"Keparat kau Kwi Ong ! bahwa pedang Oey Liong Kiam selamanya selalu dipegang oleh jago silat dari daerah tengah. Mana mungkin kau akan menguasainya !” seru Shin Kai Lolo dengan surara lantang.
"Dengan alasan apa kau akan menguasai pedang Oey Liong Kiam ? Meskipun kau berhasil menemukan kitab pusaka Pek-seng-ki-su sekalipun kau tidak berhak untuk mengangkangi pedang pusaka itu, kau harus memperebutkannya terlebih dahulu dalam pertemuan Bu-Lim-ta-hwee “ seru Shin Kai Lolo dengan nada suara lantang dan berani.
Semua orang menganggukan kepala membenarkan perkataan nenek itu.
Tetapi Kwi Ong tampak merah wajahnya dan tertawa terbahak-bahak seperti orang kemasukan setan. Kemudian setelah mereda tertawanya maka dia lalu membentak kearah Shin Kai Lolo dan segenap jago silat yang berada ditempat itu. "Ha-ha-ha! Menurut pendapatmu pedang Oey Liong Kiam ini harus diperebutkan dalam pertemuan Bu-lim-ta-hwee? Baiklah! Saat ini ditempai ini telah berkumpul banyak sekali orang-orang gagah dari kalangan Bu-lim, Maka marilah kita anggap pertemuan ini pertemuan Bu-lim-ta-hwee. Siapa saja yang ingin mengadu kapandaiin atau ilmu denganku kupersilahkan maju! Ayo siapa yang ingin mengadu ilmu denganku majulah !” seru Kwi Ong dengan nada yang sangat menyakitkan hati orang-orang yang berada ditempat itu.
Shin Kai Lolo sama sekali tidak dapat menerima tantangan itu. Dia paling tidak tahan menerima hinaan dan tantangan. Maka segeralah dia melangkah maju kehadapan Kwi Ong lebih dekat lagi seraya membentak.
"Jangan sesumbar disini! Kau kira aku takut untuk menghadapi dirimu?” seru Shin Kai Lolo. Suasana menjadi sangat tegang, Semua jago-jago silat yang berada di tempat itu sebagian besar bahkan seluruhnya adalah memusuhi Kwi Ong bukan saja karena orang itu bersipat sombong dan memandang rendah ilmu orang lain, tetapi karena dia telah berani menghina para pendekar dari bagian lengah.
Kwi Ong adalah seorang pendekar dari daerah bagiai selatan.
"Hahaha!” Terdengar suara tertawa Kwi Ong nyaring dan menggetarkan bulu kuduk seram kedengarannya "Aku memang bermaksud untuk mengirimkan kau terlebih dahulu ke akherat, sekarang ternyata kau yang mendesakku untuk aku lekas bertindak!” Saat itu Shin Kai Lolo telah berdiri di atas kuda-kudanya yang telah siap untuk menyerang atau siap menerima serangan lawan. Nenek itu telah mengerahkan tenaga dalam, tetapi tiba-tiba Teng Siok Siat telah meloncat menghampiri suhunya. Kemudian membisikan sesuatu ketelinga nenek itu.
Tampaklah Shin Kai Lolo mengangguk.
Kemudian nenek itu berseru kepada muridnya.
"Baiklah kau jalan duluan ! Aku segera akan menyusul !” seru Shin Kai Lolo seraya meloncat menghampiri Eng Ciok Taysu.
Setelah nenek itu dekat dengan Eng Ciok Taysu maka nenek itu lalu membisikkan sesuatu ketelinga Taysu itu. Tampaklah Eng Ciok Taysu mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian Shin Kai Lolo berseru kepada Kwi Ong : "Hey orang biadab ! Hari ini memang belum takdirmu harus binasa ditanganku ! Kau masih dapat hidup selama beberapa hari lagi ! Karena ada urusan yang sangat penting, aku terpaksa harus berlalu dan kita dapat meneruskan urusan kita kemudian hari !” seru Shin Kai Lolo dengan sikap acuh dan merendahkan Kwi Ong. Selesai dengan ucapannya itu maka nenek Shm Kai Lolo segera meloncat meninggalkan arena itu yang diikuti Eng Ciok Taysu, Tie Kiam suseng, dan Siok Siat Shin Ni. Kwi Ong terhenyak dan gusar sebenarnya, tetapi dia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap lawannya yang telah menyatakan keberatan saat itu. Dia hanya mengerundel seorang diri sambil memandang kearah mereka yang telah meninggalkannya. Suatu teka-teki yang dimasudkan oleh Siok Siat membisikan sesuatu kepada suhunya. Apakah dia merasa khawatir kalau sampai suhunya terbinasa oleh Kwi Ong? Atau memang ada persoalan lain yang memang sangat penting? Semuanya itu memang merupakan teka-teki bagi para pendekar yang juga ikut dalam pertemuan dipinggir telaga Ang-tok-ouw itu. Mereka saling memandang sesama kawan. Kemudian mereka ikut berlari-lari dibelakang Siok Siat Shin Ni.
