Si Tangan Halilintar Chapter 50

NIC

Orang yang tinggi kurus bermuka tengkorak itu berkata, suaranya serak, "Kami justeru hendak bertemu Song-loya! Minggirlah kau!"

Akan tetapi pelayan itu berkeras melarang. "Tidak, kalau tidak ada perkenan Song-loya, kami tidak berani membiarkan siapapun juga naik ke loteng. Apa buktinya bahwa ji-wi merupakan tamu Song-loya?"

"Buktinya?" Orang ke dua yang mukanya bersih dan bajunya kedodoran bertanya, lalu dijawabnya sendiri. "Inilah buktinya!" Dia menggerakkan tangan kiri menepuk pundak pelayan itu. Kemudian sambil tersenyum lebar kedua orang itu melanjutkan langkah mereka menaiki tangga yang menuju ke ruangan loteng di atas. Pelayan itu masih berdiri seperti tadi dan agaknya dia hanya berdiri melongo, tidak melakukan atau berkata apapun.

Sementara itu, nasi dalam mangkok ke. dua juga sudah lenyap memasuki perut A Siong yang tadi masih merasa lapar. "He, sobat pelayan! Tambah lagi nasinya!" Dia berseru dan melihat pelayan itu masih bengong berdiri di bawah anak tangga, A Siong mengomel. "He, budak uang! Kalau orang yang memanggil, engkau pura-pura tidak dengar, kalau uang yang memanggil, engkau berlari menghampiri dengan ekor bergoyang-goyang!" Karena tidak sabar, dia bangkit berdiri dan melangkah lebar menghampiri pelayan yang masih berdiri bengong di bawah tangga yang menuju ke loteng.

"Hei, bung pelayan! Apakah engkau tuli dan gagu? Hayo tambah lagi nasi putih, dua mangkok, eh, tiga lima mangkok. Cepat!" bentak A Siong sambil menyentuh lengan

pelayan itu. Akan tetapi dia sendiri terkejut ketika tangannya merasa betapa lengan pelayan itu kaku. Tahulah A Siong bahwa pelayan itu tidak mampu bergerak karena tubuhnya telah ditotok orang sehingga kaku.

Setelah mengetahui keadaan pelayan itu, A Siong menepuk pundaknya dan menggunakan jari tangannya untuk membuka jalan darah yang tertotok sambil berkata,”Hayo cepat ambilkan tambahan nasi!”

Seketika pelayan itu dapat bergerak kembali. Wajah pelayan itu menjadi pucat. Dia tahu bahwa tadi tubuhnya tidak mampu bergerak setelah tangan kiri tamu yang berjubah lebar itu menepuk pundaknya dan sekarang, setelah pemuda dusun tinggi besar itu menepuknya, dia dapat bergerak kembali. Baru dia menyadari bahwa dia berhadapan dengan orang pandai, maka sambil membungkuk-bungkuk dia lalu menyanggupi dan bergegas pergi ke dapur untuk mengambilkan lima mangkok nasi yang diminta A Siong.

Siauw Beng melihat ini semua. Ketika A Siong duduk kembali, dia berbisik.

"A Siong, di sini gawat, jangan bertindak sembrono. Jangan mencari pertengkaran dengan orang tanpa sebab yang pasti. Kita tidak tahu orang-orang macam apa yang sedang berkumpul di atas itu."

Sambil mulai makan nasi dari mangkok ke tiga, A Siong menjawab. "Hemm, masa bodoh amat. Asalkan mereka tidak mengganggu kita, akupun tidak perduli."

Keduanya makan minum dan seakan sudah melupakan lagi peristiwa tadi. Dari tempat mereka duduk, mereka dapat mendengar suara mereka yang di loteng bicara tidak jelas dan hanya mendengar mereka tertawa-tawa.

Tiba-tiba terdengar suara dari atas. "Heiii! Pelayan, cepat naik ke sini!!”

A Siong dan Siauw Beng semakin tertarik. Suara itu terdengar biasa saja, namun mereka berdua dapat merasakan betapa suara itu didorong oleh tenaga sakti kuat sehingga mengandung getaran dan suara seperti itu dapat terdengar dari tempat jauh!

Seorang pelayan lain, karena yang tadi tidak berani naik, cepat naik ke loteng memenuhi panggilan itu. Tak lama kemudian dia turun lagi membawa sebuah kertas catatan, agaknya pesanan mereka yang berada di loteng itu dicatat dan itu menandakan bahwa pesanan itu tentu banyak. Sesampainya di bawah, pelayan itu berbisik-bisik kepada pelayan yang kena totok tadi. Kembali A Siong minta tambahan dua mangkok nasi dan ketika pelayan itu mendekati, dia bertanya,

"Apa yang dikatakan pelayan yang melayani mereka yang berada di atas?" Karena pelayan itu kini tahu bahwa raksasa muda itu bukan orang sembarangan, dia menjawab. "Tadinya ada dua orang di atas, ditambah lagi dua orang yang baru datang, akan tetapi kenapa kini yang di atas menjadi lima orang? Entah bagaimana yang seorang lagi tahu- tahu berada di loteng." Setelah berkata demikian, dia pergi untuk mengambilkan dua mangkok nasi.

Siauw Beng saling pandang dengan A Siong. "Memang mencurigakan mereka itu, A Siong. Aku khawatir akan terjadi sesuatu yang hebat di sini. Akan tetapi ingat, kalau tidak mengganggu kita, jangan mencampuri urusan orang lain." kata Siauw Beng.

