Lee Kun lalu mengirim kawan-kawan untuk memanggil enghiong yang disebar di berbagai tempat dan pada hari itu juga, empat puluh orang lebih pendekar tinggi berkumpul di SeeIok. Kemudian, setelah mengadakan perundingan, mereka memutuskan bahwa besok pagi-pagi mereka akan menyerbu dan naik ke bukit sebelah luar tapal batas untuk mencari dan mengusir barisan Tartar. Oleh karena komandan daerah itu telah tewas dan kini kedudukannya masih kosong, maka tidak ada orang dari tentara kerajaan yang berani menghalangi maksud para enghiong ini, bahkan di antara para perwira bawahan banyak yang mengatakan hendak membantu hingga kepergian para enghiong itu diikuti oleh ratusan orang tentara kerajaan!
Operasi pembersihan yang diiakukan oleh Lee Kun dan kawan-kawannya berhasli baik. Tempat persembunyian pertama telah dapat dihancurkan dan para pengacau banyak yang ditewaskan, selebihnya melarikan diri, terus dikejar oleh Lee Kun dan kawan-kawannya.
Akan tetapi pada hari ke dua, dari atas puncak bukit turunlah barisan pengacau yang besar jumlahnya dan barisan ini dikepalai oleh belasan perwira bangsa Tartar yang berpakaian indah dan garang sekali nampaknya. Dan yang mengherankan para enghiong ialah bahwa di antara belasan perwira Tartar ini kelihatan pula dua orang hwesio gemuk bangsa Han (Tionghoa) yang memegang senjata toya panjang yang berat!
Pertempuran hebat terjadi tanpa banyak tanya jawab lagi, dan para perwira bangsa Tartar itu benar-benar tangguh dan hebat ilmu silatnya terutarna kedua orang hweisio yang bernama Kang Sian Hosiang dain Kang Ban Hosiang itu benar-benar berilmu tinggi sekali hingga Lee Kun, Tan Hong dan Ong Kai yang mengeroyok mereka ini terdesak hebat dan tak sanggup melawan karena ilmu silat kedua orang kepala gundul yang membela pengacau itu benar-benar berada setingkat lebih tinggi daripada kepandaian mereka. Kali ini oleh karena pihak pengacau lebih besar jumlahnya dan mempunyai banyak orang pandai, maka pihak para ksatria itu terpukul hebat dan banyak diantara tentara dan enghiong gugur dalam pertempuran itu. Akan tetapi, oleh karena orang-orang itu memang pantang mundur, mereka masih tetap mengadakan perlawanan yang menimbulkan kerugian bukan sedikit di pihak pengacau. Tan Hong yang tak pernah menjauhi Ong Kai, mengamuk hebat bersama si muka hitam itu dan mereka berdua kini menahan serangan Kang Sian Hosiang dengan mati-matian! Biarpun telah dikeroyok dua oleh kedua pemuda itu, namun Kang Sian Hosiang masih dapat mendesak dengan toyanya yang diputar bagaikan mengamuknya seekor naga hitam yang ganas dan liar.
Sementara itu dengan bantuan dua orang dari kelima Biciu Ngoeng, Lee Kun mengeroyok Kang Ban Hosiang, tapi ketiga orang pendekar inipun terdesak hebat oleh toya Kang Ban Hosiang! Sungguh keadaan para patriot itu terancam bahaya maut pada saat itu dan agaknya tak lama lagi mereka akan tersapu bersih semua!
Akan tetapi, pada saat itu, dari bawah bukit mendatangi belasan orang di bawah pimpinan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki. Di antara belasan orang ini nampak juga Siok Lan yang berlari dengan gagah sekali. Oleh karena rata-rata belasan orang ini berkepandaian tinggi maka mereka dapat maju cepat sekali mendaki bukit menuju ke arah suara teriakan-teriakan pertempuran yang sedang berlangsung.
