Si Teratai Emas Chapter 44

NIC

“Ke mana lagi kalau bukan ke rumah pelesir?” kata Kim Lian cemberut. Siapakah di antara mereka yang dapat menduga betapa pada saat itu suami mereka berenang di lautan nafsu bersama Nyonya Han Tao Kok? Dua orang nikouw itu bermalam di rumah Goat Toanio dan pada malam harinya, Wang Nikouw mengeluarkan sebotol obat yang telah dijanjikannya itu.

“Inilah obat yang Pinni (saya) janjikan itu,” katanya. Pi Nikouw rnenambahkan, “Obat ini harus diminum tepat pada malam bulan purnama, dan pada malam itu, minum obat ini dan Toanio tidur bersama suami Toanio, tentu Toanio akan mengandung seorang bayi laki-laki. Akan tetapi Toanio tidak boleh membicarakan hal ini dengan siapapun juga.” Goat Toanio menerima botol kecil itu.

“Terima kasih banyak atas bantuan ji-wi (kalian berdua) yang amat berharga...”

“Wah, tidak mudah mendapatkan benda yang menjadi syarat utama itu. Untuk mendapatkan benda untuk campuran obat itu, kami harus mencari ke mana-mana. Untunglah bahwa akhirnya Pi Nikouw dapat memperolehnya dan kami sudah mencucinya bersih dengan arak, mengeringkannya dan mengabukannya, melembutkannya dan mencampurkan dengan obat ini.” Goat Toanio mengerti akan maksud yang tersembunyi di balik ucapan itu. Ia lalu menyerahkan satu ons perak kepada mereka.

“Kalau berhasil permohonanku dan obat ini ternyata manjur, kelak saya akan menyumbangkan kain untuk bahan pakaian,” ia menjanjikan. Malam terang bulan masih kurang dua hari lagi dan ketika pada keesokan harinya Shi Men pulang lalu memasuki pondok Goat Toanio, suami ini memperlihatkan sikap manis, bahkan dia merangkul pinggang isteri pertamanya dan memperlihatkan sikap mengajak tidur. Akan tetapi Goat Toanio dengan halus terpaksa menolaknya karena bulan purnamanya adalah besok malam. Ia berkata dengan suara halus kepada suaminya.

“Malam ini aku merasa kurang enak badan, harap kau tidur di kamar seorang di antara mereka. Kalau besok malam “ Goat Toanio melempar senyum malu-malu. Shi Men yang setengah mabuk itu tertawa.

“Baiklah, baiklah, agaknya engkau tidak suka melihat aku mabuk

“Harap maafkan, bukan maksudku rnenyinggungmu. Bukan karena engkau agak mabuk, melainkan ah, besok malam sajalah.” Malam itu Shi Men tidur di kamar Kim Lian. Pada keesokan harinya, Goat Toanio bersiap-siap. la bersembahyang kepada Kwan Im Pouwsat memohon berkahnya setelah sehari berpuasa dan membersihkan diri, mengenakan pakaian bersih dan baru. Dibakarnya dupa dan iapun membaca ayat-ayat suci seperti yang diajarkan oleh Pi Nikouw. Kemudian ia mengeluarkan guci kecil berisi obat pemberian Pi Nikouw dan Wang Nikouw, menaruhnya di atas meja sembahyang, berlutut dan berdoa dengan suara lirih,

“Tuhan Yang Maha Kuasa, demi berkah Kwan In Pouwsat yang welas asih, dengarlah permohonan hambamu ini, dengan kekuasaanmu, melalui kekuatan obat yang hamba terima dari Pi Nikouw dan Wang Nikouw, kurniailah hamba dengan seorang anak laki-laki!”

Dibantu oleh Siauw Giok, Goat Toanio Lalu menuangkan sedikit anggur ke dalam obat itu, rnemasukkannya ke dalam cawan dan setelah diaduk rata, ia berlutut menghadap ke barat Ialu minum obat itu. Obat itu rasanya agak masam, akan tetapi ia dapat menelannya semua. Setelah kembali berlutut menghadap meja sembahyang dan menghaturkan terima kasih. Selesailah sudah upacara itu dan memasuki kamarnya, tidak keluar lagi sampai malam. Ketika malam itu Shi Men memasuki kamarnya, dia mendapatkan isteri pertamanya itu sedang menunggunya dengan pakaian bersih rapi, cantik dan anggun, dan kamar itupun bersih dan berbau harum. Mereka lalu makan malam bersama.

“Mengakulah, bahwa semalam engkau tidak mau menerimaku karena aku mabuk?” tanya Shi Men, tersenyum.

“Tidak, aku sungguh merasa agak tidak enak badan kemarin” katanya karena kedua orang Nikouw itu memesan agar rahasia obat itu jangan diceritakan kepada orang lain.

