Dua orang gadis ini bukan lain adalah Hwe Lan dan Sui Lan yang akhirnya dapat mencari rumah gedung Lee Song Kang musuh besar mereka. Hwe Lan tersenyum sinis ketika ia bertanya,
“Apakah kami berhadapan dengan Lee-ciangkun, perwira kerajaan yang berjuluk Sin-to dan yang mempunyai keahlian dalam ilmu memanah?”
“Perwira busuk yang telah membunuh mati Nyo Hun Tiong dan juga Yap Sian Houw?” Sui Lan ikut bertanya sambil memandang tajam, akan tetapi gadis ini beberapa kali memandang ke arah Nyonya Lee yang duduk dengan tubuh menggigil, karena ia merasa seakan-akan pernah melihat nyonya tua ini.
Lee Song Kang yang biasanya berwatak tabah dan berani itu, kini merasa tidak enak hati. “Benar,” jawabnya dengan suara tenang, “memang akulah yang bernama Lee Song Kang dan berjuluk Sin-to serta dapat mempergunakan anak panah. Tentang Nyo Hun Tiong dan Yap Sian Houw, karena mereka itu pemberontak- pemberontak, maka di dalam pertempuran, mereka telah erluka oleh anak panahku!”
Mendengar jawaban yang tenang ini, tiba-tiba kedua orang gadis itu dengan gerakan hampir berbareng telah mencabut pedang dari punggung masing-masing, dan sikap mereka menjadi beringas karena marah.
“Orang she Lee!” Hwe Lan berseru. “Kalau begitu, benarlah dugaan kami bahwa kau adalah musuh besar kami! Bersiaplah untuk menerima binasa dalam tangan kami, anak murid Siauw-lim-pai!”
Lee Song Kang mengeluh di dalam hatinya. “Ah, masih saja kalian anak murid Siauw-lim-pai mendendam dan memperbesar pemusuhan! Ji-wi siocia (Nona berdua) harap suka bersabar dan mengendalikan kemarahan. Untuk apakah permusuhan ini dilanjutkan? Aku telah mulai merasa bosan dengan permusuhan-permusuhan ini dan telah lama aku merasa menyesal dengan adanya permusuhan yang tiada habisnya ini! Sadarlah, nona dan kuharap kalian suka pergi lagi dengan aman. Aku sudah tua dan sudah cukup menderita, tak mau aku menambah dosa lagi dengan bertanding melawan gadis-gadis muda seperti kalian!” suara perwira itu menggetar karena ia merasa amat terharu. Kalau anak-anakku masih hidup, tentu seperti mereka inilah, pikirnya!
“Pengecut!” Hwe Lan memaki marah. “Karena kau takut kepada kami maka kau memutar lidah seperti itu! Mengapa kau tidak berpikir demikian ketika kau membunuh orang-orang Siauw-lim-pai dulu? Dosamu telah bertumpuk, dan kami telah bersumpah untuk membalaskan dendam Nyo Hun Tiong, terutama membalaskan dendam Yap Sian Houw, guru dan ayah angkat kami!” sambil berkata demikian Hwe Lan melompat maju menusuk dada Lee Song Kang dengan gemasnya.
Akan tetapi Lee Song Kang mengelak dan melompat mundur.
“Nanti dulu!” katanya dan kini wajahnya berubah keras. “Tak ada orang yang boleh menyebutku pengecut atau menyangka aku tidak berani menghadapi lawan! Akan tetapi, dengarlah dulu, nona muda! Kau hanya murid Yap Sian Houw dan biarpun kalian berdua mempunyai sedikit kepandaian, akan tetapi kalau kalian memaksa aku mengangkat senjata, berarti kalian mencari mati sendiri! Aku tidak mau melayanimu bukan karena takut, akan tetapi karena merasa sayang kalau nona-nona muda seperti kalian ini akan menjadi korban pula. Kalau sampai kalian binasa di tanganku, hatiku akan makin merasa menyesal lagi. Kalian masih anak-anak, bagaimaan mungkin akan mengalahkan aku? Sedangkan gurumu sendiri, Yap Sian Houw, masih tak dapat mengalahkan aku! Kalian lihat!” setelah berkata demikian, Lee Song Kang mengeluarkan gendewanya berikut anak-anak panahnya yang berbentuk kecil itu dari pinggangnya dan begitu tangannya bergerak, tiga batang anak panah dengan cepat sekali meluncur ke atas dan dengan rapi menancap di tiang atas, berjajar dengan baiknya seakan-akan diatur.