Datangnya bala bantuan ini mendatangkan semangat baru bagi para enghiong yang sudah amat terdesak dan ketika belasan orang pembantu ini menyerbu, para pengacau terdesak mundur dan banyak yang roboh bergelimpangan di bawah amukan para enghiong itu. Siok Lan juga mengamuk dan matanya mencari-cari Tan Hong dan Ong Kai. Alangkah terkejutnya dan khawatirnya ketika ia melihat betapa kedua pemuda itu terdesak hebat sekali oleh seorang hwesio gemuk yang memainkan toyanya dengan hebat sekali.
Akan tetapi, pada saat itu Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki juga telah melihat bahwa pimpinan rombongan pengacau yang paling tinggi kepandaiannya ialah kedua orang hwesio itu, maka kedua orang pendekar tua ini lalu melayang maju dan menggantikan Tan Hong dan yang lain-lain menghadapi kedua orang hwesio bersenjata toya itu. Tan Hong, Ong Kai, Lee Kun dan yang lain-lain lalu melayani perwira-perwira Tartar lain yang segera terpukul mundur dan banyak yang tewas.
Gin Cin Tojin menghadapi Kang Sian Hosiang dan menangkis serangan toya, dengan kebutan ujung lengan bajunya sambil berkata, "Sahabat, bukankah kau juga orang Han, mengapa kau membela penjahat-penjahat yang merusak negara dan menggangu bangsa? Apakah kau tidak memiliki jiwa ksatria sedikit juga?"
Akan tetapi Kang Sian Hosiang membentak marah, "Tosu siluman jangan banyak cakap. Rasakan pukuian toyaku yang akan menghancurkan kepalamu!" Dan ia terus maju dengan hebat sekali, akan tetapi dengan tenang Cin Cin Tojin dapat menghadapinya dan balas menyerang tak kalah hebatnya.
Lo Cin Ki melawan Kang Ban Hosiang dan mereka berdua juga bertempur dengan sama kuatnya. Pendekar tua Garuda Sakti itu memutar-mutar pedangnya dan memainkan ilmu pedang Boksan Kiamhoat yang asli hingga tubuhnya lenyap dalam sinar pedang hingga Kang Ban Hosiang merasa terkejut sekali.
Sementara itu, perlahan-lahan pihak pengacau telah berkurang kekuatannya, bahkan telah banyak yang melarikan diri mundur ke belakang gunung, dikejar-kejar oleh barisan kerajaan. Akhirnya yang bertempur di situ, hanyalah kedua hwesio melawan kedua jago tua dan para pendekar yang lain hanya menonton saja, karena mereka merasa bahwa kepandaian mereka terlampau rendah untuk ikut mengeroyok.
Tiba-tiba terdengar pekik kesakitan ketika Cin Cin Tojin berhasli menotok dada kiri lawannya dengan ujung lengan bajunya. Toya Kang Sian Hosiang terlepas dan tubuh hwesio gemuk itu terhuyung mundur sedangkan wajahnya pucat sekali. Hwesio yang telah kena pukulan penuh tenaga iweekang ini mendapat luka hebat di dalam dadanya dan tanpa memperdulikan saudaranya, ia lalu melarikan diri! Cin Cin Tojin menghela napas dan merasa menyesal bahwa ia terpaksa harus melukai orang.
Ketika melihat betapa kakaknya dapat dikalahkan, Kang Ban Hosiang menjadi khawatir dan bingung hingga gerakan toyanya menjadi lambat. Kesempatan ini digunakan oleh Lo Cin Ki untuk mendesak dengan pedangnya dan akhirnya ia berhasil membacok paha lawannya hingga Kang Ban Hosiang roboh mandi darah. Sebelum orang lain dapat mencegahnya, hwesio yang telah putus harapan dan malu kalau sampai tertawan sebagai pengkhianat bangsa, lalu menggerakkan toyanya sendiri memukul kepala, hingga kepalanya yang gundul itu pecah dan jiwanya melayang!
