Warisan Jendral Gak Hui Chapter 39

NIC

Apa yang diucapkan oleh kakek itu sangat menarik bagi Tong Kiam Ciu. Dia merasa ingin mengetahui kisah hubungan antara suhunya dengan ketua partai Kim-sai sehingga ketua partai itu rela mengasingkan diri ke gunungan terpencil dan sepi. Serta kelihatan sangat menghargai suhunya itu. Juga gadis yang manja Kuk Li Kun itupun ingin mendengar kisah dan latar belakang pengasingan ayahnya. Sekitar tiga puluhan tahun yang silam. Partai silat Kim-sai telah diwariskan kepada Kuk Kiak. Dia telah menerima kepercayaan untuk memimpin partai silat itu dengan sepenuh hati. Kuk Kiak ternyata adalah seoraog yang berjiwa ulet dan disiplin. Dengan bantuan kawan-kawan serta saudara seperguruan dia berhasil membina partai silat Kim-sai menjadi partai sitat yang besar dan kuat.

Bahkan boleh dikatakan partai Kim-sai adalah partai silat yang terkuat di kalangan Kang ouw. Pada suatu hari, dikalangan Kang-ouw muncul seseorang yang berkepandaian tinggi, yang kemudian terkenal dengan julukan Pek-hi-siu-si.

Semua tokoh membicarakannya.

Pada pertemuan Bu-lim-ta-hwee yang diselenggarakan sepuluh tahun sekali, dimana para jago silat mengadu kepandaian memperebutkan pedang Oey Liong Kiam. Pada saat itu muncul pula Pek-hi-siu-si.

Dengan mengandalkan ilmu pedang Lik-siang-kiam-hoat (ilmu pedang berobah-robah corak) serta ilmu Bo-kit-sin-kong, Pek-hi-siu-si berhasil keluar sebagai juara dan merebut pedang Oey-liong-kiam.

Dua puluh tahun berturut-turut pedang 0ey Liong Kiam berhasil dipertahankan oleh Pek-hi-siu-si. Sehingga namanya bertambah harum dan disanjung-sanjung orang. Sejak munculnya Pek-hi-siu-si sebagai pemegang pedang Oey Liong Kiam itu. Mendadak pamor partai silat Kim-sai merosot. Kuk Kiat menjadi sangat iri melihat Pek-hi-siu-si seorang diri sanggup mengalahkan jago-jago silat.

Dengan diam-diam Kuk Kiat menemui Pek-hi-siu-si dan menantang untuk mengadu kepandaian ditempai yang terpencil, Tantangan itu diterima oleh Pekhi-siu-si.

Hari yang ditentukan telah tiba. Dua orang yang akan saling berhadapan dan mengadu kepandaian ilmu serta ketangkasan kini telah bertemu di tempat yang terpencil. Tempat yang mereka tentukan sebelumnya. Sebelum dimulai tampak Pek-hi-siu-si tersenyum memandang kepada Kuk Kiat serta berseru.

"Seseorang yang menginginkan menjadi jago silat yang terkalahkan selain ilmunya harus tinggi, juga harus mempunyai kesempurnaan budi yang luhur dan kemurahan hati” seru Pek-hi-siu-si dengan suara tenang dan berwibawa.

Sebenarnya Kuk Kiat telah dapat mengukur kepandaian Pek-hi-siu-si dalam pertemuan itu. Teiapi karena dia berhati keras dan sombong maka perasaan itu disingkirkannya dan dia bertekad untuk mengalahkan Pek-hi-siu-si.

Pertempuran itu segera berjalan. Ternyata Kuk Kiat dapat dikalahkan oleh Pek-hi-siu-si. Namun dengan baik hati dan berwibawa sekali kakek itu telah memberikan kesempatan kepada Kuk Kiat. Terserah untuk mematuhi perjanjian sabagai syarat sebelum pertempuran adu kepandaian itu dijalankan, pokoknya Pek-hi-siu-si tidak ambil peduli. Pek-hi-siu-si segera berlalu.

