“Sui Lan, jangan berlaku kasar! Betapapun juga, ia telah menolong kita!” kata Hwe Lan.
“Menolong? Siapa tahu, mungkin pertolongan itupun termasuk rencananya untuk memikat kita! Mari kita pergi, jangan ladeni segala macam pemuda seperit dia ini!” kata Sui Lan pula yang segera melompat ke atas kuda.
Terpaksa Hwe Lan juga melompat ke belakang adiknya di punggung kuda, akan tetapi ia masih memandang kepada Hong An dan berkata,
“Sahabat, biarlah kita berpisah di sini, karena di antara kita tidak ada hubungan sesuatu. Sekali lagi terima kasih!”
“Eh, nona. Tunggu dulu,” teriak Hong An. “Aku bukan seorang pemuda ceriwis dan aku benar-benar inigin sekali berkenalan dengan nona yang kukagumi!”
Akan tetapi Sui Lan yang duduk di depan telah mencambuk kudanya dan kuda itu berlari cepat pergi dari situ.
Hong An berdiri bengong dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar gadis yang aneh. Dulu bertemu tidak mau memberitahukan nama, sekarang bertemu kembali bersama adiknya, bahkan telah menganggapku seperti seorang pemuda kurang ajar dan ceriwis! Ia heran melihat perbedaan sikap antara gadis yang tadi dengan yang dulu ia jumpai di dekat rawa. Yang dulu biarpun tidak memberitahukan nama, akan tetapi berwatak sabar dan halus, akan tetapi kedua orang gadis tadi demikian galak dan ketus! Namun, pertemuan kedua kalinya ini membuat hatinya yan telah tertarik kepada wajah Siang Lan, menjadi makin dalam tenggelam ke dalam lautan asmara. Ia mencintai gadis itu, gadis yang selama ini tak pernah ia lupakan. Maka ia lalu menggerakkan kakinya dan menyusul kuda itu!
Berhari-hari Kui Hong An mengikuti perjalanan dua orang gadis itu dan akhirnya tibalah mereka di kota Siang- kan-bun!
Agar jalannya cerita lebih jelas, lebih baik kita berkenalan dulu dengan Lee Song Kang atau Lee-busu yang berjuluk Sin-to (Golok Sakti) dan yang terkenal menjadi ahli panah itu.
Lee Song Kang semenjak beberapa keturunan telah menjabat pangkat militer di kota raja, bahkan ayahnya dulu menjadi panglima besar yang telah banyak jasanya dalam memerangai pemberontak-pemberontak Tar- tar. Sebagaimana telah menjadi watak keturunan militer, Lee Song Kang selain gagah perkasa, juga beradat keras dan setia. Di dalam pengabdiannya terhadap kerajaan, ia telah menyerahkan seluruh jiwa raganya untuk bersetia, membela Kaisar yang dijunjungnya. Siapa saja yang melawan Kaisar atau dianggap musuh Kaisar, atau yang oleh Kaisar telah ditetapkan hukumannya, tentu merupakan musuh pula.
Sebagai seorang perajurit yang baik, Lee-busu tak pernah mau tahu sebab-sebab pertempuran atau peperangann, tidak peduli mengapa terbit pertempuran-pertempuran dan mengapa pula timbul pemberontakan terhadap Kaisar. Yang diketahuinya bahwa ia harus maju perang membasmi orang-orang yang dianggap melawan Kaisar, dan bahwa ia harus mengerahkan seluaruh kepandaiannya dan tenaganya untuk berbakti kepada Kaisar sampai titik darah penghabisan, kalau perlu dengan korban nyawa! Oleh karena inilah, maka ia merupakan seorang panglima yang amat berpengaruh dan disegani. Para pembesar dan perwira yang berhati bengkok, yang tidak mendasarkan perjuangan mereka kepada kesetiaan, akan tetapi lebih mendasarkan kepada kedudukan tinggi dan keuntungan pribadi, tidak berani “main-main” terhadap Lee Song Kang yang jujur dan keras hati.
Ketika Kaisar mengumumkan bahwa Siauw-lim-pai harus ditindas dan dibasmi, sehingga terjadi pembakaran kelenteng Siauw-lim-si dan terbunuhnya banyak sekali anak murid Siauw-lim-pai, Lee Song Kang juga menjalankan peran terutama untuk melakukan pembasmian ini. Ia hanya kenal perintah Kaisar dan setiap perintah dari Kaisar merupakan tujuan hidup satu-satunya bagi perwira gagah perkasa ini. Demikianlah, dengan memimpin anak buahnya yang telah dilatih sehingga pasukan di bawah pimpinana Lee-busu merupakan pasukan istimewa, bahkan telah dianggap sebagai pasukan Gi-lim-kun (Pasukan Pengawal Pribadi Dari Kaisar), Lee Song Kang berhasil membikin para sisa anak murid Siauw-lim-pai menjadi kocar-kacir dan lari cerai-berai.