Tan Hong memandang kepada Siok Lan dengan girang dan wajahnya berseri. Juga para pendekar merasa gembira mendapat bantuan yang tak diduga-duga ini, karena tadinya mereka telah merasa bahwa akhirnya mereka semua akan gugur. Mereka menyambut kedua pendekar tua itu dengan muka gembira dan mengucapkan terima kasih serta menyatakan kekaguman mereka.
Akan tetapi pada saat itu dari atas gunung datang pula serombongan perwira dan di depan sekali nampak seorang pendeta Lama yang berkepala gundul lari bagaikan terbang cepatnya. Ketika pendeta Lama ini berada di depan para patriot, mereka melihat bahwa Lama ini bertubuh tinggi sekali dan bermata biru, sedangkan jubahnya yang lebar itu berwarna kuning. Pendeta Lama ini memegang sebuah tongkat panjang yang ujungnya dipasangi kaitan besi yang berkilau karena tajamnya. Lama ini berdiri sambil bertolak pinggang dan menantang, “Hai, orang-orang Han. Majukan jago-jagomu untuk melawanku kalau memang kalian orang- orang ksatria!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki maju berbareng dan menjura, "Tidak tahu siapakah losuhu yang mulia?"
Lama memandang dengan tajam kepada dua orang pendekar tua ini, lalu ia tertawa, "Ha, ha, ha, pantas saja kawan-kawanku lari kocar kacir! Rupanya ada kalian dua tua bangka! Ayoh, kalian maju dan menerima kematian dari tangan Pek Lek Hoatsu!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki terkejut mendengar nama ini dan mereka maklum bahwa mereka berhadapan dengan seorang pendeta berilmu tinggi. Akan tetapi oleh karena pada saat itu mereka merupakan wakil dari rakyat yang mengusir kaum pengacau sedangkan pendeta Lama itu adalah pelindung para pengacau sendiri, mereka tidak merasa takut-takut. Lo Cin Ki lalu menggunakan pedangnya menyerang, akan tetapi ketika Pek Lek Hoatsu menangkis dengan toyanya yang panjang. Lo Cin Ki berseru kaget dan melompat mundur dan ketika ia melihat telapak tangannya yang terasa perih, ternyata bahwa telapak tangannya telah lecet dan mengeluarkan darah! Alangkah hebat ilmu Iweekang pendeta Lama itu! “
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki maklum bahwa mereka berdua bukan lawan pendeta Lama itu, akan tetapi mereka tidak mau memperlihatkan kelemahan, maka segera mereka maju berbareng.
"Ha, ha, ha! Bukankah kalian ini dua orang tua bangka dari Boksanpai? Ketahuilah, ketika dulu guru kalian melawanku, dia masih belum dapat mengalahkan aku, apalagi kalian ini yang hanya berkepandaian rendah." Akan tetapi kedua pendekar tua itu tidak memperdulikan ocehannya dan terus menyerang dengan hebat. Namun, begitu Pek Lek Hoatsu memutar senjatanya yang mengeluarkan cahaya berkilauan, keduanya terpaksa bertempur sambil mundur! Permainan tongkat Pek Lek Hoatsu benar-benar luar biasa dan tenaganyapun besar sekali.
Pada saat itu, entah dari mana datangnya, tahu-tahu di situ telah berdiri dua orang kakek yang aneh dan ketika Tan Hong dan Ong Kai memandang, mereka merasa girang sekali oleh karena segera mengenali bahwa mereka ini adalah Raja Pengemis Lui Song dan Kim Liong Hoatsu si kakek rambut putih!
Pada saat itu si Raja Pengemis menggunakan jari telunjuknya menuding kearah Kim Liong Hoatsu sambil tertawa berkakakan, "Eh, eh, lagi-lagi kau datang juga hendak membawa pahala! Agaknya dalam segala hal, kecuali dalam permainan catur, kau tidak mau kalah dariku, kakek ubanan!"
Juga Kim Liong Hoatsu tertawa. "Jembel tua! Jangan banyak bicara, perlihatkan kepandaianmu!"
