Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 50

CSI

"Inilah rokok sedot. Dugaanku memang tidak salah, kedua Busu itu bukan bangsa Kim, tapi orang MongoI !"

Pada permulaan abad tiga belas, rokok sedot sudah mengalir masuk Tiongkok dibawa oleh orang Mongol dari benua Eropa. Waktu itu kebiasaan ngendot rokok baru terbatas pada kalangan tingkat atas sebangsa bangsawan Mongol saja.

Sip It sian menjelaskan: "Untung aku pernah melihat permainan ini. Kutahu inilah poci wadah tembakau, bau tembakau ini sangat keras dan pedas, buat aku lebih baik menyedot mandat dari pada mengendus baunya. Tapi untuk mengobati penyakit pilek, bau tembakau ini amat mujarab."

"Sip locianpwe berpengetahuan dan berpengalaman luas." demikian puji Geng Tian.

"Berpengalaman luas apa, barang hasil curianku entah macam apa saja, banyak yang aneh dan lucu-lucu, itu memang benar. Dan tahun yang lalu dalam operasiku dalam sebuah gedung pembesar seorang Kim, kucuri mas perak dan barang-barang antik lainnya, kulihat diatas meja ada sebuah poci kecil tempat tembakau, tanpa kuketahui gunanya, sambil lalu kukantongi poci kecil itu. Setelah kutanyakan orang lain baru kuketahui manfaat barang ini. Poci tembakau ini sebenarnya ada asal usul yang cukup unik, konon seorang duta Mongol yang memberi Pangeran itu." lalu ia meneruskan, "Tapi poci tembakau yang terbuat dari batu Giok putih itu bila dibanding dengan poci hijau pualam ini masih kalah jauh. Mungkin harga poci ini jauh lebih tinggi. Menurut analisaku, aku berani pastikan bahwa kedua Busu itu punya kedudukan tinggi dalam pasukan Mongol, paling tidak sebagai Busu kemah mas."

Dugaan Sip It sian memang tidak salah, poci pualam hijau ini memang hasil kemenangan Dulai dari benua Eropa. Dulai memberikan kepada Cohaptoh sebagai hadiah atas jasa jasanya.

"Bumbung bumbung kecil ini, mainan apa lagi?"

Sip It sian mengambil sebuah bumbung bambu, sedikit diputar tutupnya lantas menjiplak terbuka ternyata didalamnya terpasang pegas hidup. Sip It-sian tertawa, katanya: "Kau suka makan gula gula tidak?"

"Apakah di dalamnya berisi permen?" tanya Geng Tian keheranan.

"Permen madu kwalitet terbaik dari kwilim! Coba kau rasakan!''

"Kau tidak takut ada racun?"

"Tanggung tiada racun. Cep, Cep, wah rasanya enak benar!"

Geng Tian mencomot sedikit dan dimasukkan mulut, ternyata rasanya memang manis dan harum, begitu masukkan mulut permen lantas lumer, rasanya memang sedap.

"Keparat itu ternyata beruntung dapat menikmati makanan enak sedap begini, begitu jauh dia membawa makanan kampung-halamannya kemari."

"Permen madu dari kembang kwi ini bukan made in Mongol."

"Lalu hasil buatan mana ?"

Sip It-sian seperti memikirkan suatu persoalan; sejenak ia berdiam diri, sesaat kemudian baru bicara : "Setelah kutemukan bumbung permen madu begini dapatlah kita memperoleh sumber penyelidikan yang dapat menemukan jejak mereka."

"Menemukan jejak apa?"

"Aku tahu daerah mana yang menghasilkan permen macam ini, tapi permen kwalitet terbaik begitu ditempat itu mungkin hanya kaum hartawan melulu yang mampu membuatnya karena harganya yang sangat mahal, di pasaran tentu tiada orang yang menjualnya. Ingin aku ketempat itu untuk mencari tahu. Marilah kita berpencar untuk menunaikan tugas masing-masing."

"Menurut Locianpwe apa yang harus kulakukan?"

"Tiat wi tertawan, kita harus memberi tahu kepada ayah dan gurunya. Tapi aku menjadi rikuh untuk menemui mereka, kau saja yang pergi kesana. Kampung halamannya apakah kau sudah tahu?"

"Ling-toako pernah beritahu kepada aku, sebetulnya aku hendak mengantarnya pulang. Tapi, sekarang...."

"Sekarang bagaimana?"

"Kini Ling-toako ditangkap musuh, jika berusaha secepatnya ada lebih penting kita segera menolongnya. Sip-locianpwe bukankah tadi kau katakan sudah menemukan jejak mereka dan hendak kesana menyelidikinya? kalau Siautit pergi bersamamu, meski tak dapat membantu banyak, paling tidak bisa saling bantu dan membaktikan tenagaku!"

"Kalau terlalu banyak orang malah tiada gunanya. Aku belum berani pastikan bahwa kawanan Busu Mongol itu tentu berada ditempat itu. Lebih baik biar kuselidiki dulu, jangan sekali-kali menggebuk rumput mengejutkan ular, akibatnya malah merugikan nanti."

