“Orang muda yang menjadi keras karena banyak menderita! Bhe Kwan Bu apakah dengan pendapatmu itu kau mau mengatakan bahwa perbuatanmu sekarang ini pun atas tanggung jawabmu sendiri?”
“Tentu saja. totiang. Segala yang saya lakukan akan saya pertanggungjawabkan sendiri.” jawab Kwan Bu dengan tenang.
“Bagus, pinto (aku) bertanya demikian hanya untuk menjaga agar kelak Pat-jiu Lo-koai tidak akan menganggap pinto seorang tua tak tahu diri menindas yang muda. Nah, Bhe Kwan Bu. sekarang katakanlah apa kehendakmu menghadang rombongan Bu-tong-pai sekarang ini?”
“Maaf, totiang.” Sesungguhnya diantara Bu-tong-pai dan saya tidak ada permusuhan sesuatu, juga saya tidak sekali-kali berani mencari permusuhan dengan Bu-tong-pai. Akan tetapi, karena melihat bahwa saudara Kwee Cin menjadi tawanan totang. maka terpaksa saya memberanikan diri untuk mohon kebebasan bagi saudara Kwee Cin itu.”
“Susiok, harap jangan terlalu merendahkan diri melayani seorang bodoh sombong macam ini!” Tiba- tiba Hek I Kim Hiap Lauw Tik Hiong berkata, kemudian menoleh kepada Kwan Bu membentak.
“Heh bocah sombong! Bicaramu halus akan tetapi mengandung kepalsuan. Kwee Cin ini adalah seorang anak murid Bu-tong-pai, Karena pergaulannya dengan orang seperti engkau maka dia sampai berani menyeleweng mengkhianati perguruannya sendiri dan menjadi murid murtad. Kami dari Bu-tong-pai kini turun tangan terhadap anak murid sendiri, ada sangkut pautnya apakah dengan engkau? Engkau terang-terangan menghadang dan hendak merampas anak murid Bu-tong-pai, masih berkata dengan halus tidak ingin bermusuhan, Masih bocah sudah suka bicara plintat-plintut macam ini. Tidak akan malukah yang menjadi gurunya?” Wajah Kwan Bu menjadi merah sekali. Tentu saja dia sendiripun tahu bahwa dalam hal ini. mengenai Kwee Cin, dia berada di pihak yang salah. Memang tidak patut sekali kalau ia mencampuri urusan dalam partai besar seperti Bu-tong- pai.
“Kwan Bu, dan juga engkau, nona, kuminta dengan sangat sukalah mundur saja dan jangan mencoba mencampuri urusan Bu-tong-pai. Aku ditangkap oleh susiok-kong karena memang bersalah dan aku bersedia mengakui kesalahanku di depan pengadilan Bu-tong-pai. Harap jiwi (kalian berdua) jangan melibatkan diri. Terutama engkau, nona Giok Lan..?”
Biarpun mulutnya berkata demikian namun baik Kwan Bu maupun Giok Lan maklum bahwa di dalam hatinya Kwee Cin sengaja mengeluarkan kata-kata demikian hanya untuk melindungi mereka berdua karena agaknya Kwee Cin khawatir bahwa bentrokan antara mereka dengan pihak Bu-tong-pai yang diperkuat oleh tosu itu amat membahayakan keselamatan Kwan Bu dan Giok Lan. Kalau Kwan Bu menjadi merah mukanya karena merasa salah, sebaliknya Giok Lan menjadi marah sekali mendengar ucapan Lauw Tik Hiong yang kasar, Ia melangkah maju, menudingkan telunjuknya ke arah muka kakek Bu-tong-pai itu sambil berkata.
“Eh, kau orang tua kalau bicara seenak perutmu sendiri saja! Aku mendengar julukanmu adalah Hek I Kim Hiap. Pendekar Pedang Baju Hitam, ternyata yang hitam bukan hanya bajumu, melainkan juga pikiran dan hatimu. Sedangkan julukan pendekar hanya menjadi hiasan belaka untuk menjual tampang. Aku mendengar pula bahwa Bu-tong-pai adalah perkumpulan orang-orang gagah yang menyebut diri pendekar-pendekar, Sekarang aku hendak bertanya, apa sih artinya pendekar kalau sikapnya seperti kalian ini? bukankah pendekar itu orang-orang gagah yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan yang selalu turun tangan membela orang-orang lemah yang tak berdosa tertindas oleh mereka yang kuat dan sewenang-wenang? Bukankah pendekar itu orang yang tidak mengingat akan jasanya, melainkan selalu ingat akan budi orang lain, Kalian hendak mencelakai dan menghina seorang wanita seperti aku, hanya karena kebetulan aku ini adik kandung mendiang kakakku Phoa Siok Lun, Kalian juga memusuhi kakak Kwan Bu hanya karena menuduh dia bersekongkol dengan orang-orangnya kerajaan tanpa penyelidikan lebih dahulu!”
