“Berurusan dengan dia sama denga berurusan dengan aku! Hayo majulah, aku tidak takut kepadamu!”
“Akupun tidak takut kepadamu, akan tetapi aku tidak mempunyai urusan denganmu.” Jawab laki-laki itu. Kwan Bu menjadi girang sekali ketika mendengar nama pemuda itu, ketika ia melihat bahwa Giok Lan dengan galak hendak menyerang lagi, ia sudah melayang turun sambil berkata.
“Lan-moi, tahan......!” Giok Lan mengurungkan niatnya menyerang, akan tetapi ia memandang ke arah Kwee Cin dengan mata menyala merah. Kwan Bu lalu memegang lengannya dan berkata. “Dia ini sahabatku, dia Kwee-kongcu, murid mendiang Bu Taihiap.” “Bagus, kalau begitu dia ini perampok yang harus dibunuh!” Giok Lan meronta dan hendak menerjang lagi, akan tetapi dicegah Kwan Bu yang memegang lengannya sedangkan Kwee Cin balas membentak,
“Siapa bilang aku perampok. Ngawur saja!”
“Engkau murid pemberontak Bu Keng Liong dan semua pemberontak adalah kawanan perampok!” bentak pula Giok Lan. Melihat keadaannya makin panas, Kwan Bu lalu berbisik kepada gadis itu.
“Lan-moi. Serahkan dia ini kepadaku. Kuminta kau cepat menjaga ibuku, siapa tahu ada orang jahat yang akan memasuki kamarnya dan mengganggunya.” Giok Lan kaget. Memang tadi ia meninggalkan Nyonya itu sendirian di kamar, maka ia mengangguk dan meloncat pergi. Akan tetapi, ia membalikkan mukanya dan berkata kepada Kwan Bu.
“Koko, kau wakili aku memenggal lehernya dan jangan lupa untuk mengerat sepasang bibirnya untukku sebagai hukuman kekurang ajarannya telah memaki aku seperti kucing!”
“Wah, agaknya kau suka sekali kepada bibirku, ya?” Kwee Cin yang panas perutnya balas mengejek. Gadis itu marah dan membuat gerakan hendak membalik. Akan tetapi teringat akan ibu Kwan Bu dan setelah membanting kakinya ia lalu meloncat ke dalam bangunan rumah penginapan itu.
“Saudara Kwee Cin! Betapa gembira hatiku setelah mengenal suaramu. Kukira siapa yang sedang ribut-ribut dengan nona Phoa Giok Lan. Ada keperluan apakah engkau malam-malam mencariku?” Kwan Bu segera melangkah maju menghampiri murid bekas majikannya itu.
“Bhe Kwan Bu, aku tahu bahwa engkau bukanlah lawanku. Akan tetapi aku siap untuk mati di tanganmu demi dharma baktiku kepada mendiang suhu! Aku datang mencarimu di Kwan-im-bio di Hwi-cun, mendengar akan keberangkatanmu dan mengejar sampai di sini, sengaja mencarimu untuk kutentang mengadu nyawa! Engkau telah menyebabkan kematian suhu, menyebabkan sumoi menderita dan karena aku tidak mempunyai apa-apa untuk membalas budi suhu, biarlah kubalas dengan pembelaan disertai taruhan nyawaku!” Ucapan Kwee Cin terdengar tegas dan diam-diam amat kagumlah hati Kwan Bu. Pemuda tampan di depannya ini benar-benar seorang yang jantan, alangkah jauh bedanya dengan Liu Kong! Akan tetapi kini pemuda ini menuduhnya dan menantangnya, ia menghela napas duka dan menjawab.
“Ah, saudara Kwee Cin, mengapa kau juga menjatuhkan fitnah atas diriku? Mengapa engkau juga menjadi seorang diantara mereka yang membenciku tanpa sebab? Engkau yang tadinya kuanggap satu-satunya orang disamping Bu Taihiap yang berpemandangan luas dan jujur? Mengapa kau mengatakan bahwa aku yang menjadi sebab kematian Bu Taihiap?”
“Kalau lain mulut yang mengatakan, mungkin aku akan berpikir sepuluh kali lebih dahulu sebelum mempercayainya, akan tetapi aku mendengar sendiri dari sumoi yang hancur hatinya. Engkau yang menyerbu ke Hek-kwi-san di mana mendiang suhu dan kawan-kawannya berada dan engkau yang membawa datang para pengawal kerajaan sehingga mereka semua terbasmi habis, termasuk suhu.”
“Tahukah engkau mengapa nona Siang Hwi sendiri tidak sampai tewas?”
“Sumoi terlalu hancur hatinya sehingga tidak menceritakan tentang dirinya. Yang penting sekarang, katakanlah, Bhe Kwan Bu, sebagai seorang laki-laki sejati tidak benarkah apa yang diceritakan sumoi kepadaku!” “Memang benar, akan tetapi engkau mendengar dan mengetahui ekornya tidak mengetahui kepalanya. Aku memang datang menyerbu Hek-kwi-san, akan tetapi sama sekali tidak mempunyai urusan dengan para pembe eh, para pejuang yang berkumpul di sana. Bahkan tidak menyangka
akan bertemu dengan mendiang Bu Taihiap yang entah bagaimana telah bekerjasama dengan mereka itu di sana. Aku datang ke Hek-kwi-san untuk mencari Sin-to Hek-kwi, karena aku kira dia adalah musuh besar keluargaku yang kucari-cari. Ternyata bukan, akan tetapi karena dia seorang kepala rampok yang jahat dan telah mencurangi aku, maka dia telah tewas di tanganku. Sungguh tak kusangka bahwa para pejuang itu, termasuk Bu Taihiap akan membela kepala rampok itu. Dan lebih- lebih tak kusangka adalah pada malam itu muncul para pengawal yang menyerbu ke Hek-kwi-san sehingga terjadinya perang yang mengakibatkan tewasnya para pejuang, termasuk Bu Taihiap.”
“Dan suheng serta sucimu menyertai para pengawal!”
“Benar, dan hal ini adalah urusan mereka. Aku sendiri tidak berhubungan dengan para pengawal. Mereka terbunuh, Bu-Siocia tertawan akan tetapi berhasil kumintakan kebebasan sehingga dia tidak terganggu.”
“Perbuatan pura-pura! Sungguhpun sumoi tidak pernah menceritakan bahwa dia dibebaskan karena permintaanmu, namun sumoi menceritakan betapa dia telah ditawan kembali, dan hampir diperkosa suhengmu yang rendah budi itu kalau saja tidak ditolong dan dibebaskan oleh Liu-suheng sehingga Liu-suheng mengorbankan nyawanya terbunuh oleh suhengmu!”