Suling Emas Naga Siluman Chapter 16

NIC

"Siauw Goat, engkau agaknya tidak mendengar keluhan burung itu...."

"Apa? Dia hanya berkicau riang! Apakah dia mengeluh, dan apa yang dikeluhkannya?"

"Dengar baik-baik. Kalau dia sudah kelelahan terbang, kepanasan, kehujanan, akhirnya dia mengeluh, merindukan sebuah sarang di mana dia dapat beristirahat dengan tenang dan aman...."

"Ohhh.... ahhh.... benarkah itu, Paman?"

Gadis itu termenung, agaknya kata-kata sastrawan itu menimbulkan kebimbangan di dalam hatinya. Dia sendiri selama ini membayangkan betapa bahagianya hidup bebas lepas seperti burung di udara, akan tetapi ternyata sastrawan yang hidup seperti burung ini agaknya merasakan kebahagiaan itu, bahkan agaknya merindukan rumah, merindukan ikatan!

Memang selama manusia belum dapat bebas dalam arti yang sebenarnya, dia akan selalu merindukan sesuatu yang tidak atau belum ada! Tidaklah mengherankan apabila manusia yang tinggal di tepi laut merindukan keindahan alam pegunungan, sebaliknya mereka yang tinggal di lereng gunung merindukan keindahan pantai lautan! Manusia yang belum bebas selalu menganggap keadaan orang lain lebih menyenangkan daripada keadaan diri sendiri, milik orang lain lebih menarik daripada miliknya sendiri, dan selanjutnya. Pendeknya, yang terbaik dan terindah itu selalu berada di SANA, sedangkan yang berada di SINI selalu membosankan, buruk dan tidak seindah yang di sana! Hanya kalau orang sudah benar-benar bebas daripada permainan pikiran yang mengejar kesenangan, kalau sudah bebas dari bayanganbayangan kesenangan masa lalu yang menjadi kenangan,

Bebas dari penilaian, bebas dari perbandingan, maka dia dapat membuka mata dan memandang dengan wajar, memandang dengan waspada dan dengan penuh perhatian, sepenuh perhatiannya, kepada apa adanya di saat ini! Dan kalau sudah dapat memandang seperti itu, setiap saat terhadap apa yang ada, tanpa dikotori perbandingan dan penilaian, maka batin tidak lagi digoda oleh bayangan-bayangan yang hanya mendatangkan pengejaran kesenangan dan akhirnya menuntun kita kepada kebosanan, kekecewaan dan kesengsaraan. Hanya kalau mata kita terbuka dan mengamati apa adanya setiap saat, maka akan nampaklah segala yang ada pada apa adanya itu. Dan apabila dalam penglihatan hasil pengamatan ini masih ada ini baik dan menyenangkan,

"Itu buruk dan tidak menyenangkan", maka pengamatan itu pun akan menjadi kotor dan ternoda karena yang berkata baik atau buruk, itu bukan lain adalah pikiran yang selalu menjangkau kesenangan! Maka, dapatkah kita mengamati segala sesuatu yang terjadi, baik di luar maupun di dalam diri, mengamati segala macam benda di luar kita dan segala macam gerak-gerik tubuh kita, kata-kata kita, pikiran kita, tanpa penilaian, tanpa perbandingan dan hanya pengamatan saja yang ada, tanpa adanya si aku atau pikiran yang mengamati? Pengamatan seperti ini bebas dari baik buruk atau susah senang, pengamatan seperti ini melahirkan tindakan-tindakan wajar yang tidak dipengaruhi untung rugi. Pengamatan seperti ini adalah bebas, dan hanya dalam kebebasan inilah cinta kasih dapat menembuskan sinarnya.

"Paman Sastrawan, kalau memang engkau merasa bosan merantau bebas seperti seekor burung, kenapa tidak kau hentikan saja?"

Siauw Goat memang seorang anak yang cerdik, maka kini dia mendesak pemuda sastrawan itu.

"Karena aku tidak mungkin berhenti, aku harus mencari...."

"Mencari apa? Mencari siapa?"

"Mencari isteriku...."

"Eh....?"

Siauw Goat memandang dengan matanya yang bening tajam. Sastrawan itu menarik napas panjang. Anak perempuan itu demikian menarik hatinya dan merupakan satu-satunya orang yang selama bertahun-tahun ini dapat menggerakkan hatinya. Sehingga dia mau bicara tentang dirinya. Kini dia berkata dengan nada suara berat.