Sebagai syarat yang telah mereka persetujui ialah barang siapa yang kalah harus menyingkir dari dunia Kang-ouw dan tinggal di suatu tempat yang terpencll. Ternyata saat itu yang kalah ialah Kuk Kiat. Karena kemurahan hati serta keluhuran budi Pek-hi-siu-si dia merasa sangat malu sekali. Orang yang semula sangat congkak itu ternyata dapat mematuhi perjanjian dan dengan ikhlas meninggalkan segala kemewahan dan kebahagiaan, Kuk Kiat harus pergi meninggalkaa partai Kim-sai dan dia harus mengasingkan diri di tempat yang terpencil. Lalu dipanggilnya menghadap puteri tunggalnya itu. Untuk menerima pelimpahan pimpinan partai silat Kim-sai. Dipesankan kepada Kuk Li Kun agar dia mematuhi peraturan dan menjunjung nama baik partainya. Jangan menyerang orang yang tidak bersalah begitu pula dilarang mencampuri urusan orang atau partai lain. Ternyata Kuk Li Kun telah melanggar semua perintah ayahnya. Dia telah dua kali akan membinasakan Kiam Ciu, begitu pula hari itu akan berusaha membinasakan Kiam Ciu pula. Kuk Li Kun telah menyeret orang-orangnya dalam peristiwa itu. Dia telah mengajak orang-orangnya untuk menyerang Tong Kiam Ciu. Semuanya itu dapat dipahami, karena gadis yang belum memahami hal-hal yang sebenarnya terjadi antara ayahnya dengan Pek-hi-siu-si itu telah menganggap bahwa Pek-hi-siu-si adalah orang yang menyebabkan dia harus berpisah dengan ayahnya. Maka dia mempunyai rasa dendam kepada siapa saja yang mengaku ada hubungan dengan Pek-hi-siu-si. Sedangkan Tong Kiam Ciu yang membawa pedang Oey Liong Kiam, sudah terang adalah murid Pek-hi-siusi ketika pertemuannya pertama dulu maka gadis itu menganggap Kiam Ciu itupun termasuk musuhnya.

Untung hal itu belum berlarut-larut lebih jauh sehingga menimbulkan pertumpahan darah. Kuk Kiat telah mendengar berita itu. Maka segeralah kakek itu turun gunung untuk mencari puterinya dan menyelesaikan kesalahan itu.

Lagi pula dia harus menghukum puterinya menurut hukum partai silat Kim-sai karena melanggar peraturan Kuk Li Kun dipersalahkan menyerang orang tanpa kesalahan. Setelah mendengar kata-kata kakek itu yang akan menjatuhkan hukuman kepada puterinya dan orang orang Kim-sai dengan hukuman yang amat berat.

Kiam Ciu melangkah kedepan dan memberi hormat.

"Locianpwee, aku anak muda yang bodoh ini menghargai kebijaksanaan serta keluhuran budi locianpwee. Setelah aku mendengar penuturan locianpwee tadi, maka kini aku dapat menarik kesimpulan mengapa orang-orang partai silat Kim-sai dan puterimu selalu berusaha menyerang diriku. Maka setelah itu aku memohonkan kepada locianpwee untuk mempertimbangkan hukuman itu” seru Kiain Ciu dengan hormat. Tetapi Kuk Kiat terperanjat mendengar seruan dan penuturan Kiam Ciu itu, Dengan dahi berkerut dan mata melotot dia membentak.

"Tong Siauwhiap ! Ini adalah urusan partai silatku, kau tidak berhak turut campur tangan dalam urusan ini ! Dikalangan kang-ouw orang harus memegang janji. Orang-orangku telah melanggar peraturan partai, mereka harus menerima hukuman karena pelanggarannya itu !”

Mendengar dirinya dibentak itu Tong Kiam Ciu dapat menekan kesabarannya, kemudian dia menghormat lagi kearah Kuk Kiat serta berseru.

"Locianpwee maafkan aku anak muda yang bodoh ini ! Locianpwee sebagai ketua partai Kim-sai, sudah selayaknya berhak atas segala orang-orang Kim-sai tanpa ada orang luar dapat turut campur tangan. Tetapi aku Tong Kiam Ciu memberitahukan kepada locianpwee sukalah kiranya untuk mengurus segala sesuatunya itu dengan kebijaksanaan. Orang-orangmu bertindak demi tegaknya partai Kim-sai. Dia telah menyerangku karena mereka tahu bahwa saya ini murid Pek-hi-siu-si, kalau seandainya Pek-hi-siu-si dapat terbunuh bukankah kau dapat bebas dari pengasingan ? Maka disitulah yang kumaksudkan dengan kebikjaksanaan. Kuk Socia menyerangku demi untuk menolong membebaskan ayahnya dari pengasingan", seru Kiam Ciu yang mengharap agar hati Kuk Kiat menjadi lunak dan membatalkan hukumannya terhadap orang-orang Kim-sai.

