Lin Lin menyesal bukan main.
"Wah, aku salah. Kalau begitu boleh ditukar. Permintaan pertama itu kutukar dengan permintaan ini dan.."
"Cukup. Aku tidak mau bicara lagi. Sekarang kau kembali ke kuil dan besok aku akan menjemputmu, kita bersama berangkat ke Nan-cao"
Setelah berkata demikian, kedua tangannya bergerak dan.. tiba-tiba semua lampu penerangan di dalam ruangan itu padam.
"Ikuti aku keluar.."
Bayangan hitam itu berkata perlahan. Lin Lin terpaksa mengikuti dan ternyata mereka keluar dari pintu samping yang ditutup kembali oleh Suling Emas dari luar. Orang aneh itu sekali bergerak sudah melompat tinggi dan ternyata ia menyambar benderanya di atas genteng, lalu melayang turun lagi. Gerakannya demikian ringan dan cepat laksana seekor burung garuda terbang melayang saja, membuat Lin Lin kagum bukan main. Suling Emas bergerak lagi dan Lin Lin mengikuti terus.
Dapat dibayangkan betapa heran dan kagumnya hati Lin Lin ketika Suling Emas membawanya keluar dari lingkungan istana itu dengan enak saja, berjalan melalui jalan di antara gedung-gedung besar, kemudian menerobos keluar dari pintu gerbang. Para penjaga yang berada di situ, terang melihat mereka berdua, akan tetapi jangankan mengganggu, berkata sepatah pun tidak seakan-akan Suling Emas dan Lin Lin merupakan dua sosok bayangan yang tidak tampak oleh mereka. Setibanya di luar, Suling Emas berkata,
"Nah, selamat malam. Besok kujemput di kuil,"
Begitu habis kata-katanya orangnya pun lenyap. Bukan main, pikir Lin Lin. Lebih hebat lagi, ia sudah berhasil "menundukkan"
Orang luar biasa macam itu. Mulai besok, dia akan melakukan perjalanan jauh bersama Suling Emas. Lin Lin berjingkrak-jingkrak dan berlari-lari cepat sekali. Ingin ia lekas-lekas sampai di kuil untuk menceritakan hal yang amat membanggakan hatinya itu kepada encinya. Betapa akan terlongong heran enci Sian Erg, bisik debar jantung Lin Lin. Akan tetapi alangkah heran dan kemudian bingung hatinya ketika ia tiba di kuli, Sian Eng ternyata tidak berada di situ. Para hwesio yang ditanyainya menerangkan bahwa encinya itu pergi meninggalkan kuil tidak lama setelah Lin Lin pergi petang tadi.
"Pinceng semua tidak tahu ke mana perginya, dia tidak meninggalkan pesan dan pinceng tidak berani bertanya."
Memang para hwesio di kuil itu amat menghormati Sian Eng dan hal ini adalah karena yang membawa datang gadis itu adalah Suling Emas.
Tergesa-gesa Lin Lin memasuki kamar di sebelah belakang kuil itu. Kamar itu kosong dan hatinya tidak enak sekali rasanya ketika melihat bahwa bukan hanya Sian Eng yang lenyap dari kamar itu, melainkan bungkusan pakaian encinya, juga pedangnya, turut lenyap. Hal ini hanya berarti bahwa encinya memang sengaja pergi dari situ. Bukan pergi dekat-dekatan saja, melainkan pergi melakukan perjalan jauh, karena kalau tidak demikian, apa perlunya membawa-bawa bekal pakaian. Akan tetapi, kalau benar demikian, mana bisa jadi? Masa encinya pergi jauh tanpa memberi tahu kepadanya? Hanya satu hal yang melegakan hatinya. Agaknya encinya itu tidak diculik orang atau dibawa pergi orang dengan kekerasan, karena kalau demikian hainya, tentu encinya tidak membawa serta pakaiannya.