“Perempuan rendah bermulut lancang!” Hek I Kim Hiap membentak dan begitu tangannya bergerak sebatang pedang telah berada di tangan itu dan sinar terang dari pedang yang berkelebat menyambar menyilaukan mata. Sinar pedang itu berkelebat ke arah Giok Lan,
“Trannggg..!!” Hek I Kim Hiap Lauw Tik Hiong terkejut sekali dan cepat menarik kembali pedangnya.
“Trakkkk!”.Juga Kwan Bu menarik pedangnya yang tadi menangkis pedang Hek I Kim Hiap akan tetapi pada detik berikutnya telah membalik oleh benturan tongkat bambu tosu tua yang entah kapan tahu-tahu telah menggerakkan bambunya itu dengan kekuatan dahsyat sehingga membuat tangan pemuda ini tergetar hebat.
“Siancai... kulihat pedangmu bersinar merah..?” Lian Khi Tosu mengangguk-angguk dan memandang ke arah gagang pedang Kwan Bu yang kini telah menyimpan kembali pedangnya. Biarpun tangkisan bambu itu tadi mengejutkannya, namun gerakan Kwan Bu mencabut pedang, menangkis dan menyimpannya kembali amatlah cepatnya sehingga yang tampak tadi hanyalah sinar merah seperti darah, Kalau tosu tua itu dapat mengenal pedang itu, hal ini membuktikan betapa tajam pandang mata kakek tokoh Bu-tong-pai ini, hingga Kwan Bu juga diam-diam menjadi kagum,
“Orang muda, bukanlah pedangmu itu pedang suhumu, pedang penuh dosa bergelimang darah manusia milik Pat-jiu Lo-koai yang disebut Toat-beng-kiam?” Panas juga hati Kwan Bu mendengar betapa pedangnya, pedang pemberian suhunya yang dianggapnya pedang keramat, dianggap oleh tosu ini pedang penuh dosa dan bergelimang darah manusia, Maka dengan suara tenang dan sikap dingin ia menjawab.
“Tidak salah. totiang. Pokiam (Pedang Pusaka) Toat-beng-kiam pemberian suhu ini adalah pedang yang bergelimang dengan darah manusia-manusia berdosa!”
“Hemm..!” Tosu itu mengelus jenggotnya.
“Kalau Pat-jiu Lo-koai sudah memberikan pedangnya padamu, tentu kepandaianmu sudah boleh juga,” ia menoleh pada Lauw Tik Hiong dan berkata dengan suara menegur. “Tidak perlu mempergunakan kekerasan sebelum pinto bicara,”
“Hik-hik, tampak belangnya sekarang. Masih ada pendekar gagah demikian kejam, darah dingin begitu saja hendak memenggal kepala seorang gadis tanpa memberi gadis itu kesempatan untuk bicara? Eh. pendekar pedang berpakaian dan berhati hitam! Apakah kau takut kalau rahasia busukmu kubongkar di depan paman gurumu?”
“Nona muda, mulutmu lebih tajam dari pada pedang pemberian suhu ini,” kata Loan Khi Tosu sambil memandang Giok Lan, “Tidak ada rahasia busuk pada anak murid Bu-tong-pai yang terdiri dari pada patriot-patriot sejati. Hayo katakan apakah maksudmu tadi menyatakan bahwa anak murid Bu-tong- pai hendak menghina seorang wanita muda seperti engkau?” “Totiang yang baik. Totiang adalah seorang tua yang pantas menjadi kakekku, amatlah baik kalau aku tidak bicara dan totiang tidak percaya. Karena itu, harap kau orang tua suka bertanya kepada murid keponakanmu ini, si pendekar pedang berjantung hitam. apakah yang ia lakukan terhadap aku ketika dia berhasil menawan aku dan menawan pula ibu kakak Kwan Bu, Mari kita dengarkan bersama dan harap totiang yang bijaksana dapat mempertimbangkan, apakah patut dia memakai julukan pendekar dan menganggap kami ini orang-orang jahat dan rendah.”
“Nona Phoa.... kuminta, harap nona meninggalkan tempat ini, demi keselamatanmu sendiri...!” Kwee Cin kembali berkata dan tosu tua itu menjadi marah lalu membentak,