Terpaksa la bangkit berdiri, lalu menjura kepada Jenderal Chou dan berkata, "Kemampuan saya masih terbatas dan dangkal, harap Paman tidak mentertawakan saya." Kemudian kepada Kian Ki ia berkata, "Ki-ko, harap jangan terlalu mendesakku."
Kian Ki tersenyum dan mundur ke tengah ruangan yang lebih lebar. "Lan moi, jangan terlalu merendahkan diri. Siapa tahu, aku malah yang akan terdesak olehmu.
Bagaimanapun juga, kita hanya main-main, bukan?" Pemuda itu lalu mencabut pedangnya dan tampak sinar hitam berkelebat. Kiranya pedangnya berwarna hitam legam. Itu adalah sebatang pedang pusaka yang bernama Hek-kang-kiam (Pedang Baja Hitam),! sebatang pedang pemberian kepala suku Khitan kepada Pangeran Chou yang kemudian diberikan kepada Kian Ki.
Ong Hui Lan juga mencabut pedangnya dan tampak sinar hijau berkelebat. Ceng- hwa-kiam (Pedang Bunga Hijau) itu adalah pemberian Si Raja Pedang Tiong Ci Cinjin kepada muridnya ini.
"Wah, itu pasti Ceng-hwa-kiam!" seru Hongsan Siansu kagum. "Po-kiam (pedang pusaka) yang hebat. Kian Ki, hati-hati, jangan adukan pedang terlampau kuat, khawatir akan merusak kedua pedang pusaka itu!"
"Lan-moi, silakan!" kata Kian Ki sambil memasang kuda-kuda yang kokoh, kedua kaki ditekuk, tubuh miring menghadapi gadis itu, tangan kiri digenggam dengan jari telunjuk dan tengah menuding ke depan, diletakkan tangan itu di depan dada, sedangkan tangan kanan mengangkat pedang ke atas, pedang hitamnya menunjuk ke bawah melalui atas kepala, dan matanya bersinar-sinar, mulutnya tersenyum sehingga dia tampak gagah sekali.
"Silakan, Ki-ko. Engkau yang manguji, bukan?" kata Hui Lan yang juga sudah memasang kuda-kuda dengan tijbuh tegak, kaki kanan diangkat sebatas betis, tangan kiri menunjuk ke atas dan pedangnya menunjuk ke depan, menghadapi pemuda itu.
"Akan tetapi aku laki-laki, Lan-moi, tidak pantas kalau aku menyerang dulu. Mulai dan seranglah!" tantang Kian Ki.
"Baik. maafkan aku. Ki-ko!" kata Hul Lan dan ia pun bergerak dengan cepat sekali, mulai memainkan pedangnya untuk menyerang. Pedangnya berkelebatan membentuk gulungan sinar hijau ketika ia menyerang secara susul menyusul dan bersambung-sambung, membuktikan bahwa ilmu pedangnya memang Istimewa dan berbahaya sekali. "Bagus!" seru Kian Ki memuji. Bukan pujian kosong karena dia memang kagum sekali. Ilmu pedang gadis itu memang hebat. Terpaksa dia menggerakkan tubuhnya mengelak akan tetapi karena pedang hijau itu menyerang secara sambung menyambung, tak mungkin dia mengelaki terus karena elakannya akan membuat serangan itu tidak pernah putus. Dia lalu menangkis, akan tetapi karena maklum akan kekuatan sendiri, dia membatasi tenaganya.
"Cringgg !” Bunga api berpijar dan Hui Lan terkejut ketika merasa betapa
tangannya tergetar hebat sehingga serangannya terhenti.
"Lihat seranganku, Lan-moi" Kian Ki Balas menyerang dan mereka lalu serang menyerang dengan hebat. Mula-mula pertandingan pedang itu masih dapat diikuti pandang mata dan tampak betapa keduanya memainkan pedang masing-masing dengan mahir sekali sehingga Jenderal Chou berkali-kali bertepuk tangan dan berseru memuji. Juga tiga orang tokoh kangouw itu memuji ilmu pedang Hui Lan. Si Pedang Sakti dari Kanglam sendiri, Kwan In Su, diam-diam harus mengakui bahwa dia sendiri belum tentu akan mampu menandingi ilmu pedang gadis itu!