Lin Lin semalam tak dapat tidur. Baru saja bertemu dengan encinya, sekarang ia ditinggal pergi lagi dengan aneh. Sekali lagi ia berpisah dari Bu Sin dan Sian Eng, tanpa mengetahui di mana adanya mereka berdua. Diam-diam Lin Lin mendongkol sekali. Mengapa Sian Eng meninggalkannya begitu saja? Ada rahasia apakah di balik perbuatan yang amat ganjil ini? Hatinya baru tenteram dan kebingungannya berkurang banyak kalau ia teringat akan Suling Emas. Orang itu hebat, kepandaiannya seperti setan. Sekarang ia sudah dapat "bersahabat"
Dengan Suling Emas, tentang lenyapnya Sian Eng, apa sih sukarnya bagi Suling Emas? Besok aku akan minta dia mencari Slan Eng lebih dulu, pikirnya. Akan tetapi segera ia teringat betapa aneh dan sukar watak Suling Emas. Belum tentu ia mau menuruti permintaannya, buktinya, ditanya nama sesungguhnya saja tidak mau memberi tahu. Lin Lin bersungut-sungut dan duduk termenung di dalam kamarnya tak dapat tidur.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali seorang hwesio pelayan memberi tahu bahwa ada seorang tamu mencarinya. Lin Lin meloncat dari pembaringan, langsung keluar dari dalam kamar. Dengan rambut kusut dan wajah gelisah ia berlari keluar untuk menyambut Suling Emas dan cepat bercerita tentang lenyapnya Sian Eng. Akan tetapi wajahnya berubah ketika ia melihat bahwa laki-laki yang duduk di ruangan depan itu sama sekali bukan Suling Emas yang diharap-harap kedatangannya, melainkan Lie Bok Liong. Akan tetapi, hanya sebentar saja rasa kecewa ini menekan hatinya, karena ia segera meraih harapan bahwa sahabat ini berhasil mendapat tahu tentang di mana adanya Bu Sin kakaknya.
"Liong-twako, bagaimana dengan Sin-ko? Sudah tahukah kau di mana adanya Sin-ko?"
Sejenak Bok Liong menatap wajah dengan rambut kusut itu dengan hati berguncang. Selama dua hari berpisah dari Lin Lin, makin terasalah ia betapa ia tak mungkin dapat terpisah dari gadis ini. Yang dua hari itu ia merasakan siksaan batin yang kosong dan sunyi, akibat daripada kebahagiaan yang selama ini ia rasai di dekat Lin Lin telah direnggutkan dari padanya. Betapa rindunya kepada dara itu, akan tetapi ia menguatkan hati dan dengan tekun ia mencari keterangan tentang diri kakak nona itu sampai keluar kota raja.
Harus diakui bahwa pemuda ini mempunyai hubungan yang amat luas dan di sekitar kota raja, boleh dibilang di setiap dusun dan kota ia tentu mengenal seorang tokoh. Inilah sebabnya mengapa dalam waktu dua hari saja ia telah berhasil dalam penyelidikannya dan dengan hati girang pagi-pagi itu ia menuju ke kuil. Selama dua hari ini ia tidak pernah beristirahat dan dalam hal wajah dan rambut kusut agaknya ia tidak usah kalah oleh Lin Lin"
Mendengar pertanyaan membanjir keluar dari mulut dara pujaan hatinya itu, ia tersenyum girang. Namun hanya sebentar saja ia tersenyum karena ia segera teringat bahwa biarpun ia sudah berhasil mendapatkan berita tentang Bu Sin, namun bukanlah berita baik yang dapat disampaikan kepada Lin Lin dengan senyum gembira"
"Lin-moi, aku sudah berhasil mendengar berita tentang kakakmu itu, akan tetapi sebelumnya kuharap kau akan tenang dan percayalah kepadaku bahwa aku selalu akan membantumu mencari dan menyusul kakakmu, biarpun untuk itu aku harus menyeberangi samudera api.."
