Si Rajawali Sakti Chapter 46

NIC

"Ha-ha, baiklah, Cu Yin. Nah, katakan, bagaimana tanggapanmu atas tawaran kami?" "Saya setuju sekali dan siap menerima tawaran itu dengan senang, Goanswe." kata Lai Cu Yin, kemudian ia berkata kepada Liu Cin, "Cin-ko, mengapa engkau harus berpikir-pikir lagi? Tawaran ini sungguh baik sekali dan kita terima saja!"

"Tidak, Yin-moi, aku tidak tergesa-gesa. Aku harus mempertimbangkan dulu baik- baik."

"Baiklah, Liu Enghiong. Engkau boleh mempertimbangkannya dulu selama bebepa hari sebelum mengambil keputusan. Akan tetapi engkau tidak perlu kembali ke rumah penginapan. Engkau dan Nona Cu Yin boleh tinggal di sini. Dengan tinggal di sini tentu engkau akan lebih mudah untuk menyelidiki apa yang kami tawarkan tadi, bukan?"

"Benar sekali itu, Cin-ko! Kita tinggal vaja di sini dan engkau boleh melihat dulu perkembangannya selama beberapa hari. Akan tetapi aku sudah menerimanya dan siap membantu Jenderal Chou!" kata Cu Yin dengan gembira. Tentu saja Cu Yin menerima uluran tangan Jenderal Chou untuk menjadi pembantunya itu bukan tertarik oleh janji pemberian harta dan kedudukan. Sama sekali ia tidak menginginkan harta yang dapat ia ambil kapan saja dari siapa saja yang memilikinya, la menerima ajakan itu, pertama karena begitu bertemu Chou Kian Kl timbul gairahnya dan ia melihat pula betapa di situ terdapat banyak perajurit pengawal yang tadi dilihatnya dan mereka itu masih muda-muda dan gagah!

Mendengar gadis itu sudah menerimanya, Liu Cin menjadi serba salah. Kalau memang tujuan Jenderal Chou itu baik yaitu menentang para pembesar yang korup, jahat dan lalim, tentu saja pekerjaan itu tidak berlawanan dengar sikapnya. Dia minta waktu hanya untuk menyelidiki agar hatinya merasa yakin bahwa tindakannya benar. Dan kini jenderai Chou menawarkan agar dia untuk sementara tinggal di situ selama belum mengambil keputusan dan hal ini di dukung oleh Lai Cu Yin!

"Akan tetapi pakaian kita masih sana " Dia berkata ragu.

"Aah, itu masalah kecil sekali, Liu Enghiong!" kata Jenderal Chou. "Sekara juga aku akan menyuruh seorang perajurit mengambil barang-barang kalian yang berada di sana!" Tanpa memberi kesempatan kepada Liu Cin untuk membantah, jenderal itu sudah memanggil pengawal dan memerintahkannya mengambil barang-barang milik Lai Cu Yin dan Liu Cin.

Setelah petugas itu pergi, Hongsan Siansu yang sejak tadi diam saja, berkata. "Goanswe, gadis dan pemuda ini terkenal sebagai pendekar-pendekar yang lihai. Biasanya, kalau Goanswe menerima seorang pembantu, kita perlu mengetahui lebih dulu sampai di mana kelihaiannya. Maka, bagaimana kalau saya lebih dulu menguji kepandaian mereka?"

"Su-kong (Kakek Guru) benar, Ayah!" kata Chou Kian Ki. "Biar aku yang menguji kelihaian Nona Lai Cu Yin!"

Jenderal Chou mengangguk senang. "Baik sekali kalau begitu," Dia lalu memandang kepada Cu Yin dan Liu Cin. "Bagaimana, apakah kalian bersedia untuk diuji ilmu kepandaian silat kalian?" Sebelum Liu Cin sempat menjawab, Cu Yin sudah bangkit dan menghampiri Chou Kian Ki, memberi hormat dan berkata, "Saya akan senang sekali menerima pelajaran dan petunjuk dari Chou Kong-cu!" Berkata demikian, gadis itu mengerling tajam dan tersenyum manis sekali.