Apa yang dikatakan oleh Tong Kiam Ciu itu adalah suatu alasan untuk membebaskan Kuk Li Kun dan orang-orang Kim-sai dari hukuman partai. Diamdiam mereka telah memuji keluhuran hati pemuda yang akan dicelakakan itu.

Kuk Li Kun adalah seorang gadis, seorang perempuan yang walaupun bagaimana mudah sekali merasa terharu. Maka ketika mendengar pembelaan Kiam Ciu itu dia sangat menyesal dan terharu sekali.

"Tong Siauwhiap ! Aku peringatkan kepadamu sekali lagi ! Kalau kau masih hendak turut campur dalam urusan Kim-sai ini. aku terpaksa harus memberikan pelajaran padamu !” seru Kuk Kiat dengan suara marah dan gusar. Tetapi apa yang diucapkan oleh Kiam Ciu diluar dugaan mereka.

"Locianpwee, kau telah terlanjur berbuat keliru. Mengapa akan membuat kekeliruan sekali ini ?! Sebenarnya apa untungnya aku turut campur dalam urusan partai Kim-sai yang akan membunuhku itu ? Tetapi aku merasa bahwa perbuatanmu itu tidak adil dan tidak bijaksana ! Lagipula sangat disayangkan seandainya partai silat Kim-sai yang telah didirikan dan dibina dengan susah payah itu akan menjadi hancur dan berantakan !” seru Kiam Ciu dengan nada tenang dan hormat, "kehancuran yang diakibatkan. karena locianpwee terburu nafsu” Semua orang yang mendengarkan segala tutur kata Kiam Ciu itu menjadi kagum dan khawatir. Mereka khawatir kalau sampai Kuk Kiat menjadi gusar dan langsung bertindak untuk menghajar Kiam Ciu. Bahkan Ji Tong Bwee yang sejak tadi telah diam dan memperhatikan segala pembicaraan itu, kini telah siaga pula untuk memberikan bantuan kepada kekasihnya bilamana dipandang perlu nanti.

Sampai sesaat suasana menjadi tenang. Sedangkan Kuk Kiat hanya diam tetapi memandang kepada Kiam Ciu dan memberikan kesempatan kepada pemuda itu untuk berbicara dan mengeluarkan isi hatinya.

"Lagi pula,, Kuk Siocia tidak melanggar peraturan Kim-sai” seru Kiam Ciu dengan suara tenang dan pasti.

Justru kata-kata terakhir inilah yang membuat Kuk Kiat menjadi terheranheran karena dia sama sekali tidak mengetahui apa maksud pemuda itu "Tong Siauwhiap, aku tidak mengerti penjelasanmu” kata Kuk Kiat.

Tong Kiam Ciu tersenyum mendengar seruan kakek iu. Dia juga merasa mempunyai harapan karena menyebabkan kelunakan wajah Kuk Kiat saat ini.

Maka sambil menghormat terlebih dahulu, Kiam Ciu meneruskan pembicaraannya. "Locianpwee bagaimanakah perjanjiannya dengan suhuku Pek-hi-siu-si dulu?” tanya Kiam Ciu "Yang kalah harus menyingkir dari kalangan Kang-ouw, selama yang menang masih hidup” seru Kuk Kiat sambil kerutkan kening.

"Oh, kalau begitu . . . .” sambung Kiam Ciu tetapi tertahan kata-katanya.

Dipandangnya Ji Tong Bwee dan gadis itu tersenyum, mengangguk tetapi tampak sinar matanya redup.