"Aku tahu kau akan membantuku, tapi bukan itu yang ingin kudengar. Lekas katakan, bagaimana dengan Sin-ko?"
Lin Lin memotong, habis sabar.
"Menurut kabar yang kudapat, agaknya kakakmu itu terjatuh ke dalam tangan Siang-mou Sin-ni, Si Iblis Betina yang amat lihai. Tapi percayalah, kakakmu tidak dibunuh. Aku sudah cukup mengenal watak iblis betina itu. Dia sedang meyakinkan sebuah ilmu hitam yang amat ganas dan syaratnya adalah menghisap darah jejaka hidup-hidup. Banyak sudah yang menjadi korbannya dan aku yakin bahwa kakakmu tidak menjadi korbannya karena biasanya ia meninggalkan mayat laki-laki yang dihisapnya sampai mati. Kakakmu lenyap dan jejaknya menyatakan bahwa dia dijadikan tawanan Siang-mou Sin-ni. Menurut keterangan yang kukumpulkan, aku tahu bahwa iblis itu pergi ke Nan-cao untuk menghadiri perayaan Agama Beng-kauw. Maka, tenanglah dan mari kau ikut denganku ke Nan-cao, kita kejar siluman itu dan dengan tenaga kita berdua, kiraku kita akan dapat merampas kembali kakakmu."
Mendengar cerita Bok Liong, Lin Lin terkejut sekali. Akan tetapi otaknya bekerja dan ia segera menjawab,
"Liong-twako, kau benar-benar baik sekali. Terima kasih atas pertolonganmu. Karena sudah jelas bahwa Sin-ko ditawan Siang-mou Sin-ni dan dibawa ke Nan-cao, biarlah aku sendiri yang akan mengejar iblis itu dan merampas Sin-ko."
"Wah, kau tidak tahu"
Siang-mou Sin-ni adalah seorang di antara Thian-te Liok-koai, seorang di antara Enam Iblis yang kepandaiannya luar biasa sekali, tidak di sebelah bawah tingkat It-gan Kai-ong"
"Apakah lebih sakti daripada Suling Emas?"
Tanya Lin Lin dengan sikap dingin, seakan-akan ucapan Bok Liong tadi "bukan apa-apa"
Baginya.
"Kalau dengan dia.. ah.. sukar dikatakan.."
"Nah, menghadapi Suling Emas saja aku tidak takut. Apalagi segala macam manusia iblis seperti Siang-mou Sin-ni? Liong-twako, harap kau jangan banyak membantah. Bukankah kau sudah bilang bahwa kau suka sekali membantu dan menolongku?"
"Tentu saja. Karena itulah aku akan mengantarmu mengejarnya."
"Tidak, Twako. Kau tidak tahu. Kita membagi tugas sekarang. Ketahuilah bahwa Enci Sian Eng juga lenyap. Baru malam tadi ia lenyap."
"Apa..?"
Bok Liong berseru kaget dan memandang dengan mata terbelalak, lalu menggaruk-garuk belakang telinga yang tidak gatal. Benar-benar tiga saudara ini orang-orang yang aneh sekali, selalu lenyap seperti barang kecil berharga saja. Apakah mereka itu tidak mampu menjaga diri sendiri sehingga mudah hilang?
"Karena itulah, Twako. Aku minta bantuanmu sekarang, kuminta sungguh-sungguh agar supaya kau suka mencari jejak Enci Sian Eng. Kalau kau sudah dapat menemukannya dan dia dalam keadaan selamat, barulah kau boleh menyusulku. Aku akan mengejar jejak Sin-ko yang diculik iblis betina itu."
Sebenarnya Bok Liong kecewa sekali, akan tetapi tentu saja ia tidak dapat menolak, apalagi dara pujaan hatinya itu mengajukan permintaan dengan suara penuh permohonan dan sinar mata mengharap.
"Baiklah, aku akan cepat mencari dan menemukannya, kemudian aku akan menyusulmu ke Nan-cao. Kuharap saja kau tidak akan berjumpa dengan Siang-mou Sin-ni sebelum aku berada di dekatmu untuk membantu."