Sejak tadi, Kian Ki telah menangkap kerling dan main mata dari Lai Cu Yin. Dia sendiri adalah seorang pemuda tampan gagah yang sudah berpengalaman bergaul dengan wanita. Tentu saja melihat gerak gerik Cu Yin, pemuda ini maklum bahwa gadis itu dapat dijadikan penghibur dengan mudah. Bukan berarti bahwa dia jatuh cinta kepada Lai Cu Yin karena cintanya hanya kepada Ong Hui Lan. Akan tetapi dia juga tertarik dan bangkit gairahnya melihat sikap Cu Yin yang memikat dan memang gadis Korea ini memiliki kecantikan yang Khas dan menggairahkan hatinya. Maka ketika Hongsan Siansu mengajukan usul untuk menguji ilmu silat dua orang tamu itu, dia segera mengajukan dirinya untuk menguji kepandaian Cu Yin.

Kini, melihat Cu Yin sudah menghampirinya dan siap untuk diuji olehnya, Kian Ki tersenyum senang. Ingin juga dia melihat sampai di mana ilmu silat gadis yang genit menggemaskan yang rambutnya dihias tiga tangkai bunga merah dan menurut penyelidikan Panglima Cu katanya memiliki ilmu silat yang lihai ini. Dia segera bangkit berdiri dan membalas penghormatan Cu Yin lalu berkata.

"Nona Lai Cu Yin, mengingat akan namamu yang besar, sepatutnya engkaulah yang mengalah dan jangan terlalu keras menekanku." Dia lalu menunjuk ke tengah ruangan tamu itu yang memang cukup luas untuk dipergunakan berlatih silat berpasangan. Sambil tersenyum Kian Ki dan Cu Yin lalu melangkah ke tengah ruangan itu dan keduanya diam-diam merasa gembira karena masing-masing memandang rendah lawannya. Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin menduga bahwa sehebat- hebatnya, seorang putera bangsawan tinggi yang dulunya seorang Pangeran Kerajaan Chou, tentu tingkat kepandaian silat pemuda itu biasa-biasa saja. Ilmu silat harus dipelajari dengan tekun, penuh kesungguhan dan harus tahan menderita.

Seorang pemuda bangsawan yang biasanya hidup serba mewah dan enak, mana mungkin dapat menekuni iimu itu sampai tingkat tinggi? Sebaliknya, Kian Ki yang percaya kepada kemampuannya sendiri, juga memandang rendah lawan. Seorang gadis yang demikian cantik, sampai di mana sih kekuatannya?

Setelah mereka saling berhadapan di tengah ruangan itu, keduanya saling pandang dan masing-masing merasa kagum sehingga seperti orang lupa apa yang akan dilakukan, mereka hanya berdiri saling pandang dan tersenyum. Setelah agak lama, Jenderal Chou berseru.

"Mengapa kalian tidak segera mulai? Mau menunggu apa lagi?"

"Oya Nona Lai, engkau hendak pi-bu (adu ilmu silat) dengan tangan kosong

atau dengan senjata?"

"Apakah Kongcu menghendaki aku terluka berdarah?" tanya Lai Cu Yin dengan sikap manja.

"Tentu saja tidak!" "Kalau begitu, mari kita main-main sebentar dengan silat tangan kosong saja." Setelah berkata demikian, Cu Yin memasang kuda-kuda dengan manisnya. Kedua tumit kakinya diangkat, tubuhnya tegak akan tetapi lutut ditekuk, kaki kiri sedikit ke depan, kedua lengan dikembangkan seperti seekor burung hendak terbang. Dengan kuda-kuda seperti ini, keindahan tubuhnya tampak nyata, dengan pinggul menonjol dan dada membusung, seperti menantang!

Kian Ki memandang dengan mata bersinar dan wajah berseri. Kuda-kuda itu amat manis, juga gagah dan dia tidak mengenal kuda-kuda dari aliran silat darimana itu. Hal ini tidaklah aneh karena memang ilmu silat yang dikuasai Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin itu ia dapatkan dari mendiang ibunya sendiri dan ilmu silatnya bercampur dengan ilmu bela diri tradisi Korea.

"Chou Kongcu, aku sudah siap, mulailah!" tantang Cu Yin.

Dengan gerakan sembarangan saja tanpa pengerahan tenaga sepenuhnya Kian Ki mulai menyerang dengan kedua tangannya hendak menangkap kedua pundak gadis itu sambil berseru, "Sambut seranganku, Nona!"

Akan tetapi dengan gerakan lincah sekali Cu Yin mundur ke belakang dan sedetik kemudian kakinya sudah mencuat menendang ke arah lutut kiri pemuda itu.

Posting Komentar