.
Sejak pertama bertemu Jenderal Chou dan para pembantunya, Liu Cin sudah melihat tanda-tanda bahwa Cu Yin agaknya tergila-gila kepada Chou Kian Ki. Hal ini dikuatkan pula pada malam harinya. Ketika tanpa sengaja malam itu dia keluar dari kamar dan melewati kamar Cu Yin, dia melihat bayangan seorang laki-laki menyelinap masuk ke dalam kamar itu! Dia cepat bersembunyi di balik pintu ruangan, kwawatir kalau-kalau bayangan itu seorang penjahat. Akan tetapi dia mendengar suara percakapan lirih di kamar Cu Yin dan tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka dan Cu Yin keluar dari kamar itu bersama Chou Kian Ki dengan bergandengan tangan begitu mesra. Mereka berdua lalu pergi ke bagian dalam gedung, entah kemana!
Jantung dalam dada Liu Cin berdebaar tegang. Biarpun dia seorang pemuda yang lugu dan belum berpengalaman, namun melihat keadaan mereka berdua tadi, dia dapat memastikan bahwa tentu Cu Yun bermain cinta dengan Chou Kian Ki. Dia merasa heran. Memang tidak aneh kalau seorang pemuda bertemu seorang gadis lalu mereka saling jatuh cinta. Akari tetapi masa baru saja bertemu lalu bermesraan seperti itu? Padahal biasanya Cu Yin kelihatan begitu sopan! Teringatilah dia akan sikap Cu Yin pada malam tempo hari itu, di mana Cu Yin mendekatinya dan begitu bernafsu sengaja dia bermesraan, namun dia tolak. Mulailah Liu Cin melihat keaselian watak Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Dan teringatlah dia kembali betapa pada keesokan harinya setelah dia menolak Cu Yin yang merangkulnya dan menyatakan cinta, ketika mereka berada di rumah makan, mereka mendengar orang-orang bercerita bahwa semalam ada dua orang pemuda yang mereka sebut Ang Kongcu dari Si Ahok mati dibunuh siluman rase yang kabarnya berujud seorang wanita cantik! Kini dia baru teringat betapa Cu Yin yang semalam murung karena dia tolak ajakannya bermesraan pada pagi harinya tampak cerah dan gembira, tidak murung lagi.
"Aihhh..........," Dia berkata dalam hatinya. "Jangan-jangan ah, apakah Lai Cu
Yin itu yang dikabarkan menjadi siluman rase dan membunuh dua orang pemuda itu ?" Dia bergidik. Pada jaman itu hampir semua orang percaya akan cerita
tentang siluman-siluman berubah menjadi manusia dan mencari korban antara manusia. Dia pun percaya dan ia merasa ngeri! Dia sama sekali tidak merasa cemburu melihat Cu Yin bermesraan dengan Chou Kian Ki, bahkan dia merasa muak dan lenyaplah semua perasaan kagum dan sukanya terhadap gadis itu. Bahkan dia pun mulai merasa tidak cocok untuk bekerja membantu Jenderal Chou yang katanya akan menentang para pejabat tinggi yang korup dan lalim. Bagaimana mungkin dia cocok bekerja sama dengan jenderal itu, melihat puteranya saja berwatak mata keranjang seperti itu? Mana ada orang baik-baik mengajak seorang tamu wanita yang baru saja dikenalnya untuk bermain gila? Dia merasa muak dan segera melangkah menuju ke taman bunga yang berada di belakang gedung.
Liu Cin melihat sebuah bangunan kecil, sebuah beranda beratap tak berdinding, di tengah taman. Beranda itu mungil dan dicat merah, terdapat beberapa buah bangku panjang di situ. Agaknya menjadi tempat peristirahatan setelah orang lelah berjalan- jalan di taman, yang luas itu. Di depan bangunan itu terdapat sebuah kolam yang cukup besar, di mana terdapat teratai yang berkembang merah dan putih, dan banyak ikan emas berenang di antara bunga-bunga itu. Tempat itu diterangi dua lampu gantung berwarna sehingga tempat itu tmpak indah dan nyeni (artistik). Akan tetapi Liu Cin tidak ingin dilihat orang, lalu dia memilih duduk di atas sebuah batu di belakang bangunan itu, terhalang semak-semak berbunga. Dia duduk melamun, memikirkan dan mengenangkan semua yang dia alami sejak meninggalkan Gurunya, bertemu dengan Cu Yin dan melakukan perjalanan bersama sampai di tempat itu.
Kurang lebih sejam lamanya dia duduk termenung di tempat itu. Tiba-tiba dia mendengar suara isak tertahan. Tangis seorang wanita! Dia tertarik sekali dan karena suara tangis tertahan itu datangnya dari arah bangunan kecil, dia mengintai dari balik semak-semak. Dilihatnya seorang wanita memasuki beranda itu lalu menjatuhkan diri duduk di atas bangku sambil menangis. Jelas bahwa gadis itu menahan tangisnya, menutupi mukanya dengan tangan yang memegang saputangan untuk menahan isak yang keluar dari mulutnya.