Si Raja Pengemis lalu melangkah maju ke arah mereka yang sedang bertempur dan berseru keras kepada kedua jago tua yang mengeroyok pendeta Lama itu, "Kalian orang-orang Bok san pai mundurlah!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki yang telah amat terdesak itu segera melompat ke belakang dan ketika Pek Lek Hoatsu melihat siapa orangnya yang menghadang di depannya, wajahnya berubah pucat. Akan tetapi ia membesarkan suaranya untuk menutupi rasa takutnya ketika ia berkata, "Ah! Si Raja Pengemis juga datang ke sini, apakah kau hendak mengemis?" Lui Song si Raja Pengemis itu tertawa geli. "Benar, aku hendak mengemis, akan tetapi yang kuminta adalah jiwamu yang kotor!"
Tanpa berkata-kata lagi Pek Lek Hoatsu lalu mengayun tongkatnya menghantam kepala Raja Pengemis itu yang segera mengelak dengan mudah dan cepat. Sambil mengelak, jembel tua itu memaki-maki dan memperolok- olok, hingga Pek Lek Hoatsu menjadi makin marah dan gemas. Serangannya makin cepat dan bertubi-tubi hingga tongkat di tangannya seakan-akan berubah menjadi puluhan bahyaknya yang kesemuanya menyambar sambil membawa maut! Akan tetapi, Raja Pengemis itu benar- benar lihai. Tubuhnya berkelebat ke sana ke mari di antara sambaran tongkat dan jangankan tubuhnya terkena toya, bahkan ujung bajunya saja tak pernah kena sambaran senjata itu! Semua orang yang menonton menjadi pening melihat demonstrasi kepandaian yang tinggi ini, bahkan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki memandang dengan penuh perhatian dan kagum. Kepandaian Pek Lek Hoatsu agaknya setingkat dengan kepandaian mendiang guru mereka yang menciptakan Boksan Kiamhwat, akan tetapi kepandaian kakek jembel ini lebih hebat lagi!
Tiba-tiba terdengar Kim Liong Hoatsu mencela, "Eh, jembel tua, apakah kau mau borong sendiri saja?"
Si Raja Pengemis tertawa geli dan ketika ia berseru, "Ini, kau kuberi bagian." Tiba-tiba sekali renggut saja ia berhasil membuat tongkat Pek Lek Hoatsu terlempar ke arah Kim Liong Hoatsu dengan luncuran cepat sekali. Kim Liong Hoatsu menggunakan jari tangannya menyabet ke arah batang tongkat yang menyambar dan "krak!" tongkat panjang itu patah menjadi dua!
Lagi-lagi si Raja Pengemis tertawa dan berkata, "Mari, kau kuberi giliran!" dan tahu-tahu ia telah berhasil menangkap kaki Pek Lek Hoatsu yang langsung dilemparkan ke arah Kim Liong Hoatsu dengan keras!
Kim Liong Hoatsu mengulurkan tangannya dan sebelum Pek Lek Hoatsu dapat mengelak, kakek ubanan ini telah dapat menangkap lehernya dan cepat melemparkan tubuh itu kembali ke arah si Raja Pengemis dibarengi bentakan, "Untuk apa benda kotor ini? Terimalah kembali!"
Ketika tubuh Pek Lek Hoatsu masih melayang di udara menuju kepada Raja Pengemis, kakek ini lalu, menggunakan tangan kanannya untuk mendorong ke udara, dah aneh! Sebelum tubuh Pek Lek Hoatsu sampai di tangannya, tubuh itu telah kena dorong oleh tenaga hebat yang keluar dari tangan kakek jembel itu dan terpental kembali ke arah si kakek ubanan! Inilah tenaga khikang yang sudah mencapai tingkat tinggi hingga tenaga dorongan yang keluar dari situ cukup hebat untuk mementalkan kembali tubuh Pek Lek Hoatsu yang begitu besar dan berat.