Murid Shin Kai Lolo telah berlari terlebih dahulu. Teng Sok Siat itu telah jauh meninggalkan rombongan orang-orang gagah menuju kesebuah pagoda yang terletak tiada jauh dari tempat mereka bertemu ditepian telaga Ang-tok-ouw.
Setelah nenek Shin Kai Lolo tiba didepan pintu pagoda, maka nenek itu menyuruhi Eng Ciok Taysu untuk menunggu diluar. Sedangkan dia langsung masuk kedalam pagoda. Begitu juga para pendekar lainnya menunggu dluar. Tiekiam-su-seng yang tidak mengetahui seluk beluknya dan hanya ikut-ikutan saja berlari ketempat itu mengikut jejak Eng Ciok Taysu maka segera menanyakan segala sesuatunya kepada Taysu itu.
"Laoko, ada urusan apakah semuanya ini ? Bolehkah aku mengetahui persoala yang sedang kita hadapi sekarang ini ? Karena aku mengikuti hanya secara membabi buta saja.” kata Tie-kiam-su-seng.
Eng Ciok Taysu sejenak menelan ludah, menatap Tie-kiam su-seng dan kemudian memperhatikan Siok Soat Shin Nie sebelum menjawab.
"Dulu aku pernah mengatakan bahwa aku akan merebut pedang pusaka Oey Liong Kiam, tetapi kalau sampai gagal usahaku itu maka aku akan berusaha terus demi kewibawaan partai Siauw-lim. Tetapi kalau memang untuk memperebutkan pedang Oey Liong Kiam itu sangat tidak mungkin maka aku akan berusaha untuk mencari kitan pusaka Pek-seng-ki-su. Kalau toh juga tidak berhasil, maka aku akan pergi ke gunung Hiong-san untuk menemui seorang jago silat yang maha sakti, yang saat ini telah bertapa digunung itu. Aku ingin berguru padanya !” kata Eng Ciok Taysu.
Sesaat lamanya tiada seorangpun yang menyambung kata-kata Taysu itu.
Mereka belum menemukan sasaran pertanyaan dan belum tahu kearah mana pembicaraan taysu itu. Karena lain jawaban yang telah diberikan oleh Eng Ciok Taysu dari pertanyaan Tie-kiam-suseng.
"Adik Tie-kiam-su-seng, kau telah memisahkan diri dari partai kita Siauw-lim dan telah mendirikan cabang persilatan sendiri. Tetapi walaupun bagaimana kau adalah berasal dari Siauw-lim juga. Kau benih dari Siauw-lim. Maka kaupun tentunya merasa tidak akan rela seandainya partai Siauw-lim hancur atau dihina orang ?” sambung Eng Ciok Taysu.
"Hemmm.. .” gumam Tie-kiam-suseng penuh perhatian memandang Eng Ciok Taysu yang sedang berbicara itu.
"Nah, oleh karena itu jatuhnya partai Siauw-lim juga mempengaruhi dirimu juga bukan ?” tanya Eng Ciok Taysu sambil menatap muka adik seperguruannya itu. "Ya” jawab Tie-kiam-su-seng mengangguk.
"Sekarang, kesimpulannya begini : apakah tidak ada baiknya seandainya Tiekiam digabungkan menjadi satu dengan Siauw-lim ? Sehingga partai persilatan kita menjadi kuat.. “ sambung Eng Ciok Taysu dan memandang wajah Tie-kiam suseng dengan penuh selidik.
Tetapi ketua partai cabang Tie-kiam itu diam sejenak. Kemudian tampak mengerutkan keningnya. Melipatkan bibirnya dan mengusap dengan keras dan penuh menggunakan perasaannya juga.
