“Nona yang baik, kau benar-benar mengagumkan orang!” Siang Lan terkejut sekali ketika merasa betapa tangan yang menepuk pundaknya itu amat beratnya dan ia maklum bahwa pengemis ini menggunakan tenaga Jeng-kin-lat (Tenaga Seribu Kati) untuk mencobanya! Tak pernah disangkanya, bahwa pengemis ini adalah seorang pandai, maka diam-diam ia lalu mengumpulkan tenaga dalam dan mengerahkan ilmu Sia-kut-hwat (Melepaskan Tulang Melemaskan Tubuh) sehingga ketika tangan pengemis itu menekan pundaknya, pengemis itu merasa betap pundak itu lemas dan lunak seperti tak bertulang dan tenaga tekanannya lenyap dengan sendirinya!
“Bagus sekali, Nona yang baik. Hendak pergi kemanakah kau?”
“Lopeh, aku adalah seorang pengembara yang tidak mempunyai tujuan tetap. Karena telah berada di luar gerbang kota raja, tentu saja aku tidak sia-siakan kesempatan ini dan melihat-lihat kota raja.
“Ha-ha-ha! Tiada guna, tiada guna. Apakah yang patut ditonton di kota raja. Sambil berkata demikian, pengemis itu lalu menyeret kakinya keluar dari warung dan duduk di emper warung itu menyandar di dinding, terus tidur mendengkur! Para tamu merasa gemas sekali melihatnya. Alangkah kurang ajarnya pengemis tua bangka itu. Sudah ditolong berani menepuk-nepuk pundak gadis cantik itu, dan sekarang tanpa ucapan terima kasih sedikitpun, ia keluar dan mendengkur di luar warung seakan-akan tak pernah ada orang yang menolong dan memberinya makan minum!
“Berapakah jumlah semuanya?” tanya Siang Lan kepada pemilik warung yang mulai menghitung-hitung dengan sui-poa (alat penghitung).
“Lima tahil delapan chi!” katanya dan para tamu merasa heran sekali karena sesungguhnya tak usah semahal itu. Ternyata bahwa pemilik warung yang cerdik itu hendak menggunakan kesempatan ini untuk menarik keuntungan sebanyak mungkin.
Siang Lan juga merasa terkejut karena ia teringat bahwa uangnya tinggal empat tahil lagi. Akan tetapi ketika ia merogoh sakunya, bukan main herannya karena uangnya yang tinggal empat tahil itu, entah bagaimana telah bisa bisa beranak dan kini menjadi sembilan tahil! Darimanakah datangnya tambahan lima tahil ini? tiba-tiba ia teringat bahwa tadi pengemis itu menekan pundaknya dan ia merasa seperti ada yang bergerak pada bagian kantung bajunya, maka ia merasa terkejut dan mukanya berubah. Tak bisa salah lagi, tentu pengemis aneh itu yang memasukkan uang lima tahil ke dalam kantungnya!
Tanpa banyak cakap Siang Lan membayarkan uang itu kepada pemilik warung dan ia lalu melangkah keluar hendak mencari pengemis tadi. Akan tetapi, baru saja ia tiba di luar warung, ia melihat rombongan penjaga tadi telah datang ke situ, mengiringkan seorang perwira yang dari pakaiannya dapat diketahui bahwa ia adalah seorang perwira Kim-i-wi berpangkat busu, tubuhnya tinggi besar, mukanya kuning dan di tangannya memegang senjata yang aneh, yakni tiga buah bola baja yang bertali. Dengan langkah lebar perwira ini menghampiri Siang Lan dan tersenyum mengejek. Perwira ini bukan lain adalah Gui Kok Houw yang dulu pernah menangkap dan menawan Hwe Lan! Melihat Siang Lan yang berdiri memandangnya dengan tenang, perwira ini tidak ragu-ragu bahwa gadis yang berada di hadapannya tentu Hwe Lan yang dulu ditawannya dan kemudian dapat melarikan diri itu, maka ia tertawa sambil berkata,
“Ha-ha-ha! Tidak tahunya kau masih berada di sini! Ha-ha-ha! Sekali ini aku akan menawanmu dan mengurungmu dalam kamarku sendiri, kujaga siang malam hingga tak mungkin kau dapat minggat lagi!” Setelah berkata demikian, ia menubruk maju dan mengulur tangan kirinya untuk menangkap pundak Siang Lan.
Gadis ini merasa terkejut, heran, dan juga marah sekali melihat sikap dan mendengar omongan yang kurang ajar ini. Melihat sambaran tangan kiri yang kuat itu, ia maklum bahwa perwira ini memiliki tenaga besar, maka ia pun lalu memiringkan pundak dan tangan kanannya bergerak menangkis sambil mengerahkan tenaganya.