“Bagaimana engkau dapat bercuriga? Pasangan suami isteri yang begitu lamanya seperti kita tidak mempunyai rahasia terhadap satu sama lain.” Setelah makan dan minum beberapa mangkok arak, bangkitlah gairah Shi Men dan malam itu dia tidur bersama Goat Toanio, melepaskan semua kerinduannya melalui gairah cintanya karena sudah agak lama dia tidak tidur bersama isteri setia ini.

Undangan yang amat penting dari Kotaraja, yaitu undangan hari ulang tahun Perdana Menteri Cai, merupakan undangan yang amat penting bagi Shi Men maka diapun mempersiapkan segala sesuatunya untuk pergi ke Kotaraja menghadiri pesta itu. Semua isterinya membantunya bersiap-siap karena kepergiannya ini membawa barang-barang hadiah yang amat banyak. Shi Men memilih empat orang kacungnya untuk menyertainya, yaitu Kiu Tung, Ta An, Shu Tung, dan Tung, Di samping ini, ada pula pasukan pengawal dan pelayan-pelayan lain. Sebelum berangkat, Shi Men lebih dulu menjenguk isterinya yang ke enam, Nyonya Peng, yang selama beberapa hari ini tidak enak badan. Dia mengucapkan selamat tinggal dan menimang puteranya.

“Jangan lupa untuk minum obat yang diberikan oleh Tabib Yen agar engkau cepat sembuh dan sudah sehat kembali ketika aku pulang.”

“jagalah dirimu baik-baik dalam perjalanan dan cepatlah pulang dengan selamat,” kata Nyonya Peng sambil mengusap air matanya. Berangkatlah Shi Men, diantar oleh lima orang isterinya yang lain sampai ke pintu gerbang dan menunggu di depan pintu gerbang sampai suami mereka dan rombongannya menghilang di sebuah tikungan jalan. Perjalanan itu cukup jauh, membutuhkan waktu sepuluh hari barulah Shi Men tiba di Pintu Gerbang Selaksa Keturunan, dan memasuki Kotaraja timur. Di sepanjang perjalanan, banyak dia melihat pembesar-pembesar lainnya dengan rombongan masing-masing menuju ke tempat yang sama untuk memberi hormat dan selamat kepada Perdana Menteri Cai yang berulang tahun.

Shi Men langsung menuju ke gedung Kepala Pengawal Ti yang sudah dikenalnya dengan baik. Ti- Ciangkun menyambut Shi Men dengan pesta yang mewah sekali. Kesempatan ini dipergunakan oleh Shi Men untuk minta bantuan Ti-Ciangkun agar dia dapat diterima menghadap secara terpisah dari para tamu lain oleh Perdana Menteri agar dia dapat bercakap-cakap langsung dengan pembesar tinggi itu. Juga dia mengharapkan bantuan dan dorongan Ti-Ciangkun agar Perdana Menteri itu mau menerima dia sebagai “anak angkat”, julukan yang diberikan kepada pembesar-pembesar bawahan yang “dilindungi” oleh Perdana Menteri. Melihat daftar hadiah yang amat banyak yang dibawa Shi Men, Ti-Ciangkun menjawab gembira.

“Harap jangan khawatir. Biarpun kami adalah bangsawan-bangsawan dengan kedudukan tinggi, bagaimanapun juga kami adalah manusia yang mempunyai kehormatan dan kasih. Melihat daftar hadiah yang anda bawa, saya merasa yakin bahwa Perdana Menteri akan menerima anda sebagai anak angkat, bukan saja itu, bahkan besar kemungkinan anda akan diberi kenaikan pangkat.”

Tentu saja Shi Men menjadi girang bukan main dan malam itu terpaksa dia harus tidur sendirian di sebuah kamar tamu yang indah. Tentu saja dia yang biasa tidur dengan seorang wanita setiap malam, merasa gelisah dan sukar pulas. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ti-Ciangkun sudah menghadap Perdana Menteri sambil membawa daftar barang hadiah yang dlbawa oleh Shi Men dan tak lama kemudian, setelah Shi Men makan pagi dengan royal, Ti-Ciangkun menemuinya dan mengatakan bahwa Perdana Menteri berkenan menerimanya sebelum menerima para tamu lain yang hendak menghaturkan selamat.

Berangkatlah mereka berdua memasuki Istana Sang Perdana Menteri. Di sepanjang jalan memasuki Istana yang besar itu, tiada habisnya Shi Men mengagumi prabot-prabot ruman dalam Istana itu, yang membuat seisi rurnahnya sendiri nampak tidak ada artinya sama sekali, bahkan miskin! Ruangan- ruangan yang serba indah, yang selamanya belum pernah dilihatnya, membuat Shi Men merasa sesak bernapas saking kagumnya. Taman-taman indah dengan segala macam burung, sampai merak menghiasinya, bunga-bunga yang belum pernah dilihatnya, semua itu membuat Shi Men merasa dirinya kecii dan rendah. Akhirnya mereka tiba di Ruangan Pertemuan di mana Sang Perdana Menteri biasanya menerima tamu.

Posting Komentar