Tak dapat diherankan lagi bahwa anak murid Siauw-lim-pai yang masih ada merasa amat sakit hati terhadap Lee Song Kang, akan tetapi perwira she Lee ini terlampau kuat dan memiliki pasukan yang pilihan. Akan tetapi datang juga pembalasan dendam dari pihak Siauw-lim-pai, tiga orang puterinya diculik oleh Nyo Hun Tiong dalam keributan ketika Nyo Hun Tiong memimpin kawan-kawannya menyerbu ke kota raja. Sebagaimana telah diceritakan di bagian terdepan dari cerita ini, Lee Song Kang berhasil melukai Nyo Hun Tiong dengan anak panahnya yang akhirnya menewaskan nyawa pemberontak itu, akan tetapi tak berhasil mendapatkan kembali ketiga orang puterinya.
Semenjak kehilangan tiga orang puterinya sekaligus Lee Song Kang menjadi seorang yang paling tidak bahagia hidupnya. Isterinya, seorang wanita bangsawan pula, bagaikan gila karena penderitaan ini dan jarang sekali ia mau membuka mulut. Tiap kali ia bicara dari mulutnya hanyalah sesal dan kemarahan,
“Kaulah yang berdosa besar, akan tetapi anak-anak kita yang menebusnya!” isterinya pernah berkata sambil memandang dengan muka pucat, akan tetapi tak dapat mengeluarkan air mata karena air matanya telah menjadi kering ditangiskan terus menerus semenjak hilangnya ketiga anaknya, sekering tubuhnya yang kini menjadi amat kurus itu, “Dalam kedudukanmu sebagai panglima, kau telah menanam bibit permusuhan yang luar biasa besarnya. Kita hidup seakan-akan dikelilingi oleh bahaya-bahaya yang mengancam dari setiap penjuru, dibenci oleh orang-orang, baik mereka itu pemberontak atau penjahat. Sudah semenjak dulu aku tidak suka melihat kedudukanmu ini. Mengapa kau tidak berhenti saja menjadi pembunuh orang, dan hidup dengan aman sebagai pegawai sipil atau sebagai petani? Bahkan aku lebih suka melihat kau menjadi pedagang dari pada menadi pembunuh dan algojo, sungguhpun yang kau bunuh adalah orang-orang jahat belaka!”
Lee Song Kang menarik naas panjang. Perlu apakah ia bicara dan membela diri? Isterinya takkan mengerti. Wanita takkan mudah mengerti tentang tugas dan kesetiaan, wanita terlalu mudah dipengaruhi perasaan, baik perasaan gembira maupun sedih. Maka perwira yang gagah itu setiap hari hanya duduk melamun dengan pikiran kusut. Semangatnya telah banyak berkurang, dan ia menjadi tidak peduli lagi. Kesedihan kehilangan tiga orang anaknya membuat ia menjadi beku di dalam hati, sungguhpun kesetiaannya terhadap Kaisar takkan lenyap.
Akhirnya, karena kasihan melihat isterinya yang tercinta, ia minta dipindahkan jauh dari kota raja, ke kota Siang-kan-bun di Propinsi Kiang-si, di mana ia menjabat pangkat sebagai komandan barisan penjaga keamanan dan penjaga tapal batas Propinsi Kiang-si. Di sini, karena jauh dari Kaisar, ia merasa lebih tenteram hidupnya, tidak seperti kalau dekat Kaisar ia selalu mendapat tugas membasmi orang-orang yang dimusuhi atau dicurigai.
Akhirnya, bukan karena sengaja, terpaksa ia menurunkan tangan maut pula kepada seorang tokoh Siauw-lim- si, yakni Yap Sian Houw, setelah untuk bertahun-tahun ia beristirahat. Sebagaimana diketahui di bagian depan, kebetulan sekali ia berada dalam rombongan perwira dan bertemu dengan Yap Sian Houw yang mengamuk sehingga akhirnya pendekar she Yap ini terpaksa mengakui kelihaian anak panah dari Lee Song Kang.
Selama itu, karena belum mendapat bukti tentang tewasnya ketiga orang puterinya, Lee Song Kang tiada bosannya berikhtiar mencari jejak mereka. Bahkan iapun mencari jejak Nyo Hun Tiong, ia akan dapat menemukan ketiga orang puterinya pula. Bahkan ia lalu mengumumkan bahwa siapa saja yang dapat menemukan Nyo Hun Tiong, mati atau hidup, ia akan memberi hadiah besar.