“Plak!” Dua lengan itu beradu keras dan tubuh Gui Kok Houw terhuyung-huyung ke belakang!
Perwira ini memandang dengan mata terbelalak heran. Bagaimana dalam waktu sebulan saja tenaga gadis ini telah meningkat sedemikian hebatnya? Sementara itu, Siang Lan yang merasa mendongkol lalu menuding dan bertanya,
“Perwira gadungan dari manakah datang-datang berani menghina orang?”
Gui Kok Houw mendongkol sekali melihat sikap gadis ini yang disangkanya sengaja pura-pura tidak mengenalnya maka ia lalu membentak marah,
“Gadis pemberontak dari Siauw-lim. Kau masih berpura-pura menyembunyikan dirimu yang sebenarnya? Ha- ha! Biarpun kau akan pergi bersembunyi di neraka sekalipun, kami takkan melepaskanmu. Setelah berkata demikian, perwira itu menggerakkan senjatanya dan tiga buah bola baja itu menyambar ke arah Siang Lan pada tiga bagian tubuh!
Siang Lan terkejut mendengar ucapan itu. Dari mana perwira ini tahu bahwa dia adalah murid Siauw-lim? Akan tetapi ia tidak sempat banyak berpikir tentang itu karena serangan perwira itu tidak boleh dibuat main-main. Cepat ia melompat mundur dan mencabut pedangya, kemudian dengan waspada ia menanti datangnya serangan lawan. Ketika Gui Kok Houw menyergapnya lagi dengan tiga bola bajanya ia cepat menangkis dan membalas dengan serangan yang tak kalah hebatnya sehingga sebentar saja kedua orang ini bertempur dengan seru dan sengit, ditonton oleh para penjaga dan para tamu yang menjadi ketakutan. Pengemis yang tadi tertidur, menjadi kaget dan segera pergi dari tempat itu ketika melihat pertempuran hebat ini akan tetapi pengemis kurus kering yang botak itu masih tetap duduk menyandar dinding warung. Akan tetapi kini matanya tidak tertutup lagi, ia telah terbangun dan duduk menonton pertempuran dengan tertarik sekali.
Sungguhpun kepandaian Gui Kok Houw amat tinggi, akan tetapi menghadapi Siang Lan, ia merasa seakan- akan menghadapi sebuah dinding baja yang amat kuatnya. Gadis ini bertempur dengan gerakan yang tenang sekali, teliti dan hati-hati dalam setiap penyerangan atau tangkisan, dengan disertai tenaga yang amat mengagumkan. Ketenangannya membuat gerakan pedangnya menjadi luar biasa kuatnya dan setiap serangan dari Gui Kok Houw dengan tiga buah bola bajanya dapat ditangkis atau dielakkan dengan amat mudah. Betapapun juga, amat sukar pula bagi Siang Lan untuk mendesak lawan dengan ilmu silat dan senjatanya yang lihai itu, maka diam-diam Siang Lan mengeluh. Baru saja tiba di luar tembok kota, ia telah bertemu dengan pengemis lihai dan sekarang perwira yang lancang dan kurang ajar ini pun ternyata lihai sekali! Apalagi kalau aku sudah berada di dalam kota, pikirnya.
Pada saat itu terdengar suara yang nyaring bicara seperti orang bernyanyi, “Seribu orang sahabat masih terlalu sedikit, seorang musuh sudah terlalu banyak. Mengapa mencari permusuhan? Perwira besar mengganggu gadis muda, bukankah ini lucu dan keterlaluan?”
Begitu kata-kata itu berhenti, nampak berkelebat bayangan yang cepat sekali gerakannya bagaikan kilat menyambar dan tahu-tahu di tengah-tengah antara dua orang yang sedang bertempur itu, telah berdiri pengemis tua kurus kering dan botak tadi!
Siang Lan dan Gui Kok Houw terkejut sekali dan menahan senjata masing-masing. Ketika perwira itu melihat Si Pengemis Tua tadi, ia menjadi pucaat dan segera menjura sambil berkata,
“Ah, tidak tahunya Pat-jiu Sin-kai Pengemis Sakti Tangan Delapan) yang datang! Terimalah hormatku, Kwee- lo-cianpwe.”
Akan tetapi pengemis itu tidak menghiraukannya, bahkan lalu menghadapi Siang Lan dan berkata, “Tidak lekas melanjutkan perjalananmu, mau tunggu kapan lagi?”
