanya pada si paman yang nakal, parasnya merah seketika. Sedang nona Kim mendeliki matanya cemberut tapi tidak mengurangi parasnya yang cantik menarik. malah kelihatannya lebih-lebih manis. Dua saudara co bengong, sedang Seng Eng tertawa geli.

Kim Toa Lip sendiri bersenyum-senyum melihat nona Seng tundukkan kepalanya, sedang puterinya ngambek cemberut. Tapi akhirnya ia tidak ingin menggoda lebih-jauh pada dua gadis jelita itu, maka ia lalu cerita lagi.

"ceng ciauw mau menolong Tiong Jong keluar dari penjara air, tapi dia tidak mau. hingga ceng ciauw jadi marah. Aku telah menyerang ceng Ciauw, apa mau nikow tua itu amat kejam. Tahu bahwa dia tidak bisa membawa keluar Tiong Jong, maka dengan senjata gelapnya Tok kim-chi dia menyerang Tiong Jong... kalian tahu sendiri senjata gelapnya nikouw tua itu sangat berbisa."

"Ayah, apa Tiong Jong binasa?" menyelak sang puteri.

Sen giok Cin jaga saat itu berbareng hendak membuka mulutnya menanya, akan tetapi sudah didahului oleh adik Hongnya.

Mereka kelihatan gelisah. Hatinya berdebaran menguatirkan akan keselamatan pemuda pujaannya.

"Kau dengar dahulu aku cerita habis" kata Kim Toa Lip pada puterinya, sambil urut-urut jenggotnya. "Aku lihat dengan mata kepala sendiri, senjatanya Ceng Ciau amblas dalam mulutnya Tiong Jong rupanya dia punya gigi ada beberapa buah yang rontok karena terkena serangan Ceng Ciauw... "

" celaka" Seng Giok Cin dan Kim Hong Sio mengeluh dalam hatinya masing-masing.

Tapi tidak ada yang menyelak dalam lanjutan kata-katanya Kim Pocu yang jail itu, mereka mendengarkan terus dengan hati berdebaran.

"Ya.... Tiong Jong sudah mati karena senjata gelapnya ceng ciauw. Senjata nikow tua itu sangat berbisa, rasanya si. "Dewi obat, Kong Yat Sin meski datang menolong juga tidak dapat mencegah melayang jiwa Tiong Jong." Dua gadis jelita itu rasakan hatinya seperti mencelos.

Tiong Jong sudah mati, apa betul? Mereka masih belum mau percaya, mereka memang tidak mau percaya, kalau tidak dengan kepala sendiri menyaksikan pemuda pujaannya itu binasa.

"Apa kabar penting yang dimaksudkan pekhu itu tentang binasanya Tiong Jong?"

"Ya, betul" jawab Kim Toa Lip sambi anggukan kepalanya.

Dua gadis jelita itu rupanya tahan hatinya menerima kabar buruk itu, karena masing-masing masih dalam ragu-ragu untuk mempercayai kebenarannya kalau tidak dengan mata sendiri melihatnya kematian Tiong Jong.

Wajahnya mereka hanya sebentaran saja berubah, kemudian tampak tenang kembali hingga membuat batinya Kim Toa Lip menjadi lega, karena sebermula ia menduga kabar buruk tentang Tiong Jong yang disampaikannya itu akan membuat mereka mengalami yang tidak diingini.

"Tempo hari aku pernah meramalkan anak muda itu panjang umur, bahkan ia akan menjadi seorang ternama dikemudian hari. Tapi tidak dinyana ia ternyata telah menemukan kematiannya secara demikian, untuk selanjutnya aku tidak mau meramalkan lagi orang punya umur." demikian Kim Toa Lip berkata, seolah-olah berkelakar sambil melirik pada puterinya.

Tapi nona Kim kelihatan tidak segembira seperti semula sebelumnya ia mendengar kabar tentang kematiannya Ho Tiong Jong, malah tampak lesu. Perkataannya sang ayah ia sambut dengan adem saja.

"Ya, serangan yang diterima Tiong Jong itu. memang hebat sekali," kata pula Kim Toa Iip. "sayang sebelumnya nikouw itu kena kita bekuk, ada menyelak sinenek Ciauw dengan tiba-tiba hingga ia bisa lolos dari kepungan kita."

"Hmm." terdengar Seng Eng menggeram, "semua jago-jago sudah pada bergerak. Tapi tidak ada satujago boleh menghina kita".

"Tapi laote," kata Kim Toa Lip. "urusan mereka itu memang tidak menjadi soal apa-apa, hanya dikuatirkan gurunya si nikow itu Ya Sin Bo yang amat jahat. Kalau dia turun tangan membela muridnya kita boleh runyam. Semua urusan yang kita kerjakan dapat di kacaukan olehnya. Apa tidak lebih baik kita pancing keluar itu kakek dari goa Pek-cong-tong supaya dia berhantam dengan sinenek yang memang ada musuh buyutnya."

Mereka lalu berunding mencari akal bagaimana baiknya supaya dapat memancing pada kakek aneh itu kemudian biar kita bertempur dengan Ya Sin Bo. Biarkan salah satu ada yang mati, berarti hilangnya satu rintangan untuk komplotannya.

Tiba-tiba Co Goan Liang majukan diri, menyatakan ingin mencoba-coba untuk memancing keluar kakek dari goa- Pek cong tong.