Dan setelah mencari-cari dan menanti-nanti dengan sia-sia selama bertahun-tahun, akhirnya, beberapa hari yang lalu berhasil juga usahanya menemukan Nyo Hun Tiong! Akan tetapi, penemuan ini hanya mendatangkan kekecewaan, kecemasan, bahkan kerugian karena ia harus mengeluarkan banyak uang untuk memberi hadiah kepada mereka yang menemukan Nyo Hun Tiong. Ternyata bahwa yang didapatkan hanyalah rangka dari pemberontak she Nyo itu di dalam sebuah hutan, tak kurang tak lebih! Dengan penemuan ini, ia mendapat bukti bahwa nyo Hun Tion sudah mati dan hal ini mempersulit usahanya mencari keterangan perihal anak-anaknya, karena orang satu-satunya yang bertanggung jawab dan yang kiranya akan dapat ditanya di mana adanya ketiga orang anaknya, kini telah menjadi tulang belulang!
Dan setelah melihat tulang-tulang dari mendiang Nyo Hun Tiong itu, timbullah penyesalan besar di dalam hati Lee Song Kang. Ia menganggap bahwa pembalasan dendam Nyo Hun Tiong itu terlalu berat baginya dan ia mulai merasa menyesal mengapa ia dulu begitu kejam untuk membunuh para pemberotak yang merasa tidak puas dengan ketidak adilan Kaisar! Setelah pindah jauh dari kota raja, barulah terbuka mata Lee Song Kang bahwa sesungguhnya sistim pemerintahan di bawah pimpinan Kaisar yang sekarang itu aamt buruknya dan amat menindas rakyat! Ia mulai menyesal sekali mendapat kenyataan bahwa orang yang dibelanya, yang dihormatinya, yang dijunjungnya tinggi, ternyata adalah seorang Kaisar yang kurang adil dan kurang bijaksana! Namun, ini tidak berarti bahwa kesetiaannya terhadap Kaisar menjadi cair! Tidak! Sebagai seorang keturunan militer sejati, Lee Song Kang tetap setia kepada Kaisar, hanya semangat dan kebenciannya terhadap para pemberontak banyak berkurang bahkan hampir padam sama sekali! Bahkan ia lalu menyuruh membakar rangka Nyo Hun Tiong dengan sepatutnya, dan menyimpan abu bekas musuhnya ini, disediakan meja sebahyang dan sering kali ia bersembahyang minta maaf kepada arwah Nyo Hun Tiong dan minta diberi tanda di mana adanya ketiga orang anaknya sekarang!
Malam hari itu terang bulan, dan semenjak sore hari kedua suami isteri Lee itu bercakap-cakap di ruang di mana terdapat meja sembahyang dari abu mendiang Nyo Hun Tiong.
“Aku masih mempunyai keyakinan penuh bahwa ketiga anak kita masih hidup,” kata Lee Song Kang.
“Suamiku,” jawab isterinya dengan suara sedih, “lebih baik jangan diulangi hal itu. Berkali-kali kau menyatakan demikian, tak lain hanya sebagai penghibur hampa belaka. Mana buktinya bahwa anak-anak kita masih hidup?”
Lee Song Kang menunjuk ke arah meja abu Nyo Hun Tiong dan berkata, “Kuburan orang she Nyo itu telah didapatkan dan kalau anak-anak kita telah mati pula tentu rangka mereka diketemukan di dekat rangkanya, karena ketika aku berpisah dengan dia, ketiga anak kita berada bersama dia! Tentu ada orang yang telah memungut dan menolong anak-anak kita itu, akan tetapi entah di mana mereka berada. Telah kukerahkan anak buahku untuk mencari keterangan di sekitar tempat itu, akan tetapi tak seorangpun pernah melihat atau mendengar tentang mereka.” Perwira itu menarik napas panjang dan nampak sedih sekali.
“Satu-satunya orang yang akan dapat memberi keterangan telah menjadi rangka, dan kematiannya karena senjatamu pula...! Ah, kalau saja kau tidak bermusuhan dengan dia...!” Nyonya Lee kembali mengulangi penyesalannya.
Lee Song Kang tidak menjawab, hanya berdiri dengan lemas dan menuju ke meja sembahyang itu, menyalakan lilin lalu bersembahyang lama sekali, seakan-akan mengajukan permohonan kepada arwah Nyo Hun Tiong.
Pada saat itu, Nyonya Lee yang sedang duduk melamun, tiba-tiba melihat dua bayangan orang yang gesit sekali gerakannya melompat turun dari atas genteng dan tahu-tahu dua orang gadis muda yang cantik jelita berdiri di ruang itu sambil menujukan pandang mata mereka ke arah Lee Song Kang dengan penuh kebencian.
Nyonya Lee menjerit karena kaget dan takut, sedangkan Lee Song Kang sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi, telah mendengar pula suara kaki mereka ketika turun, dan cepat melompat ke dekat isterinya untuk melindunginya.
“Siapa kalian dan apa kehendka kalian datang pada waktu seperti ini?” tanyanya sambil memandang tajam, sedangkan Nyonya Lee memandang dengan muka pucat.