Geng Tian berpikir, kedua Busu Mongol itu dapat membekuk Hong-thian lui hidup-hidup tentu berkepandaian tinggi, ditambah seorang In-tiong yan, tentu dirinya bukan tandingan mereka. Bila hendak menyelundup kesarang musuh walau percaya akan Ginkang sendiri untuk melarikan diri, tapi kepandaian menerobos jendela masuk kamar sedikit-pun tidak mampu, terpaksa memang Sip It-sian yang harus pergi. Oleh karena itu ia berkata : "Kalau begitu, marilah kita membagi tugas. Aku punya bahan untuk bekalmu." lalu ia ceritakan pengalamannya bersua dengan In-tiong-yan, katanya pula : "Kurasa kedua Busu yang menangkap Ling toako itu juga anak buahnya. Tapi dia kawan atau lawan sulit membedakan, bila ada kesempatan tiada salahnya Locianpwe mencari keterangan."

"Aku bisa bekerja menurut gelagat !" demikian sahut Sip It-sian. Setelah mereka berpisah, seorang diri langsung ia menuju ke Yo-ka-tong.

Kiranya permen madu kembang Kwi itu adalah buatan daerah Yo-ka-tong. Sip lt-sian tahu di Yo-ka-thong ada sebuah keluarga besar she Lou majikannya bernama Lou Jin-cin bekas begal tunggal yang sudah mencuci tangan mengasingkan diri. Lou Jin-cin adalah saudara angkat Ciok Goan, Ji-cengcu dari Ciok-keh ceng di Tay-tong-hu. Dalam hati Sip It-sian berpikir : "Menurut kata Geng Tian, adik Ciok Goan yang bernama Ciok Khong juga salah seorang yang ikut menyergap Ling Tiat-wi hari itu, maka dapat diperkirakan rombongan Busu Mongol itu tentu punya berpangkalan di rumah keluarga Lou itu."

Dugaan Sip It sian tidak salah, tapi dia tidak tahu bahwa jago silat nomer satu di-seluruh Mongol Liong siang Hoat ong juga berada dirumah Lou Jin cin itu.

Dilain pihak, In tiong yan tengah menempuh perjalanan dengan kedua Busu itu, tak lama kemudian tampak Umong dan Cohaptoh memburu tiba sambil melarikan tunggangannya secepat terbang, dibelakang tunggangan Umong kelihatan terikat satu orang, setelah dekat jelas adalah Hong-thian-lui.

Dengan rasa bangga dan sombong Umong melapor : "Pile-kongcu, bocah hitam yang pernah kurang ajar terhadap kau berhasil kuringkus."

Diam-diam ln tiong-yan mengeluh, tapi akhirnya dia pura-pura girang dan memujinya malah: "Ha, menawannya hidup-hidup, jasamu sungguh tidak kecil. Kau melukainya tidak ?"

"Tidak, dia lemas kehabisan tenaga dan jatuh pingsan." sahut Umong.

"Untuk sampai di Yo-ka-thong masih dua hari perjalanan lagi ya?"

"Kuda kita cepat, walaupun lewat jalan pegunungan, menurut perhitungan paling lambat besok malam kita sudah tiba disana."

"Jalan kecil dipegunungan tidak rata, luka-luka dalam bocah ini belum sembuh, mungkin dia terlalu menderita tergoncang-goncang, cobalah carikan sebuah kereta."

"Tuan putri begitu baik hati," Cohaptoh menimbrung tertawa.

"Bukankah Koksu bilang hendak menariknya kepihak kita, apa salahnya kita berikan sedikit kelonggaran supaya dia merasa hutang budi ? Apa lagi cara kau mengikat dia diatas kuda bila dia dilihat orang dijalan, meski tidak takut namun cukup berabe dan kurang leluasa."

"Ucapan tuan putri memang beralasan, dikampung orang Han banyak kereta keledai, untuk mencarikan sebuah gampang sekali." demikian kata Umong, lalu ia perintahkan kedua Busu yang lain : "Kalian berdua coba pergi cari kereta !''

Kedudukan kedua Busu yang lain itu lebih rendah dari Umong, berulang-ulang mereka mengiakan terus mengundurkan diri melaksanakan perintah. Tak lama kemudian benar juga mereka pulang mengendalikan sebuah kereta keledai.

"Begitu cepat !" seru In-tiong-yan tertawa.

Busu itu tertawa lebar, katanya : "Kita merebutnya saja, tak perlu tawar menawar lagi, sudah tentu cepat sekali !"

"Bunuh saja keledainya ganti kuda kita.'' Umong memberi perintah lagi.

"Kuda jempolan untuk menarik kereta, apakah tidak sayang ?'' In-tiong yan mengada-ada.

Sahut Umong: "Kita harus memburu waktu menempuh perjalanan jauh ini, kedua keledai ini sudah tua kurus lagi, mungkin empat lima hari baru bisa sampai ditempat tujuan.''

"Benar,'' Cohaptoh menimbrung; "Beberapa hari ini kita belum menikmati daging lezat, keledai ini memang kurus, tapi dagingnya tentu lebih enak dari ransum kering."

Maksud In-tiong-yan hendak mengulur waktu beberapa hari, selama perjalanan bisa mencari kesempatan mencari akal, seumpama tak berhasil, dapat mengulur sehari atau setengah hari juga baik, siapa tahu ditengah jalan bakal terjadi perubahan, tentu urusan lebih gampang dipikirkan.

Tapi sekarang Umong dan Cohapto cenderung menggunakan kuda menarik kereta supaya lekas tiba di tujuan, supaya tidak menimbulkan curiga mereka, In-tiong-yan pun tidak mengukuhi pendapatnya.

Dengan mudah Cohaptoh membunuh dan sembelih seekor keledai, memotong keempat pahanya.

In tiong-yan berkata; "Perutku lapar, mari kita istirahat sebentar, kita panggang paha keledai ini baru berangkat lagi."

Posting Komentar