Hal mana membikin Kim Pocu merasa girang, sebab co Goan Liang ada putranya co Tong Kang, kalau anaknya kenapa- napa tentu co Tong Kang iuga tidak tinggal diam.

co Tong Kang tentu akan bertempur mati-matian dengan si kakek Souw Kie Han-kesudahannya siapa yang mati masa bodo, kalau co Tong Kang berani, hilang lagi satu lawan dalam usaha mereka mengatasi rimba persilatan-

Dalam "Perserikatan Benteng-perkampungan- meskipun sudah retak. tapi masing-masing belum mengunjukkan terang-terangan, satu sama lain dengan diam-diam mengatur akalnya sendiri-sendiri untuk menjatuhkan saingannya. Jadi co Tong Kang mati, berarti hilang satu Pocu saingan"

"Kalau engko Liang pergi, aku juga mau turut " tiba-tiba nona Kim nyeletuk. Kim Toa Lip. Seng Pocu menjadi kaget.

"Kau mau apa kesana?" tegur Seng Pocu.

"Akan membantu engko Liang mengerubuti si kakek." jawab nona Kim.

-oooOwOooo-

"TIDAK, nanti aku pikir lagi. Urusan ini tak perlu tergesa-gesa dilakukan, tak begitu penting" kata pula pocu dari Seng Kee Po.

Seng Eng rupanya tidak senang Kim Hong Jie menempuh bahaya ikut-ikutan dengan co Goan Liang.

Pikiran Pocu dari Seng Kee Po ini sama dengan mulutnya sudah didahului oleh kawannya. Kim Hong Jin dan co Goen Liang membungkam. Mereka tidak membantah putusannya Seng Pocu.

Kim Hong Jie makanya berlaku nekad hendak pergi bersama-sama dengan co Goen Lian, lantaran pikirannya menjadiputus asa dengan kematian Ho Tiong Jong pemuda pujaannya.

Ia pikir, tanpa Ho Tiong Jong, untuk apa ia hidup lama-lama dalam dunia, maka lebih baik ia mati sekali ditangannya si kakek aneh supaya rokhnya dapat menyusul Ho Tiong Jong yang sudah pergi lebih dahulu..

Kita kembali menuturkan tiga pemuda yang mengadakan perlombaan-

Kong Soe Jin dan Kong soe Tek tampak sudah berada dipuncak gunung Hui cui-san yang menjulang tinggi. Berdua telah meneliti sekitar tempat itu, melihat kebawah umpak serentetan gunung-gunung kecil sama sekali tidak kedapatan ada sawah dan ladang.

Dari puncak Hui- cui-san tampak lembah Liusoa kok (lembah pasir berjalan) yang dikelilingi oleh gunung-gunung kecil, yalah daerah yang akan dikunjungi oleh tiga pemuda yang berlomba hendak mengambil batu kumala hangat untuk dihadiahkan kepada nona Kim Hong Jie.

Di lembah itu ada terbentang padang pasir yang angker. Yalah orang yang datang ke situ dansalah menginjak kakinya niscaya akan amblas kedalam pasir itu dan tidak dapat ketolongan lagi jiwanya. Bukan saja manusia, juga binatang liar yang salah menginjakkan kakinya akan ambles dikubur oleh pasir.

Siapapun yang datang ketempat itu belum tentu dapat pulang dengan selamat.

Dua saudara Kong itu memandang dengan hati berdebaran ketempat yang bakal dilaluinya oleh Keng soe Tek. Terdengar Kong Soe Jin menghela napas dan sambil menunjuk dengan jarinya berkata pada adiknya.

"Sute, itulah yang dinamai lembah Liu-soa-kok, yang kau akan lalui. Kakek aneh itu tinggal menyepi dalam goa Pek cong tong dipuncak Sin ban leng. Kau harus waspada betul betul. Kalau kiranya tidak ungkulan lebih baik kau balik dengan tangan hampa saja daripada binasa ditempat itu yang tidak ada artinya sama sekali,"

"Kau keliru toako" sang adik menjawab. "Satu laki-laki tidak gentar menempuh bahaya, itulah baru satu jantan tulen. Kenapa kita harus takuti mati? Kalau kita sudah di takdirkan mati, dimanapun kita harus mati. Kau legakan hatimu, aku tidak membuat kecewa namanya suhu."

Jawaban ini berada diluar dugaannya sang engko, Kong Soe Jin menjadi merasa jengah sendirinya, mendengar kata-katanya sang adik yang demikian mantap Meskipun begitu tetap Kong Soe Jin tak tega melepas adiknya. Dalam perjalanan turun gunung, kembali Kong Soe Jin berkata.

"Sute, kau dengan aku ada saudara sekandung, maka tidak perlu kita malu-malu bicara. Terus terang saja aku merasa tak tega melepaskan kau mengunjungi tempat yang berbahaya itu. Usulku, lebih baik kau batalkan saja perlombaan ini dan marilah kita cari tempat sembunyi. Besok pagi-pagi baru kita pulang. Tentu tidak seorang pun yang mengetahui perbuatanmu. . . "

"Hei, toako." memotong Kong soe Tek, "perbuatan ini membuat malu suhu kita, yang waktu ini namanya sedang harumnya dalam kalangan kangouw. Dengan berbuat begitu juga berarti aku tidak memperhatikan pada Kim Hong Jie."

Wajahnya Kong Soe Jin berubah mendengar disebutnya Kim Hong Jie.

Ia bersenyum pada adiknya. "Sute, kalau hatimu naksir pada nona Kim, aku juga tidak bisa kata apa apa atas niatanmu." Katanya dengan nada suara menyayang. "Hanya aku pesan, harap Ialah kau berlaku hati-hati dan dapat kembali dengan selamat. Aku akan menunggu kau disana, digunung yang tinggi itu." sambil menunjuk kesebuah gunung. "orang tidak akan melihat pada

kita."

Kong soe Tek anggukkan kepalanya.

Dua saudara yang terkenal dengan julukannya im- yang Siang-kiam itu, memang ada besar cintanya satu dengan yang lain, tidak heran kalau perpisahannya itu membuat keduanya merasa berat.

Posting Komentar