Hwe Lan dan Sui Lan diam-diam memuji melihat kepandaian ini, karena cara mempergunakan anak panah itu demikian cepat samapi hampir tak terlihat dan anak-anak panah itu menancap setengahnya lebih. Akan tetapi, tentu saja dua orang pendekar wanita ini tidak akan gentar, bahkan Hwe Lan mengeluarkan suara mengejek lalu berkata,
“Apakah anehnya kepandaian macam itu? Jangan mencoba menakut-nakuti kami!” belum habis ia bicara, tangan kirinya telah bergerak dan tiga butir thi-lian-ci menyambar ke arah anak-anak panah yang menancap di tiang itu.
“Krek, krek, krek!” dan berjatuhanlah potongan-potongan anak panah itu karena ternyata tengah-tengahnya telah putus semua tersambar biji teratai besi itu!
Bukan main kagetnya Lee Song Kang melihat demonstrasi kepandaian Hwe Lan ini. “Ah, tidak tahunya kalian memiliki kepandaian tinggi!” “Ha-ha, enci, lihat muka pengecut itu. Ia telah menjadi pucat!” Sui Ln mengejek sambil menuding dengan pedangnya.
Panas juga hati Lee Song Kang melihat sikap kedua dara muda itu, maka ia lalu mencabut goloknya dan berkata,
“Sekali lagi kuperingatkan, lebih baik kalian jangan menyia-nyiakan kepandaian dan usia mudamu. Pergilah sebelum terlambat, karena betapapun juga, kalian takkan bisa mengalahkan golokku!”
“Bangsat hina dina jangan banyak cakap!” seru Hwe Lan yang segera maju menyerang dengan pedangnya, Sui Lan tidak mau tinggal diam karena hatinyapun penuh dengan dendam, maka iapun maju pula menyerang.
Lee Song Kang cepat memutar goloknya menangkis dan ketika goloknya yang sengaja digerakkan keras untuk membentur kedua senjata nona itu membuat pedang-pedang itu terpental, barulah ia merasa terkejut. Tidak saja gerakan kedua nona muda itu demikian cepat, juga ketika goloknya yang digerakkan keras-keras membentur kedua pedang, sedikitpun kedua lawannya tidak nampak kaget dan pedang mereka tidak terpental, bahakn peraduan ketiga senjata itu menerbitkan suara nyaring dan bunga-bunga api memercik keluar! Ia maklum bahwa kedua orang gadis ini benar-benar memiliki kepandaian yang tak boleh dipandang ringan, maka ia lalu memainkan goloknya dengan cepat untuk melindungi dirinya.
Nyonya Lee Song Kang yang melihat pertempuran ini, hanya dapat memandang dengan wajah pucat karena hatinya berdebar keras ketika melihat munculnya dua orang gadis ini. Entah mengapa, ia merasa seakan-akan ada sesuatu yang aneh di dalam hatinya terhadap kedua gadis itu dan merasa bahwa tidak seharusnya suaminya mencelakai kedua anak perempuan ini. Berkali-kali ia berseru, “Jangan berkelahi... jangan berkelahi...!” akan tetapi ketiga orang itu tidak mendengar suaranya dan masih bertempur dengan hebat dan sengitnya. Lee Song Kang maklum bahwa menghadapi dua orang gadis yang baik sekali ilmu pedangnya ini, ia tak dapat hanya mempertahankan diri saja, maka iapun membalas dengan serangan-serangannya yang cukup lihai.
Sementara itu, pada saat Lee Song Kang bertempur melawan Hwe Lan dan Sui Lan dengan hebatnya, disaksikan oleh Nyonya Lee yang duduk seperti patung dan muka pucat, di luar gedung terjadi hal lain yang menarik pula.
Sebagaimana telah diketahui di bagian terdahulu, Siang Lan roboh pingsan dalam pelukan Nyonya Pangeran Souw Bun Ong ketika ia mnedapat keterangan bahwa Lee-busu, yakni perwira Lee Song Kang yang dianggap musuh besarnya dan yang hendak dicarinya untuk pembalasan dendam, ternyata adalah ayahnya sendiri!
Setelah sadar dari pingsannya, nona ini merasa bingung sekali dan mengingat bahwa Hwe Lan pergi ke Siang- kan-bun untuk membunuh perwira Lee itu, ia cepat menyatakan hendak menyusul dan mencegah adiknya melakukan pembunuhan kepada ayahnya sendiri!