A Siong yang sudah menghabiskan enam mangkok nasi, A Siong baru merasa kenyang dan dia menyeka mulutnya dengan kain lap, lalu berkata, "Kalau mereka melakukan kejahatan mengganggu orang, apakah akupun harus diam saja?"

"Tentu saja tidak. Akan tetapi hati-hati, jangan sekali-kali turun tangan sebelum ada isarat dariku." pesan Siauw Beng. A Siong mengangguk. Dia memang harus menaati Siauw Beng yang dia anggap sebagai ganti Ma Giok.

Tiga orang pelayan membawa baki penuh masakan ke atas loteng. Mereka turun lagi membawa baki kosong dan di atas terdengar orang-orang bicara dan tertawa-tawa gembira.

Siauw Beng dan A Siong sudah selesai makan. Selagi Siauw Beng hendak memberi isarat kepada A Siong untuk membayar harga makanan dan pergi dari situ, tiba¬tiba terdengar suara gaduh di luar rumah makan Ho Tin dan tampak seorang gadis cantik jelita memasuki ruangan bawah, dikawal oleh selosin pasukan Mancu yang memakai pakaian seragam gemerlapan.

Tentu saja semua tamu di rumah makan itu menjadi terkejut dan ketakutan. Pada waktu itu, setiap kalau melihat pasukan Mancu orang merasa takut dan ngeri. Walaupun bangsa Mancu sudah memerintah hampir tiga puluh tahun di Cina, rakyat tetap merasa panik kalau melihat pasukan Mancu karena seringkali pasukan Mancu bertindak sewenang- wenang terhadap rakyat dengan dalih melakukan pembersihan terhadap para pemberontak! Para pelayan rumah makan, Ho Tin, dipimpin oleh majikannya sendiri, cepat menyambut gadis itu dengan membungkuk-bungkuk penuh hormat. Mereka mengenal gadis cantik jelita yang dari pakaiannya saja dapat diketahui bahwa ia adalah seorang puteri bangsawan Mancu! Memang sudah beberapa kali Puteri Maya, demikian nama gadis bangsawan Mancu itu dikenal sebagai puteri seorang bangsawan tinggi, bahkan kabarnya ayah gadis itu adalah seorang pangeran kerajaan Mancu, datang ke restoran itu untuk makan siang.

"Selamat pagi, Nona Puteri Maya yang terhormat, selamat pagi dan silakan memilih meja yang paduka anggap paling menyenangkan. Silakan!" kata pemilik restoran diikuti oleh para pelayan yang membungkuk-bungkuk sambil tersenyum ramah.

Puteri Maya, demikian nama gadis jelita itu, memandang ke sekeliling. Masih banyak meja kosong di ruangan bawah itu, akan tetapi agaknya dia tidak tertarik. Ketika pandang matanya bertemu dengan Siauw Beng dan A Siong, gadis itu mengerutkan alisnya. Agaknya ia merasa heran melihat ada dua orang pemuda dusun berada pula di restoran besar itu untuk makan! Agaknya gadis itu tidak suka dengan keadaan di ruangan bawah, mungkin sekali karena melihat bahwa di situ terdapat dua orang dusun. Masa ia, seorang puteri keluarga istana harus makan satu ruangan bersama dua, orang dusun yang bodoh, miskin dan kotor? Ia lalu memandang ke arah anak tangga yang menuju ke loteng.

"Aku hendak makan di atas saja." kata gadis itu kepada majikan rumah makan yang bertubuh gendut. Majikan restoran itu membelalakkan matanya dan suara gadis yang nyaring merdu itu seperti mengejutkannya

”Mohon beribu ampun, Nona puteri! Akan tetapi tempat di atas sudah diborong orang untuk pesta!”

Gadis cantik itu mengerutkan alisnya. "Pembesar mana yang memborongnya?. Katakan kepadanya bahwa Puteri Maya yang menghendaki tempat di loteng itu dan suruh mereka berpindah ke bawah!"

"Bukan pembesar, nona. Akan tetapi yang memborong adalah Song Wan-gwe (Hartawan Song) yang dermawan dan terkenal di kota Sauw-ciu ini"

"Tak perduli siapa dia,.suruh turun pindah ke bawah!" bentak Puteri Maya "Akan tetapi........ mereka sedang berpesta, nona "

"Hemm, berapa orang sih yang berpesta?" "Mereka ada empat....... eh, lima orang "

"Apalagi cuma lima orang, hayo suruh mereka pindah ke bawah sekarang juga. Dan jangan membuat aku habis sabar!"

Majikan restoran Ho Tin itu tampak ketakutan dan bingung. Nama besar Hartawan Song sebagai seorang dermawan di kota Sauw-ciu amat terkenal, bukan saja karena kaya raya dan sosiawan, suka mendermakan kekayaannya, dan yang lebih dari itu, Hartawan Song juga terkenaI sebagai seorang yang memiliki ilmu silat yang tinggi dan kabarnya memiliki hubungan erat dengan semua tokoh kangouw yang gagah perkasa!

"Akan tetapi........ Nona Puteri.......... saya....saya tidak berani " "Hemmmm........" Puteri Maya lalu memberi isarat kepada perwira yang memimpin pasukan pengawalnya. Perwira itu bersama empat orang perajurit lalu berjalan melalui anak tangga menuju ke loteng.

Posting Komentar