Liu Cin mengenal gadis itu sebagai Ong Hui Lan yang siang tadi diperkenalkan kepadanya sebagai calon isteri atau tunangan Chou Kian Ki. Apa yang terjadi? Mengapa gadis itu menangis? Tentu saja Liu Cin tidak berani bertanya. Mendekat pun dia tidak berani karena hal itu akan dianggap sebagai tindakan yang kurang ajar. Dia hanya seorang tamu tentu tidak pantas menemui gadis anggauta keluarga seorang diri di dalam taman, pada waktu malam pula! Bahkan dia tidak berani muncul dari tempat dia duduk dan tersembunyi, khawatir kalau gerakannya ketahuan oleh gadis itu. Di membayangkan gadis itu yang siang tadi pernah dijumpainya. Namanya Ong Hu Lan, gadis berusia sekitar sembilan belas tahun.
Orangnya pendiam dan tampak, lembut. Mukanya bulat, matanya tajam namun lembut sinarnya, tubuhnya ramping dan pakaiannya sederhana dibandingkan pakaian Lai Cu Yin. Seorang gadis yang cantik dan anggun, sikapnya berwibawa. Akan tetapi gadis itu kini kehilangan sifatnya yang gagah ketika duduk menangis lirih seorang diri di atas bangku itu.
Tiba-tiba Liu Cin yang sedang memandang gadis itu terkejut. Dia melihat sinar kecil hitam meluncur ke arah gadis Itu. Tanpa disadarinya dia berseru.
"Awas, Nona !"
Ong Hui Lan terkejut, mengangkat mukanya dan melihat sinar hitam meluncur itu sudah dekat sekali di depan tenggorokannya. Ia cepat membuang diri ke kiri.
"Ceppp! Ahhh !" Gadis itu mengeluh karena biarpuh ia sudah mengelak sehingga
tenggorokannya terhindar dari sambaran maut itu, pundak kanannya yang terkena benda itu. Akan tetapi ternyata benda itu hanya sebuah ranting kayu sebesar telunjuk, biarpun menancap di pundak, tidak mendatangkan luka yang berbahaya. Hui Lan cepat mencabutnya. Darah mengucur dan terasa perih. Akan tetapi pada saat itu, beberapa sinar datang menyerangnya dengan gencar. Hui Lan sudah siap dan ia mengelak sambil menggerakkan kedua tangan memukul ke arah senjata- senjata gelap itu.
Liu Cin menjadi marah sekali melihat gadis itu diserang orang secara menggelap. Dia mengambil dua buah batu dan ia me lompat keluar semak-semak lalu melontar kan dua buah batu sebesar kepalan tangannya itu arah semak-semak dari mana senjata- senjata gelap itu datang. Tampak sesosok bayangan orang berkelebat dan lari dari belakang semak itu. Liu Cin tidak dapat melihat dengan jelas karena di bagian itu memang gelap. Dia hendak mengejar akan tetapi tiba-tiba Hui Lan sudah melompat di dekatnya dan langsung menyerangnya kalang kabut.
Tentu saja Liu Cin menjadi kaget sekali. Dia cepat mengelak dan menangkis karena Hui Lan menyerangnya bertubi-tubi dengan pukulan dan tendangan kilat.
"Nona, engkau salah paham!" Liu Cin berseru berkali-kali akan tetapi Hui Lan térus saja menyerang. Terpaksa Liu Cin balas menyerang karena kalau hanya bertahan saja, dia tentu akan terkena pukulan. Gadis itu ternyata lihai bukan main, memiliki pukulan yang cepat dan kuat sehingga dia pasti akan kalah kalau dia tidak membalas. Terjadilah pertandingan yang seru. Melihat gadis itu seperti kesetanan dan marah sekali. Liu Cin maklum bahwa tentu ada sesuatu yang membuat gadis itu demikian marah kepadanya. Dia cepat melompat ke belakang.
"Tahan dulu, Nona! Kenapa Nona menyerangku tanpa alasan?" tanyanya tegas.
"Hemmm, manusia tak tahu diri! Engkau bersekongkol hendak membunuhku! dan masih bertanya mengapa aku menyerangmu?"
"Nanti dulu, Nona Jangan terburu nafsu sehingga engkau nanti akan menyesal sendiri dengan tindakanmu yang gegabah. Aku bukan musuh. Aku tadi juga sudah berada di sini ketika engkau datang dan menangis. Karena aku seorang tamu, maka aku tidak berani muncul keluar, takut kalau disangka yang bukan-bukan. Aku hanya mencari hawa segar di sini. Kemudian, aku melihat engkau diserang senjata gelap aku membantumu, melempari penyerangmu itu dengan batu sehingga dia melarikan diri. Akan tetapi tahu-tahu Nona malah menyerangku. apakah ini adil?"