"Kalau persoalan itu.. yah, sebenarnya persoalan yang penting juga, artinya kita harus berpikir masak-masak. Maka aku tidak berani memutuskan dengan sembarangan” jawab Tie-kiam-su seng.
"Lalu ?” tanya Eng Ciok Taysu.
"Yah ? Aku akan mempertimbangkan dulu !” jawab Tie-kiam-su seng.
"Hemmm.. .” gumam Eng Ciok Taysu.
"Laoko, apakah yang dibisikan oleh nenek itu padamu ?” tanya Tie-kiam-su seng penuh kesungguhan. Eng Ciok Taysu tersenyum. Taysu itu tidak mau segera memberikan penjelasan, dia berkata dengan nada sabar.
"Tong Kiam Ciu masih sangat muda usianya. Begitu dia berkecimpung di kalangan Kang-ouw dengan ilmu silatnya yang lihay, sehingga dia mendapat julukan Giok-ciang-cui-kiam (Tinju baja mematahkan pedang). Disamping itu dia mempunyai watak luhur dan budiman” kata Eng Ciok Taysu dengan mengutarakan tentang diri Tong Kiam Ciu.
Tie-kiam suseng masih kurang mengerti dengan maksud suhengnya itu. Tiekiam suseng hanya mendengarkannya dan menundukan kepala.
"Coba pikirkan itu nenek Shin Kai Lolo, si raja setan Kun-si Mo-kun yang pernah menyapu para pendekar silat pada jaman duapuluhan tahun yang lalu, ternyata mereka sangat menghormati Kiam Ciu. Bahkan mereka telah membantu dan menolong pemuda itu. Kukira akhirnya pedang Oey Lioog Kiam dan kitab Pek-seng-ki-su akhirnya juga akan jatuh ke tangan pemuda itu. Karena dia sangat tekun dan besar sekali kemampuannya untuk menguasai ilmu-ilmu yang langka, aku yakin itu” sambung Eng Ciok Taysu.
"Ya, tetapi apa dikatakan yang oleh Shin Kai Lolo pada Loako ?” desak Tiekiam-suseng tak sabar ke pokok pembicaraan.
"Barusan Shin Kai Lolo memberitahukan padaku bahwa Tong Siauwhiap menderita luka dalam, nenek itu bertekad untuk memberikan pertolongan kepadanya” Eng Ciok Taysu menjelaskan.
"Oh, apakah Loako tidak melihatnya tadi Kun-si Mo-kun telah membawa pergi Tong Kiam Ciu !” tanya Tie-kiam-su-seng.
Eng Ciok Taysu mengangguk. Saat itu angin halus bagaikan dihimbau lembut sekali. "Pemuda itu memang berjiwa besar, dia telah menderita luka dalam karena pukulan beracun Tok Giam Lo. Tetapi sikeji itu juga menderita lebih berat karena beradunya dengan tenaga sakti Bo-kit-sin-kong yang dikerahkan oleh Kiam Ciu'", sambung Eng Ciok Tay su. "Orang semacam Tok Giam Lo mati lebih cepat kukira lebih baik !” kata-kata Tie-kiam-suseng seolah-olah gemas.
"Ya, ya dari pada keiak kira direpotkan juga” sambung Siok Siat Shin Ni.
Mereka yang mendengarkan mengangguk mengiyakan pendapat itu.
Selanjutnya Eng Ciok Taysu meneruskan kata-katanya.
"Karena luka-luka Tong Kiam Ciu itu si nenek Shin Kai Lolo itu merasa khawatir, hingga dia rela menunda pertempuran melawan Kwi Ong yang menentukan kehormatannya sebagai seorang tokoh tua. Itulah suatu bukti bahwa orang itu sangat menghormati Tong Kiam Ciu, bahkan juga menggantungkan harapannya untuk kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia . . . .” sambung Eng Ciok Taysu bersungguh-sungguh.
"Hem, memang benar kesimpulanmu itu Laoko. Kitapun lebih ikhlas bendabenda pusaka itu jatuh ketangan Tong Kiam Ciu daripada jatuh ketangan orang luar"! sela Tie-kiam-suseng.
"Jelas! Kalau sampai benda-benda pusaka itu jatuh ketangan orang luar, itu pertanda yang kurang baik bagi sinar kemegahan daerah pertengahan ini”