Perbuatan kedua orang itu menjadikan Kuk Kiat lebih ingin tahu. Belum sampai ketua partai Kim-sai itu bersuara, telah didahului oleh Kiam Ciu meneruskan penuturannya serta menghormat dan dengan kalimat-kalimat yang berhati-hati sekali. "Barusan adikku Ji Tong Bwee memberikan kabar padaku, bahwa suhu Pekhi-siu-si tiga tahun yang lalu telah meninggal dunia” Tong Kiam Ciu tidak sanggup untuk berbicara lebih panjang lagi, karena tertahan oleh ganjelan di tenggorokannya, karena pemuda itu kembali teringat kebaikan-kebaikan hati suhunya selama dia dalam asuhannya.

"Hah ? Apa betul kata-katamu itu Tong Siauwhiap ?” seru Kuk Kiat terperanjat dan matanya terbeliak. Tetapi Tong Kiam Ciu tidak menjawab, pemuda itu hanya mengangguk.

"Ai ! . . . . . .” Kuk Kiat menghela nafas kemudian melanjutkan kata-katanya dengan nada rawan, "tidak kuduga kalau dia telah mendahuluiku, Jika seandainya dia masih hidup, aku akan menjumpainya dan akan menghaturkan rasa terima kasihku bahwa ternyata nasehatnya itu benar”

"Nah karenanya kini sudah kujelaskan kepada locianpwce bahwa Kuk Siocia dan orang-orang partai Kim-sai ternyata tidak bersalah dan tidak ada yang melanggar janji atau peraturan . . . . . . .” seru Kiam Ciu.

Tidak menunggu jawaban dari Kuk Kiat terlebih dahulu, Kiam Ciu telah memutar tubuh dan menyambar tangan adiknya untuk diajak berlalu.

"Ayolah kita pergi !” seru Kiam Ciu sambil menarik tangan Ji Tong Bwee untuk diajak berlalu” "Tong Siauwhiap tunggu ! Jika saat ini partai Kim-sai masih utuh. Ini adalah jasamu. Dahulu aku menghormati Pek-hi-siu-si dan sekarang akupun menghormatimu yang ternyata tidak kalah luhur budimu” seru Kuk Kiat dengan suara ramah dan enak didengar.

"Locianpwee semua perbuatanku itu adalah sewajarnya, lagi pula Locianpwe jangan mempersamakan perbuatanku itu dengan suatu jasa” seru Kiam Ciu sambil berhenti dan memutar tubuh menghadap kearah kakek itu.

Lalu kakek itu berpaling kepada orangnya serta memberikan perintah kepada mereka untuk meoghormat Tong Kiam Ciu.

"Ayoh kalian memberi hormat dan terima kasih kepada Tong Siauwhiap !”

seru Kuk Kiak dengan suara perintah.

Begitu selesai perintah itu maka tampaklah orang-orang Kim-sai dan termasuk juga Ceng Yun Leng dan Kuk Li Kun memberi hormat. Tong Kiam Ciu merasa kikuk sekali diperlakukan semacam itu. Maka pemuda itu lalu membongkokkan tubuhnya serta berseru.

"Baiklah. . . . sampai kita berjumpa lagi !” seru Kiam Ciu.

Kemudian Kiam Ctu mengangkat wajahnya dan menarik tangan adiknya untuk diajak berlalu dari tempat itu. Baru saja Kiam Ciu melangkah, tiba-tiba terdengar sebuah seruan lantang dan berwibawa.

"Tunggu !” Kemudian tampak dua telah berloncat dan berdiri diantara mereka. Dua orang itu berpakaian sebagai tojin, kedua-duanya telah lanjut usianya dan mengenakan jubah panjang berwarna abu-abu. Salah seorang dari kedua tojin itu mengangkat tangan dan memberi hormat kepada Tong Kiam Ciu.

"Aku bernama Hian Cin Tianglo. Aku adalah suhu dari Hiong Hok Totiang, pemimpin partai silat Bu-ting, Hiong Hok Totiang telah tewas dalam keadaan yang mengerikan, kematiannya itun sampai sampai padaku. Maka aku sengaja turun gunung untuk menyelidiki seluk beluk kematiannya itu, kemudian aku akan mengadakan perhitungan yang setimpal. Kini di tempat ini kebetulan aku menjumpai orang-orang Kim-sai-pay dan Tong Siauwhiap. Mungkin juga diantara kalian aku akan mendapat keterangan yang pasti tentang kematian muridku Hiong Hok Totiang itu ?”

Posting Komentar