Gerakan keduanya makin lama semakin cepat sehingga lewat lima puluh jurus, bayangan mereka tidak tampak! tertutup oleh dua gulungan sinar pedang hijau dan hitam. Tampak indah sekali dan pasti akan menegangkan bagi mereka yang ilmu silatnya masih belum cukupi tinggi yang tidak dapat mengikuti gerakan mereka secara jelas dan mengira bahwa dua orang itu bertanding mati-matian. Akan tetapi tiga orang tokoh kangouw dan juga Jenderal Chou yang menyaksikan pertandingan itu melihat betapa walaupun ilmu pedang gadis itu memang hebat, namun kalau Kian Ki menghendaki dan menggunakan tenaga sakti sepenuhnya, tentu dia dapat mengalahkan Hui Lan. Mereka yang tahu akan kehebatan sinkang pemuda itu maklum bahwa dia memang mengalah terhadap Hui Lan. Hal ini membuat Jenderal Chou merasa girang dan timbul niat dalam hatinya untuk menjodohkan puteranya dengan gadis itu! Selain gadis itu cantik, juga putera bangsawan Chou yang setia, memiliki mantu seperti itu amat menguntungkan. Hui Lan dapat menjadi seorang pembantu yang boleh diandalkan!
"Sudah cukup, berhentilah!" Jenderal Chou berseru dan dua gulungan sinar pedang itu pun menghilang, dua orang muda itu sudah melompat ke belakang.
Kian Ki menyimpan pedangnya dan berkata kepada Hui Lan sambil tersenyum. "Hebat, Lan-moi! Kiam-hoatmu sungguh hebat, aku kagum sekali!"
Hui Lan juga sudah menyimpan pedangnya dan ia menjawab sejujurnya. "Ki-ko, terima kasih, engkau hanya mengalah. Dibandingkan kepandaianmu apa yang kupelajari beium seberapa."
Jenderal Chou memuji gadis itu lalu menyuruh Kian Ki mengajak Hui Lan kedalam untuk diperkenalkan dengan Nyonya Chou dan beberapa orang selir jenderal itu.
Mulai saat itu, Hui Lan diterima sebagai anggauta keluarga dan juga pembantu yang memperkuat kedudukan Jenderal Chou, pangeran yang bercita-cita untuk merebut tahta kerajaan dan membangun kembali Kerajaan Chou itu. Keluarga Chou merasa senang melihat Hui Lan yang pandai membawa diri, tahu sopan santun dan terpelajar itu. Ketika] Chou Klan Ki menyatakan persetujuannya sepenuhnya akan niat ayahnya menjodohkan dia dengan Hui Lan karena ia memang telah tertarik dan jatuh cinta kepada gadis itu, seluruh keluarga menjadi semakin senang. Segera Jenderal Chou menyuruh isterinya untuk menyampaikan niat keluarga itu kepada Hui Lan.
Baru dua pekan berada di gedung Jenderal Chou, pada suatu sore, Nyonya Chou memasuki kamar Hui Lan. Dengan hati-hati ia lalu menyampaikan keinginan hati keluarganya untuk menjodohkan Kian Ki dengan Hui Lan dan minta tanggapan gadis itu tentang niat keluarganya.
Hui Lan yang duduk berhadapan dengan Nyonya Chou terkejut mendengar ini. Ia menundukkan mukanya yang berubah kemerahan. Ia sendiri merasa kagum terhadap kakak misannya itu, seorang pemuda yang memiliki ilmu silat yang tinggi, juga seorang pemuda yang telah menguasai ilmu bun (sastra). Akan tetapi tentu saja ia sama sekali tidak mengira bahwa keluarga Chou berniat untuk menjodohkan Chou Kian Ki dengan dirinya. Sebagai seorang gadis yang berbakti kepada orang tuanya, ditanya tentang tanggapannya terhadap niat itu, ia menjawab kepada Nyonya Chou sambil menundukkan muka.
"Bibi, tentang perjodohan, tentu saja saya serahkan sepenuhnya kepada orang tua saya. Harap Bibi dan Paman membicarakan urusan itu kepada orang tua saya. Saya hanya menaati keputusan mereka."
Jenderal Chou segera mengirim utusan ke Nan-king membawa suratnya kepada Ong Su untuk mengajukan pinangan secara kekeluargaan. Keluarga Ong tentu saja merasa senang dan bangga sekali langsung menyatakan persetujuan mereka Demikianlah, biarpun belum diresmikan dan belum diadakan pertemuan antara kedua pihak, setelah menerima persetujuan Ong Su, Hui Lan telah menjadi calon jodoh Chou Kian Ki! Akan tetapi karena belum dilakukan pinangan secara resmi, Kian Ki dan Hui Lan bersikap biasa seperti saudara misan, walaupun mereka tahu bahwa mereka adalah calon jodoh masing-masing.