Bok Liong berpamit dan keluar dari situ, akan tetapi sampai di pintu ia menengok dan suaranya menggetar ketika ia berkata,
"Lin-moi, kau melakukan perjalanan seorang diri mengejar orang sejahat iblis, kau berhati-hatilah, jaga dirimu baik-baik."
Lin Lin tersenyum. Ia menganggap pemuda ini baik sekali kepadanya, seperti kakak sendiri. Tentu saja ia tidak dapat menduga bahwa suara tadi keluar dari lubuk hati dan mengandung rasa kasih yang besar dan mendalam.
"Oya, Twako, kau lupa. Kalau kau bertemu dengan Enci Sian Eng, kau harus ajak dia sekalian menyusulku. Sekali lagi terima kasih, Liong-twako. Kau seorang yang amat baik dan aku takkan melupakan budimu."
Tentu saja hati Bok Liong menjadi girang bukan main. Dara pujaannya itu takkan melupakan budinya. Bukankah ini merupakan sebuah janji tersembunyi, Sama sekali pemuda yang jujur ini tidak tahu bahwa di dalam hati Lin Lin, gadis ini mengharapkan terangkapnya hati encinya dengan pemuda yang amat baik dan gagah ini. Baru saja Bok Liong pergi, terdengar suara,
"Dia telah bersikap baik sekali, tapi yang dibaiki tidak tahu diri"
Lin Lin cepat menengok dan.. Suling Emas telah berdiri di situ. Seketika kegelisahan yang membayangi wajah cantik itu lenyap terganti cahaya berseri pada matanya dan warna merah pada kedua pipinya.
"Apa kau bilang? Liong-twako memang baik sekali orangnya dan siapa bilang aku tidak tahu diri?"
Suling Emas menarik napas panjang, menyembunyikan gelora dadanya yang aneh sekali baginya. Mengapa melihat wajah gadis cilik ini di waktu pagi, mengingatkan ia akan setangkai bunga mawar dalam hutan yang masih basah oleh embun pagi dan yang selalu mendatangkan rasa aman tenteram di hatinya? Lalu katanya acuh tak acuh agar gelora hatinya terselimut,
"Dia cinta padamu dan menghendaki kau pergi bersamanya. Ah, kau suka menyiksa hati orang.."
Sepasang pipi itu menjadi makin merah dan jantung Lin Lin berdebar. Seperti dibuka kedua matanya oleh ucapan Suling Emas ini. Lie Bok Liong mencintanya? Ucapan tentang cinta ini membuat ia memandang Suling Emas lebih teliti lagi, karena perasaan wanitanya membuka rahasia hatinya sendiri. Bok Liong boleh seribu kali mencintanya, akan tetapi ia hanya dapat mencinta seorang saja, yaitu.. Suling Emas. Lin Lin terkejut dan sekuat tenaga batinnya menolak perasaan ini, membantah, namun ia hanya berhasil melawannya pada lahirnya belaka, adapun hatinya makin erat terpikat dan terikat, makin hebat terlihat jaring cinta kasih.
"Siapa peduli tentang.. cin.. cinta? Bagaimana kau menuduh secara buta tuli bahwa aku menyiksa hati orang? Hanya Liong-twako yang kupercaya penuh untuk mencari Enci Sian Eng yang lenyap.."
"Lenyap..?"
Suling Emas memandang tajam.
"Hemmm, kau tidak tahu. Enci Eng pergi tanpa pamit, entah ke mana. Pakaian dan pedangnya dibawa, tentu pergi jauh. Aku minta tolong kepada Liong-twako untuk pergi mencarinya karena aku sendiri hendak pergi mengejar jejak Bu Sin koko yang diculik oleh Siang-mou Sin-ni."
"Apa..?"
Kali ini Suling Emas mengerutkan keningnya.
"Dari mana kau tahu?"