"Sudah hampir lima tahun aku mencarinya.... ke seluruh kolong langit.... dan aku sudah hampir putus asa...."

"Isterimu kenapa, Paman? Bagaimana mungkin seorang isteri lari darimu? Siapa dia dan siapa namanya, bagaimana macamnya? Biar aku bantu mencari!"

Menghadapi pertanyaan bertubl-tubi itu, sastrawan muda ini menahan senyum. Dia sudah sadar lagi dan kini hanya menggeleng kepala. Siapakah sebenarnya sastrawan muda ini? Pernah dia mengaku kepada Koai-tung Sin-kai Bhok Sun bahwa Sai-cu Kai-ong adalah gurunya. Dari pengakuan ini para pembaca cerita JODOH SEPASANG RAJAWALI tentu akan dapat mengenalnya atau menduga siapa adanya sastrawan muda ini. Sastrawan muda yang berwajah tampan gagah dan bertubuh jangkung tegap ini bernama Kam Hong. Dia adalah keturunan terakhir dari keluarga Suling Emas yang pernah menggegerkan dunia persilatan.

Semenjak kecil Kam Hong sudah menjadi yatim piatu dan dia dirawat oleh seorang kakek sakti berjuluk Sin-siauw Seng-jin (Manusia Dewa Suling Sakti) yang sebetulnya merupakan keturunan dari seorang hamba dari Suling Emas dan kakek inilah yang secara rahasia menyimpan kitab-kitab peninggalan Suling Emas, menyimpannya untuk kelak diserahkan kepada yang berhak yaitu Kam Hong sebagai keturunan langsung dari pendekar sakti Suling Emas. Ketika dia masih kecil sekali, Kam Hong telah ditunangkan dengan seorang anak perempuan yang merupakan keturunan langsung dari keluarga Yu, yaitu yang dahulu menjadi sahabat baik Suling Emas dan menjadi pendiri dari perkumpulan pengemIs Khong-sim Kai-pang. Kemudian, Sin-siauw Seng-jin menyerahkan Kam Hong kepada Sai-cu Kai-ong untuk digembleng, sedangkan Yu Hwi, cucu dari Sai-cu Kai-ong Yu Kong Tek yang telah ditunangkan dengan Kam Hong itu sebaliknya oleh kakeknya diserahkan kepada Sin-siauw Seng-jin untuk dididik.

Jadi, dua orang kakek ini telah saling menukar cucu dan momongan masing-masing untuk digembleng, dengan maksud agar keturunan Suling Emas itu memperoleh ilmu-ilmu yang tinggi dan juga agar dapat tersembunyi karena Suling Emas mempunyai banyak musuh-musuh yang selalu berusaha untuk membasmi keturunannya. Akan tetapi Yu Hwi, cucu dari Sai-cu Kai-ong yang diserahkan kepada Sin-siauw Seng-jin itu diculik orang dan penculiknya itu bukan orang sembarangan, melainkan Hek-sin Touw-ong Si Raja Maling Sakti Hitam yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, dan dia menculik anak itu bukan dengan niat buruk, bahkan dia mengambil anak perempuan itu sebagai muridnya yang terkasih! Peristiwa ini menimbulkan hal-hal yang lucu dan menarik seperti yang dapat diikuti dalam cerita JODOH SEPASANG RAJAWALI. Dalam cerita itu dituturkan betapa setelah mereka menjadi dewasa, akhirnya Kam Hong dapat bertemu dengan Yu Hwi yang telah dijodohkan kepadanya oleh dua orang kakek itu.

Akan tetapi Yu Hwi yang sebelumnya oleh gurunya diberi nama Kang Swi Hwa dan berjuluk Ang-siocia, agaknya tidak mau menerima perjodohan itu apalagi karena dalam perantauannya dia tadinya menyamar sebagai pria dan ketika dia terluka dan pingsan, Kam Hong yang menolongnya pernah membuka bajunya dan melihat rahasianya bahwa dia seorang dara yang menyamar pria, maka peristiwa ini membuatnya merasa malu dan mendongkol kepada Kam Hong. Maka, ketika ia diberitahu bahwa dia adalah cucu Sai-cu Kai-ong bernama Yu Hwi dan bahwa dia telah dijodohkan sejak kecil kepada Kam Hong, dan menjadi marah lalu melarikan diri minggat! Demikianlah riwayat singkat dari Kam Hong. Pemuda ini kemudian mempelajari ilmu-ilmu peninggalan dari nenek moyangnya, yaitu Suling Emas.

Posting Komentar