Sungguhpun kota raja masih terjaga keras, akan tetapi berkat pertolongan Pat-jiu Sin-kai yang memancing kekacauan di pintu kota sebelah selatan sehingga para penjaga mengejar-ngejarnya, dikepalai oleh Wai Ong Koksu dan perwira-perwira lain, maka Siang Lan berhasil menerobos keluar dari pintu selatan itu. Selain dia juga Souw Cong Hwi dan The Sin Liong ikut serta. Mereka bertiga naik kuda yang disediakan oleh Pangeran Souw Bun Ong, dan dengan cepat ketiga orang muda itu keluar dari kota, membalapkan kuda menuju ke kota Siang-kan-bun di Propinsi Kiang-si.
Mereka akhirnya tiba di kota Siang-kan-bun, sama sekali tidak tahu bahwa pagi tadi, Hwe Lan dan Sui Lan juga baru saja masuk kota itu dan kini berdiam di lain rumah penginapan! Dan juga mereka bertiga yang datangnya telah malam, tidak tahu bahwa ada seorang pemuda yang memandang mereka dengan mulut melongo dan mata terbelalak lebar saking herannya, dan yang mengikuti mereka dengan diam-diam. Pemuda ini bukan lain adalah Kui Hong An!
Sebagaimana diketahui, Kui Hong An mengikuti perjalanan Hwe Lan dan Sui Lan yang meninggalkannya dengan berkuda. Akan tetapi, Hong An tetapi mengikuti jejak mereka sampai ke kota Siang-kan-bun, dan tepat setibanya di kota itu ia melihat Siang Lan yang ebrkuda bersama dua orang pemuda gagah. Terntu saja Hong An merasa terheran-heran, karena ia menyangka bahw Siang Lan adalah Hwe Lan yang ia sedang ikuti. Ke manakah perginya Sui Lan? Dan bagaimana pula gadis ini tahu-tahu telah berkuda bersama dua orang pemuda ini? Benar-benar Hong An merasa bingung dan tak mengerti, maka ia tetap mengikuti Siang Lan yang disangkanya Hwe Lan itu! Memang, Hong An telah mengalami peristiwa yang amat luar biasa. Dulu, di dekat rawa, ia pertama-tama bertemu dengan Siang Lan yang tidak memberitahukan namanya. Kemudian ia bertemu dengan Hwe Lan yang ia sangka Siang Lan, dan kini, ia bertemu dengan Siang Lan yang disangkanya Hwe Lan! Baru mengikuti pengalamannya yang aneh ini saja, orang bisa menjadi bingung karenanya!
Karena merasa amat gelisah dan khawatir, ketiga orang muda ini tidak menunda perjalanan dan begitu masuk kota Siang-kan-bun, mereka langsung mencari rumah perwira Lee dan menuju ke sana. Diam-diam Hong An tetap mengikuti dari belakang, ingin tahu apakah yang hendak dilakukan oleh gadis yang telah merebut hatinya itu.
Siang Lan dan dua orang kawannya meninggalkan kuda di luar gedung dan melompat ke atas genteng. Hong An menyusul mereka dan bersembunyi di atas genteng pula.
Pada saat Siang Lan mendekam di atas genteng bersama Souw Cong Hwi dan The Sin Ling, pertempuran antara Lee Song Kang dan kedua orang gadis itu masih berjalan seru. Tiba-tiba muncul beberapa orang anak buah perwira Lee yang mendengar suara pertempuran itu, dan melihat komandan mereka dikeroyok oleh dua orang gadis, mereka berlari dengan pedang di tangan untuk membantu.
Sui Lan melihat kedatangan mereka, lalu berkata kepada Hwe Lan,
“Enci Hwe Lan, kau hadapi perwira jahanam ini, biar aku yang membasmi tikus-tikus itu!”
Ucapan ini mendatangkan akibat yang hebat sekali, terdengar Nyonya Lee menjerit ngeri sedangkan Lee Song Kang sendiri melepaskan goloknya dan ketika pedang Hwe Lan menusuknya, ia hanya menangkis dengan lengannya sehingga terdengar kain robek ketika lengan bajunya beradu dengan pedang dan lengan baju itu segera menjadi basah dengan darah yang mengucur dari lengannya!
Nyonya Lee menubruk maju dan dengan telunjuk tangan gemetar ia menuding kepada Hwe Lan. “Kau... kau Hwe Lan...! Dan kau...” ia memandang Sui Lan, “kau tentu Sui Lan...! Di mana adanya Siang Lan...? Ya Tuhan Yang Maha Agung...! Kalian benar Hwe Lan dan Sui Lan..., dan... dan kalian datang hendak membunuh ayahmu sendiri...? Di mana Siang Lan... di mana?” ia melangkah maju menghampiri Hwe Lan dan Sui Lan yang berdiri dengan mata terbelalak dan tak dapat bergerak seperti patung.