Mendengar ini, Hui Lan menjadi agak lunak, akan tetapi ia berkata dengan Bicara yang masih terdengar marah. "Hem, Bngkau adalah sahabat baik perempuan genit cabul itu, mana mungkin engkau seorang baik-baik?"
Liu Cin merasa panas hatinya, mukanya menjadi merah dan dia pun berkata dengan tegas.
"Nona, jangan menuduh orang sembarangan saja tanpa mengetahui keadaan sebenarnya! Aku Liu Cin adalah murid Siauwlimpai dan tidak mungkin aku menjadi seorang sesat. Lebih baik mati daripada hidup menjadi seorang jahat. Aku bukan sahabat baik Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Memang benar aku datang ke sini bersamanya, akan tetapi hanya kebetulan saja aku melakukan perjalanan bersamanya ketika kami bertemu di jalan dan menolongnya ketika ia dikeroyok orang. Aku tidak mengenal betul siapa ia dan orang macam apa. Akan tetapi di sepanjang jalan ia bersikap baik. Tidak tahunya "
Kini Ong Hui Lan memandang dengan sinar mata tajam, mulai menilai pemuda di depannya itu.
"Tidak tahunya apa tanyanya.
"Nona, kalau boleh aku bertanya, apakah Nona juga melihat apa yang terjadi antara Ang Hwa Niocu itu dengan tunanganmu?"
Hui Lan terkejut. "Ah, engkau melihat mereka?" tanyanya.
Liu Cin mengepal tinju. "Aku melihat dan merasa muak sekali! Dulu memang mereka yang mengeroyoknya mengatakan bahwa dia adalah seorang wanita sesat akan tetapi aku tidak percaya bahkan membelanya. Sekarang baru aku tahu bahwa ia benar-benar seorang wanita sesat yang tidak tahu malu! Mulai detik ini aku tidak sudi lagi disebut sahabatnya!"
"Liu Cin, kau mencintanya?"
"Tidak, aku tidak pernah mencintanya Ia boleh bermain gila dengan laki-laki manapun, aku tidak peduli. Akan tetapi kesesatannya itu mencemari pula namaku karena kebetulan aku datang bersamanya. Buktinya engkau sendiri juga mengira aku orang yang sesat, Nona." "Sekarang tidak lagi, setelah engkau menceritakan keadaanmu. Aku percaya padamu."
"Nona, karena itukah engkau tadi menangis? Ah, betapa kejamnya calon suamimu bermain gila dengan wanita lain di depanmu, di dalam satu rumah! Aku akan menegur perempuan itu, kalau perlu akan kuhajar ia!"
"Tidak, aku tidak bersedih karena Chou Kian Ki bermain gila dengan perempuan itu. Aku juga tidak pernah mencintanya!"
"Ah, kalau begitu, maafkan pertanyaanku. Mengapa Nona bisa menjadi tunangannya?"
Entah mengapa, tiba-tiba saja Hui lan percaya kepada pemuda yang lugu dan sederhana ini. "Aku dijodohkan oleh ayahku dan sebagai anak yang berbakti, aku tidak dapat menolak. Karena itulah, melihat dia kini bermain gila dengan Lai Cu Yin itu, hatiku menjadi sedih sekali, bukan sedih karena cemburu, melainkan sedih karena aku dijodohkan dengan jahanam macam itu!"
"Calon suamimu memang tidak benar, akan tetapi dia seorang laki-laki. Yang menyebalkan adalah Ang Hwa Niocu! Aku akan menegurnya besok! Aku malu dfl anggap sahabat seorang perempuan cabul macam itu!"
"Akan tetapi, bagaimana engkau dapat membuat ribut di sini? Bukankah engkau telah menjadi pembantu Jendetai Chou Ban Heng? "Tidak, aku belum menyanggupi! Aku minta waktu untuk mempelajarinya lebih dulu. Yang sudah menyanggupi adalah! Ang Hwa Niocu. Aku ingin melihat dulu pekerjaan macam apa yang harus kulakukan di sini."
"Engkau sebagai seorang murid Siauw limpai pasti akan mundur kalau mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Aku sendiri juga menentang mereka dan tidak sudi, membantu, walaupun atas kehendak orang tua aku dijodohkan dengan putera Jenderal Chou!"
"Ah, sudah kuduga ada yang tidak beres! Hui Lan eh, Nona, apakah
sesungguhnya yang terjadi?"
"Liu Cin, engkau boleh panggil aku Hui Lan saja. Kurasa kita berdua sepaham. Jenderal Chao Ban Heng merencanakan pemberontakan untuk menjatuhkan Kerajaan Sung yang baru dan membangun kembali Kerajaan Chou, tentu saja kalau berhasil, Jenderal Chou yang menjadi kaisarnya. Mereka hendak mengusahakan agar para pejabat tinggi yang setia kepada Kaisar Sung Thai Cu dienyahkan, dibunuh atau difitnah agar dipecat dan kedudukannya diganti oleh orang yang mendukung Jenderal Chou."