Siang Lan sadar bahwa pengemis ini telah menolongnya, maka ia pikir bahwa kalau tidak lekas-lekas masuk ke kota raja, setelah bentrok dengan perwira itu, sukarlah baginya untuk kelak memasuki kota. Maka ia mengangguk tanda terima kasih, lalu berlari cepat memasuki kota raja melalui gerbang yang terbuka. Para penjaga tidak berani menghalanginya. Ketika Gui Kok Houw hendak mengejar, Pat-jiu Sin-kai Kwee Sin, pengemis itu, lalu mengangkat lengannya ke atas dan berkata,
“Gui-ciangkun, tidak layak bagi seorang perwira menghina seorang gadis muda seperti dia!”
Gui Kok Houw memandang gemas. “Locianpwe tidak tahu bahwa dia adalah seorang tawanan kerajaan yang melarikan diri! Dia adalah seorang pemberontak Siauw-lim yang harus ditangkap!”
Pengemis itu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sejak kapan aku mencampuri urusan pemberontakan? Aku tidak peduli gadis itu murid Siauw-lim-pai atau bukan, akan tetapi ia telah melakukan kebaikan dan melepas budi kepadaku. Kalau kau tidak percaya, kau boleh bertanya kepada semua tamu warung ini, bahwa dia tadi telah menjamu aku dan pengemis-pengemis lain sampai kenyang! Oleh karena itu, di depan mataku, tak seorangpun boleh mengganggunya!” Setelah berkata demikian, sekali kakek itu berkelebat, tubuhnya telah lenyap dari depan Gui Kok Houw, hanya suara tawanya saja masih terdengar di sebelah belakang warung arak itu!
Gui Kok Houw tidak mempedulikan kakek pengemis itu lagi dan cepat memandang ke arah gadis itu tadi berlari, akan tetapi bayangan Sui Lan tak nampak lagi. Dengan gemas Gui Kok Houw lalu berlari mengejar, memesan kepada para penjaga agar supaya penjagaan diperkuat sehingga gadis pemberontak itu takkan dapat lolos lagi.
Dengan enak saja Siang Lan memasuki sebuah hotel besar dan menyewa kamar. Ia sedikitpun tidak pernah merasa curiga dan tidak tahu bahwa sebetulnya seluruh penjaga di kota dikerahkan oleh Gui Kok Houw untuk menangkapnya dan bahwa Siang Lan dianggap sebagai pemberontak yang telah melarikan diri dari tahanan!
Demikianlah, pada malam hari itu pada saat Hwe Lan meninggalkan gedung Pangeran Souw Bun Ong, Siang Lan juga bersiap dan setelah memadamkan lampu di dalam kamarnya dan mempersiapkan pedang dan kantung thi-lian-ci di pinggang, ia lalu melompat keluar dari jendela kamarnya dan langsung melompat naik ke atas genteng!
Sebagaimana telah diketahui, Hwe Lan menyamar sebagai seorang pemuda dan mendapat pesan dari Pangeran Souw Bun Ong untuk keluar dari kota melalui pintu gerbang sebelah utara di mana para penjaganya telah dapat ‘dibeli’ oleh pangeran itu. Pada malam hari, pada waktu Siang Lan sedang melompat keluar dari kamarnya dan berada di atas genteng hotelnya, Hwe Lan yang menyamar sebagai seorang pemuda berjalan di atas jalan raya menuju ke utara. Akan tetapi, dia yang enak-enak berjalan itu sama sekali tidak tahu bahwa malam hari itu sebagai akibat dari kedatangan Siang Lan ke kota raja, penjagaan telah diperkuat dan diatur oleh perwira Gui Kok Houw yang mengerahkan semua barisan Kim-i-wi untuk menjaga di tiap gerbang kota! Tentu saja para penjaga yang telah disuap oleh Pangeran Souw Bun Ong, tidak berdaya terhadap para perwira Kim-i-wi itu, dan mereka telah menanti datangnya ‘pemuda’ yang dijanjikan Pangeran Souw itu dengan hati berdebar, karena dengan adanya para perwira Kim-i-wi, tentu saja mereka takkan dapat membiarkan pemuda itu lewat dan keluar dari pintu gerbang begitu saja!
Tanpa menaruh curiga sedikit pun, Hwe Lan berjalan menuju ke pintu gerbang itu yang nampaknya sunyi saja. Akan tetapi, begitu ia tiba di bawah lampung teng yang tergantung di pintu gerbang itu, tiba-tiba muncul enam orang perwira yang tinggi besar. Mereka ini bukan lain adalah perwira-perwira Kim-i-wi yang bertugas menjaga di situ dan tak lama kemudian para penjaga juga muncul di belakang perwira-perwira itu sehingga jumlah mereka tidak kurang dari dua puluh orang! “Siapa kau? Dan hendak pergi ke mana?” tegur seorang di antara para perwira itu.